Pilkada Disarankan lewat E-Voting

Pilkada Disarankan lewat E-Voting

JAKARTA-KPU RI disarankan bisa menggunakan sistem pemilihan elektronik atau e-voting dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 pada 9 Desember 2020 mendatang. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

“Jika saja Pilkada bisa dilakukan melalui e-voting. Ini sebagai salah satu solusi dalam teknologi pemilihan umum. Karena faktor keamanan kesehatan adalah yang paling utama dalam pelaksanaan Pilkada. E-voting bisa dilakukan pada masa pendemi ini. Perbankan saja bisa memakai protokol keamanan untuk pengiriman uang. Kenapa coblosan tidak bisa dilakukan melalui digital,” kata Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Yanuar di Jakarta, Kamis (4/6).

Dia menilai, KPU masih memiliki waktu menyiapkan infrastruktur digital di daerah yang menjadi zona merah. Hal ini dinilai lebih penting daripada memaksa membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) tapi tidak ada partisipasi pemilih. “Baik pemilih maupun petugas KPPS di lapangan rentan terinfeksi Covid-19. Ini perlu menjadi perhatian serius,\" ucapnya.

Yanuar menilai, tahapan Pilkada tahun 2020 harus memenuhi standar protokol kesehatan. Karena penyebaran Covid-19 belum mereda di seluruh wilayah Indonesia. Dia menilai tahapan Pilkada 2020 harus dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Sehingga, KPU disarankan dapat bersinergis dengan stakeholder lainnya membahas penyelenggaraan Pilkada sesuai dengan protokol kesehatan. “Ada tahapan Pilkada seperti rekap pemilih, pendaftaran, kampanye, pencoblosan hingga rekap suara yang bisa digunakan dengan digital,” paparnya.

Ketua DPP PKB itu menilai, pelaksanaan Pilkada terutama masa kampanye dan pencoblosan harus mengikuti standar protokol Covid-19. “Jangan sampai Pilkada menjadi momentum baru penyebaran Covid-19,” tukasnya.

Dua menjelaskan, tahapan Pilkada yang mengumpulkan banyak orang menjadi risiko penyebaran corona. Sehingga KPU harus mengatur pola kegiatan yang dapat dilakukan pasangan peserta Pilkada. “Sedangkan bagi calon dan tim suksesnya dituntut agar kreatif dalam menciptakan acara atau pola kampanye kreatif. KPU diminta segera menciptakan aturan main kampanye di saat pendemi. Selain itu, calon dan tim suksesnya juga harus kreatif dalam membuat acara dan penyebaran informasi kepada warga,\" ucapnya.

Menurutnya, para calon peserta Pilkada juga dapat melakukan kegiatan kampanye door to door. Dia menilai hal ini lebih efektif dibanding pengumpulan warga di lapangan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi mengatakan, pihaknya bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu sudah menyetujui penyesuaian kebutuhan tambahan barang dan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2020. “Terkait penyesuaian kebutuhan tambahan barang atau anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri RI, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI setuju. Hal ini dapat dipenuhi melalui sumber anggaran APBN dengan memperhatikan kemampuan APBD masing-masing daerah,” kata Arwani.

Dia menjelaskan, sebagian anggota Komisi II DPR mengusulkan agar penyesuaian penambahan anggaran tersebut untuk memenuhi standar protokol Covid-19 diambil dari APBN. Namun, pemerintah berpendapat bahwa dalam UU disebutkan anggaran penyelenggaraan Pilkada diambil dari APBD dan bisa melalui APBN.

“Akhirnya disepakati titik temunya adalah penambahan anggaran tersebut harus memperhatikan kemampuan APBD masing-masing daerah. Daerah-daerah yang memang mampu, tetap mengggunakan APBD. Kalau ada yang tidak mampu, jangan dipaksa. Sehingga bisa dibantu APBN,\" ucapnya.

Selain itu, disepakati penetapan jumlah pemilih di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) maksimal sebanyak 500 pemilih per-TPS. “Komisi II DPR juga meminta KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI untuk melakukan restrukturisasi terhadap anggaran yang dialokasikan untuk setiap tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2020,” ujarnya. (rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: