Mantan Kepala Intelijen Prancis: UEA Mungkin Berada di Balik Kematian Morsi

Mantan Kepala Intelijen Prancis: UEA Mungkin Berada di Balik Kematian Morsi

TAHNOON Bin Zayed Al Nahyan—saudara lelaki Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) dan penasihat keamanan nasionalnya—mungkin terkait dengan kematian mantan Presiden Mesir Mohammed Morsi yang mencurigakan, di mana Morsi adalah Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis dan satu-satunya, menurut mantan kepala badan intelijen Prancis dalam sebuah tweet pada Rabu (19/6). Namun, radarcirebon.com mencoba menelusuri akun twitter @Bernard_Bajolet, telah ditangguhkan oleh pihak twitter. https://twitter.com/OlivierGuitta/status/1141401342302478336 Bernard Bajolet—mantan kepala badan dinas rahasia Prancis, Directorate-General for External Security (DGSE)—mengatakan bahwa kunjungan Tahnoon bin Zayed dari UEA ke Kairo pada 16 Juni 2019 dapat dikaitkan dengan kematian Morsi. Dilansir dari artikel berjudul UAE could be behind Morsi\'s death, says France\'s former intel chief Morsi dilaporkan meninggal karena serangan jantung pada Senin (17/6) selama sesi pengadilan. Televisi pemerintah Mesir melaporkan pada Selasa (18/6) pagi, bahwa Morsi “menderita tumor jinak, menderita kondisi medis berkepanjangan, dan kematiannya disebabkan oleh serangan jantung.” Dia dimakamkan di Nasr City, sebelah timur Kairo, pada Selasa (18/6) dini hari. Ikhwanul Muslimin menuduh pemerintah Mesir bertanggung jawab atas “kematian Morsi yang lambat dan disengaja”. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada Rabu (19/6), bahwa dia tidak percaya kematian Morsi adalah kematian yang wajar dan bahwa Turki akan menindaklanjuti kasus ini. “Mohammed Morsi sayangnya berjuang di lantai ruang sidang selama 20 menit, tetapi pihak berwenang tidak melakukan intervensi. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa Morsi tidak mati karena sebab alamiah, tetapi dibunuh,” kata Erdogan. “Kami akan menindaklanjuti prosesnya dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk memastikan Mesir diadili di pengadilan internasional,” tambahnya. Amnesty International dan kelompok-kelompok hak asasi manusia lainnya menyerukan penyelidikan yang adil, transparan, dan komprehensif terhadap kematian Morsi, dan mengajukan pertanyaan tentang perlakuan terhadap Morsi di penjara. Pemerintah Mesir telah menolak tuduhan bahwa Morsi diperlakukan dengan buruk. Gilles Devers—seorang pengacara dan akademisi Prancis yang telah mewakili Otoritas Palestina (PA) di hadapan Mahkamah Internasional—mengatakan bahwa mereka mengajukan kepada PBB dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk meluncurkan penyelidikan tentang kematian presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis, Mohammed Morsi. Mengatakan bahwa Morsi tidak mendapatkan perawatan medis yang diperlukan di penjara selama enam tahun, Devers menambahkan: “Kematian Morsi bukan kematian normal. Tidak ada yang bisa mengklaim sebaliknya.” “Masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian Morsi tidak terjadi secara tiba-tiba,” kata Devers, dan menambahkan bahwa Mesir harus memberikan informasi tentang catatan kondisi kesehatan Morsi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: