Dapat 3 i

Dapat 3 i

Melewati Nganjuk. Alangkah tepatnya kalau ada kawasan industri di dekat jalan tol itu.

Ia tetapkan lokasi kawasan industri itu. Perizinannya harus cepat. Penyiapannya harus lekas. Harga tanah di Nganjuk masih lebih murah dari wilayah di sekitar Surabaya.

Jarak ke pelabuhan Tanjung Perak juga kurang dari 2 jam - -berkat jalan tol. Dalam waktu setahun kawasan itu sudah jadi.

Seperti afdruk kilat. Kini sudah lebih 60 perusahaan masuk kawasan industri itu.

Novi juga membangun “lumbung RW”. Setiap ketua RT menjadi pimpinan unit bisnis untuk warganya. Khususnya petani.

Di setiap RW selalu ditemukan rumah kosong. Yang ditinggal generasi anak-cucu ke kota. Rumah kosong itu dijadikan gudang. Disewa. Petani satu kampung menyerahkan gabah ke pak RW. Untuk disimpan di gudang tadi.

Pak RW-lah yang mengolahnya menjadi besar. Lalu menjualnya. Setelah laku Pak RW membayar ke petani. Dengan harga 10 persen lebih tinggi dari harga pasar. Petani memperoleh harga lebih baik. Saya belum mau menulis soal ini secara lengkap.

Jangan dulu dipercaya. Saya (atau wartawan DIs Way) harus lebih dulu menelusuri sendiri tingkat keberhasilannya. Dalam waktu dekat.

Rasanya Nganjuk akan bisa seperti Banyuwangi --yang majunya cepat sekali. Novi punya potensi menjadi Azwar Anas --Bupati Banyuwangi yang sukses itu. Dua-duanya santri NU. Sama-sama pula dicalonlan oleh PDI-Perjuangan. Sama-sama mudanya. Hanya Novi lebih kaya harta. Anas lebih kaya pengalaman politik.

Dalam hidupnya Novi tidak pernah masuk organisasi. Waktu masih pelajar atau mahasiswa pun tidak ikut IPNU atau PMII. Selepas SMPN 1 Nganjuk Novi diminta ibunya melanjutkan ke pondok. Novi pun masuk Darul Ulum, Peterongan, Jombang.

Di “Pondok Bintang Sembilan” itu tidak hanya ada madrasah. Ada juga SMA Unggulan. Yakni SMA proyek BPPT-nya Prof BJ Habibie. Ke situlah Novi sekolah. Yang kalau tamat bisa langsung ke Institut Teknologi Indonesia.

Waktu kelas 2 SMA itu ruang kelasnya di lantai atas. Lantai bawah digunakan untuk SMP. Setiap kali turun dari lantai atas matanya terantuk pandang mata seorang siswi SMP di lantai bawah. Jatuh cinta.

Seorang temannya menjadi kurir surat-menyuratnya dengan siswi SMP asli Jakarta itu. Pakai cara lama: lewat pertukaran buku pelajaran --yang berisi surat cinta. “Waktu menunggu buku pelajaran berisi surat cinta itu berdebarnya bukan main,” ujar Novi mengenang.

Surat-surat cinta itu ia simpan sampai sekarang. Ia taruh di brankas uang. Dikunci mati dengan kunci rahasia kombinasi.

Itulah cinta pertama dan terakhirnya. Mereka kawin setelah si siswi tamat SMA --dan Novi belum lulus sarjana ekonomi di Universitas Brawijaya. Ia tidak jadi masuk ITI karena sudah mulai berbisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: