Setop Mempekerjakan Anak
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menargetkan penarikan pekerja anak untuk tahun 2020 sebanyak 9 ribu orang.
Menteri Ketenagkerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan bahwa pada masa pandemi Covid-19 ini berencana menghapus pekerja anak dengan melakukan penarikan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk.
\"Saya ingin kembali mengajak dan memperkuat komitmen bersama untuk membebaskan anak-anak kita dari belenggu pekerjaan yang belum menjadi tanggung jawab mereka,\" kata Ida, Sabtu (13/6).
Berdasarkan data Susenas 2018, jumlah pekerja anak yang telah ditarik dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak sejak tahun 2008 sampai saat ini adalah sebanyak 134.456 orang, dari jumlah pekerja anak yang ada sebanyak 1.709.712 anak.
\"Dalam mewujudkan penghapusan pekerja anak harus dilakukan secara bersama-sama, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, serikat pekerja/buruh, pengusaha, untuk bersama-sama melakukan upaya penanggulangan pekerja anak,\" terangnya.
Ida menegaskan, Indonesia memiliki komitmen besar dalam menghapus pekerja anak. Wujud komitmen tersebut ditandai dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999.
\"Serta memasukkan substansi teknis yang ada dalam Konvensi ILO tersebut dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan,\" ujarnya.
Namun pada kenyataannya, kata Ida, tidak semua anak Indonesia mempunyai kesempatan untuk memperoleh hak-hak mereka secara penuh, serta menikmati kesempatan kebutuhan mereka khas sebagai anak. Terutama anak-anak yang terlahir dari keluarga miskin atau rumah tangga sangat miskin.
\"Ketidakberdayaan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak-anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan atau bahkan terjerumus dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk,\" katanya.
Terlebih lagi, Ida melihat, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini anak-anak juga merupakan kelompok yang terdampak. Yang pada akhirnya memaksa anak-anak ambil bagian untuk membantu perekonomian keluarganya.
\"Ini harus dihentikan. Biarkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal dari segi fisik, mental, sosial dan intelektualnya semua untuk kepentingan terbaik untuk anak,\" tegasnya.
Pada masa pandemi Covid-19 telah mengakibatkan hilangnya pendapatan rumah tangga dan meningkatkan potensi anak-anak dalam kegiatan ekonomi. Bahkan, lebih banyak anak yang terjebak dalam pekerjaan yang eksploitatif dan berbahaya.
\"Mereka yang sudah bekerja mungkin akan mengalami jam kerja yang panjang dan kondisi kerja yang memburuk,\" kata Direktur ILO Jakarta dan Timor Leste, Michiko Miyamoto.
Michiko menyatakan, belajar dari krisis-krisis sebelumnya, pekerja anak telah mewariskan kemiskinan antar-generasi, mengancam ekonomi negara-negara dan mengabaikan hak-hak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: