JAKARTA, RADARCIREBON.COM - 12 pelanggaran HAM Berat yang diakui oleh negara, simak di sini daftarnya.
Pelanggaran HAM berat yang diakui oleh negara terungkap dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi mengatakan, telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia atau HAM yang tergolong berat dalam sejumlah peristiwa di Indonesia.
Presiden kemudian mengatakan, dirinya sebagai kepala negara mengakui adanya pelanggaran HAM berat tersebut.
Itu dikatakan setelah Jokowi menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM).
Sebelumnya, tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 17 Tahun 2022.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” demikian dikatakan Presiden Jokowi dilansir dari JPNN.
Pelanggaran HAM berat di Indonesia terjadi dalam sejumlah peristiwa dalam rentang waktu yang cukup panjang. Yaitu, sejak tahun 1966 hingga 2003.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan bahwa dirinya sebagai kepala negara menyesali terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di sejumlah peristiwa tersebut.
Nah, berikut ini adalah 12 peristiwa yang tergolong pelanggaran HAM berat di Indonesia :
- Peristiwa 1965-1966;
- Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
- Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989;
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998;
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998;
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999;
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;
- Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999;
- Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002;
- Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan
- Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
BACA JUGA:Mantap! Pentolan The JakMania Mesra dengan Bobotoh di Bandung Sebelum Persib vs Perija
BACA JUGA:SIAP BERLAGA! Peserta Energen Champion SAC National Championship Tiba di Jakarta Hari Ini
Atas terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, bahwa dirinya bersimpati serta empati yang mendalam terhadap para korban dan keluarga korban.
“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” katanya.