Di bulan Desember 2020 Palestinian Airlines dilikuidasi oleh Palestinan Autority karena pesimis akan masa depan maskapai dan situasi kondisi hubungan Palestina - Israel.
Selain Boeing 727 dan Fokker 50, Palestinian Airlines juga sempat memesan pesawat Bombardier Dash-8-300 dan Bombardier CRJ.
Namun untuk tipe CRJ terkena masalah kontrak pembelian dan pembayaran sebelum bisa beroperasi.
Sama seperti bandara Gaza, simbol harapan kemerdekaan dan kedaulatan penerbangan Palestina ini juga akhirnya punah.
BACA JUGA:Waduk Darma Bakal Dilintasi Jalan Tol Kuningan? Bupati Kuningan Khawatir
Namun berbeda dengan bandara Gaza, Palestinian Airlines tidak hanya lahir dari sebuah harapan perdamaian.
Tetapi meskipun tanah airnya bergejolak dan dunia terguncang pandemi Covid-19, ia tetap beroperasi dan bertahan hidup demi membawa bendera Palestina terus mengangkasa hingga titik akhir.
Sementara konflik antara Palestina dan Israel justru tidak kunjung berhenti, bahkan eskalasi meningkat pasca serangan Hamas sejak 7 Oktober 2023.
Pertempuran sengit terjadi di Jalur Gaza berikut serangan bertubi-tubi dilakukan oleh Israel dengan dalih mengincar infrastruktur penting Hamas.
Israel menyebut penyerangan tersebut dengan Operasi Pedang Besi. Sementara Hamas mengusung Operasi Badai Al Aqsa.
Tahukah anda bahwa selain memiliki Bandara, Palestina juga sempat memiliki airline?
— Gerry Soejatman (@GerryS) October 12, 2023
Palestinian Airlines, maskapai harapan kedaulatan dan kemerdekaan, yang terusir dan akhirnya punah.
Berbeda dengan Gaza Airport yang didirikan setelah Oslo Agreement II (Taba Agreement) di… pic.twitter.com/kxQPjGBl1E
Tentu saja perang yang terus menerus membuat situasi menjadi tidak menguntungkan untuk dunia penerbangan.
Termasuk Palestinian Airlines dan Gaza Airport yang pada akhirnya harus tumbang dan tinggal menjadi sejarah.