Cegah Penularan Covid-19, Perayaan Ceng Beng Ditiadakan

Cegah Penularan Covid-19, Perayaan Ceng Beng Ditiadakan

CIREBON- Warga Tionghoa Kota Cirebon meniadakan tradisi Ceng Beng. Sejatinya, tradisi ziarah dan sembahyang di kuburan untuk menghormati arwah leluhur yang digelar satu tahun sekali itu digelar, Sabtu (4/4). Namun, untuk mengantisipasi penularan wabah virus corona atau Covid-19, peryaan Ceng Beng akhirnya ditiadakan.

Salah seorang tokoh Tionghoa Kota Cirebon, Yan Siskarteja mengatakan, perayaan Ceng Beng di tahun 2020 ini tidak dilaksanakan. “Karena ada wabah Covid-19 kami meniadakan tradisi Ceng Beng. Kami juga menghormati arahan pemerintah untuk tidak melaksanakan pertemuan atau perkumpulan yang melibatkan banyak orang,” ujarnya kepada Radar Cirebon.

Diakuinya, wabah Covid-19 juga membuat warga Tionghoa khawatir akan dampak jika tradisi Ceng Beng tetap dilaksanakan. “Ya, banyak yang takut tertular, sehingga mereka banyak yang tidak meramaikan Ceng Beng. Selain itu juga ada imbauan dari kelenteng untuk meniadakan tradisi Ceng Beng,” tuturnya.

Sementara itu, tokoh Tionghoa lainnya, Jeremy Huang menjelaskan, Ceng Beng merupakan tradisi tabur bunga dan sembahyang di makam leluhur mereka. “Ziarah leluhur seperti yang diajarkan Kong Hucu yaitu untuk berbakti kepada orang tua,” ujarnya.

Menurut Jeremy, dalam tradisi Tionghoa menghormati orang tua bukan hanya mereka ketika masih hidup saja tetapi setelah meninggal, wajib menghormati mereka. “Datang ke kuburan mereka untuk ziarah. Tabur bunga dan sembahyang ke kuburan mereka. Kehidupan yang kita nikmati saat ini, berkat kerja keras perjuangan leluhur kita yang diwariskan kepada anak cucunya,” tuturnya.

Dijelaskannya, istilah Ceng Beng atau Qing Ming berasal dari Bahasa Hokian yang artinya terang benderang. Karena umumnya, sebelum datang kekuburan leluhur, seminggu sebelum acara digelar, warga Tionghoa membersihkan makam dan mempercantik kembali kuburan leluhurnya.

Ceng Beng sendiri, lanjut Jeremy, merupakan salah satu istilah dalam astronomi Tiongkok, yang mengacu pada salah satu dari 24 posisi matahari yang jatuh setiap tanggal 4-5 April. “Pada hari ini, cahaya matahari dipercaya akan bersinar paling terang, sehingga cuaca menjadi terasa lebih hangat, Puncak hari Ceng Beng 5 April tetapi sepuluh hari sebelum 5 April, yakni tanggal 27 Maret juga masih menjadi rangkaian tradisi Ceng Beng,” ungkapnya.

Terkait Ceng Beng di Cirebon, sambung Jeremy, etnis Tionghoa memperingati Ceng Beng di Ku Tiong dan Sin Tiong di Kali Tanjung Cirebon.

“Seminggu sebelum dan sampai 5 April, Ku Tiong ramai dikunjungi warga Tionghoa Cirebon, karena semua keluarga Tionghoa yang memiliki kuburan leluhur di Ku Tiong datang ziarah kubur memperingati Ceng Beng. Yang dari luar kota yang memiliki kuburan leluhur di Ku Tiong juga datang memperingati Ceng Beng. Setelah Ziarah mereka makan bersama keluarga,” ujarnya. (den)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: