BPJS Terindikasi Ada Kecurangan

BPJS Terindikasi Ada Kecurangan

JAKARTA-BANYAK faktor penyebab BPJS Kesehatan terus mengalami defisit anggaran. Salah satu faktor utama adalah terindikasi terjadi fraud atau kecurangan pada over klaim di sistem layanan BPJS Kesehatan secara menyeluruh. \"\"Yang dimaksud kecurangan secara menyeluruh adalah pada data kepesertaan sistem rujukan antara puskemas, rumah sakit, ke BPJS Kesehatan, serta sistem tagihan. “Kemungkinan terjadi fraud, dan masalah itu perlu di-address,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (30/7). Sri Mulyani mendapatkan laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa terjadi kecuranga dalam layanan BPJS Kesehatan, yakni banyak tagihan yang tidak sesuai fakta. “Kita juga mau minta BPJS bangun sistem bisa talangi kemungkinan terjadi fraud, seperti over klaim. Tidak ada pasiennya tapi kemudian diklaim,” ungkap dia. Selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan, Menteri Ani, sapaan akrabnya, meminta keterlibatan pemerintah daerah untuk memverifikasi data kepesertaan secara ketat lagi demi layanan yang sesuai. “Ini yang menimbulkan defisit besar. Karena biasanya mereka hanya jadi peserta saat mau sakit,” ujar dia. Terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah mengatakan bahwa dalam kasus kecurangan layanan BPJS Kesehatan tidak dikenakan pidana, tapi lebih ke moral hazard. Dia mencontohkan, sebetulnya pasien tidak perlu fisioterapi setiap hari, namun oleh dokter atau rumah sakit meminta sang pasien untuk setiap hari. “Nah ini yang membuat klaim biayanya menadi membengkak,” ucap dia. Ekonom senior Rizal Ramli juga angkat suara terkait defisit anggaran BPJS Kesehatan. Dia menawarkan empat solusi. Pertama, pemerintah harus menyuntikkan modal BPJS Kesehatan Rp20 triliun. Saat ini modal awal BPJS Kesehatan hanya Rp5 triliun. Kedua, revisi Undang-Undang BPJS soal besaran iuran. Dia menyarankan iuran pekerja maksimal 2 persen dari pendapatan sementara perusahaan 6 persen. Jika di bawah upah minimum digratiskan. Ketiga, penyesuaian pembayaran klaim penyakit kronis dan terminal yang disesuaikan dengan pendapatan pasien. Keempat, kembangkan komputerisasi dan sistem online untuk mengatasi pelayanan yang buruk, keluhan pekerja soal antrean panjang dan prosedur yang lama. (din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: