Jokowi Ajak Masyarakat Gotong Royong Hadapi Corona

Jokowi Ajak Masyarakat Gotong Royong Hadapi Corona

\"Kita berharap 12 ribu lebih PDP ini betul-betul dalam pengawasan yang ketat. Kemudian kita perhatikan gejala klinisnya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan antigen PCR. Karena inilah diagnosa pasti,” papar Yuri.

Selanjutnya Gugus Tugas merincikan data positif Covid-19 di Indonesia. Yaitu di Provinsi Aceh enam kasus, Bali 131 kasus, Banten 321 kasus, Bangka Belitung enam kasus, Bengkulu empat kasus, Jogjakarta 67 kasus, DKI Jakarta 2.924 kasus.

Berikutnya di Jambi delapan kasus, Jawa Barat 641 kasus, Jawa Tengah 329 kasus, Jawa Timur 555 kasus, Kalimantan Barat 21 kasus, Kalimantan Timur 54 kasus, Kalimantan Tengah 41 kasus, Kalimantan Selatan 92 kasus, dan Kalimantan Utara 50 kasus.

Kemudian di Kepulauan Riau 79 kasus, Nusa Tenggara Barat 55 kasus, Sumatera Selatan 84 kasus, Sumatera Barat 71 kasus, Sulawesi Utara 20 kasus, Sumatera Utara 79 kasus, dan Sulawesi Tenggara 28 kasus.

Adapun di Sulawesi Selatan 343 kasus, Sulawesi Tengah 24 kasus, Lampung 26 kasus, Riau 30 kasus, Maluku Utara empat kasus, Maluku 17 kasus, Papua Barat lima kasus, Papua 95 kasus, Sulawesi Barat tujuh kasus, Nusa Tenggara Timur satu kasus dan Gorontalo empat kasus. Data tersebut sekaligus menunjukkan ada 12 Provinsi yang tidak mengalami penambahan kasus positif.

Selain tantangan dalam upaya memutus penyebaran virus Corona, hambatan lain yang juga dihadapi masyarakat adalah adanya infodemik seputar Covid-19. Infodemik ini mengarah pada informasi berlebih. Sehingga kemunculannya dapat mengganggu usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut.

Terpisah, pendiri Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Harry Sufehmi mengatakan, saat ini istilah infodemik kini sudah mengglobal. Karena turut memperburuk situasi dan tidak menolong sama sekali.

\"Istilah Infodemik itu sudah mengglobal karena turut memperburuk situasi. Kita saat ini berada di situasi pandemik, wabah global, bukan lokal. Infodemik tidak menolong situasi yang parah ini,” jelas Harry di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (18/4).

Infodemik, lanjutnya, dapat berakibat fatal hingga menyebabkan korban nyawa. Fenomena itu yang sering muncul di tengah masyarakat. Seperti informasi yang tidak benar mengenai salah satu obat penangkal Covid-19 yang membuat masyarakat justru merasa aman dengan adanya obat tersebut. Sehingga mengabaikan anjuran protokol kesehatan.

\"Misalnya informasi mengenai obat, tapi hoaks. Kalau kena, tinggal kasih bawang putih. Padahal sebetulnya itu hoaks. Terus berbagai narasi yang menghasut. Sehingga menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat ,\" ujarnya.

Di sisi lain, Harry menjelaskan sesungguhnya para ulama zaman dahulu telah menyusun Ilmu hadis untuk melawan hoaks. Tatkala saat itu banyak beredar hadist palsu.

Untuk itu, perlu dipahami dasar untuk mendeteksi dan menangkal hoaks adalah melalui apa yang seperti diajarkan oleh hadis melalui ulama dengan dasar sanad dan matan. Yaitu mengetahui asal atau sumber dan bunyi makna dan pemahaman tentang isinya.

\"Dasarnya simpel untuk membantah atau mendeteksi hoaks. Uaitu sanad dan matan. Sanad itu sumber, matan itu konten. Jadi maksudnya, kalau kita dapat berita, sanadnya apa nih. Sumbernya darimana. Kalau cuma forward-an Whatsapp yang nggak jelas sumbernya sama sekali, ya kita anggap hoaks saja sampai terbukti sebaliknya,” tambah Harry.

Kemudian, terkait konten atau isi berita. Masyarakat sebaiknya mengecek apakah konten tersebut ada yang aneh atau tidak. Apabila ada isi berita yang ketika dibaca isinya langsung membangkitkan emosi, marah, gusar atau bahkan, ketakutan, atau berlawanan dengan yang selama ini beredar di media massa, maka harus dicek kebenarannya.

\"Jadi mengetahui hoaks atau bukan itu simpel. Kita sudah diajarkan dari zaman dahulu. Kalau kita umat muslim sudah bisa berpegang ke situ, sebenarnya sudah bisa menghindari hoaks ,\" ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: