Menjadi Driver Ojol Tidak Seindah Dulu

Menjadi Driver Ojol Tidak Seindah Dulu

Pertama kemunculannya di Cirebon, pekerjaan sebagai pengemudi ojek online (Ojol) sempat digandrungi. Banyak masyarakat berlomba untuk mendaftar. Apalagi yang dicari, kalau bukan finansial yang menjanjikan. Lalu bagaimana nasib mereka sekarang?

JAKET hijau masih menjadi penampilan khas. Bergerombol di titik keramaian, menunggu aplikasi menjalankan tugasnya untuk mendeteksi orang-orang sekitar yang membutuhkan jasa mereka.

Sekilas, terlihat mengasyikan. Tidak terikat waktu dan bisa dilakukan sambil mengisi jam libur kerja. Namun juga tidak bisa dipungkiri, banyak dari mereka yang menjadikan pekerjaan ini sebagai sumber penghasilan utama.

Seperti driver ojol asal Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon satu ini. Dia adalah Suganda (46). Sudah 3 tahun, ayah dari dua orang anak itu memakai jaket hijau dan mencari nafkah di jalan raya sebagai mitra aplikasi Grab.

Pasang surut penghasilan dirasakannya betul. Dari yang mampu menyewa kontrakan, hingga tidak pulang ke rumah karena tidak memiliki uang untuk membeli bensin.

Ya, itu belum lama dan sering dialami Suganda atau yang beken disapa Kang Doel. “Waktu-waktu sekarang ini lagi masa berkabung. Orderan sepi. Beda dengan waktu pertama ojol ada,” ujar Kang Doel kepada Radar, Sabtu (22/2).

Kang Doel adalah seorang dewan penasehat di komunitas ojol yang diberi nama: Gabungan Pejuang Minoritas (GPM). Pernah juga menjadi ketua. Tongkrongan komunitas ini ada di Jl Perjuangan. Pada sebuah tenda kecil, dengan atap dan tirai yang bisa di turunkan ketika hujan turun.

Di tempat itu juga, biasa Kang Doel tidur jika tidak pulang ke rumah dan orderan benar-benar sepi. “Mau bagaimana, pulang ke rumah ngga ada bensin,” ucapnya.

Dia mengatakan, awal ia bekerja sebagai driver penghasilan yang diperoleh selama satu hari rata-rata bisa mencapai Rp100-150 ribu. Itu sudah bersih, termasuk potongan dari pihak aplikator.

Bagaimana dengan saat ini? Rata-rata dalam satu hari, ia hanya menerima 2-4 orderan. Jika diuangkan, dalam satu minggu ia mendapatkan Rp200 ribu. Jumlah itu, belum di potong oleh pihak aplikasi sebesar 20 persen.

“Kita kebagian Rp160 ribu, satu minggu. Berarti per harinya, kurang dari Rp25 ribu,” bebernya.

Jelas pendapatan tersebut dirasa kurang. Belum lagi di potong bensin yang menjadi amunisi utama sebuah kendaraan. “Bensin sehari Rp20-25 ribu. Lalu kita dapat apa? Itu belum sama makan, dan merokok bagi yang merokok,” sesalnya.

Kang Doel sadar, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Mengingat driver hanya berstatus sebagai mitra pihak aplikator. Adapun berharap ditingkatkan status sebagai karyawan, kata Kang Doel, adalah sesuatu yang sangat sulit walaupun hal itu pernah diperjuangan teman-teman ojol yang ada di ibu kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: