Oleh karena itu, pihaknya kemudian melakukan inovasi teknologi terowongan yang menggunakan metode New Austrian Tunneling Metode (NATM) atau penggalian bertahap.
"Metode ini paling baik untuk kondisi material yang akan digali. Apalagi di Tol Cisumdawu material yang digali adalah material vulkanik," katanya.
Kepala BGTS Ditjen Bina Marga PUPR tersebut menjelaskan bahwa material vulkanik sangat mudah runtuh ketika tercampur dengan air.
BACA JUGA:Update Gempa Sumedang, 331 Pasien Rumah Sakit Dievakuasi dan Soal Twin Tunnel Cisumdawu
Kendati sudah menggunakan metoda yang tepat, tetapi membangun terowongan di area tersebut juga tidak mudah.
Sebab, ada faktor ketidakstabilan lereng. Sehingga harus dilakukan penguatan tanah dengan forepoling.
Sistem ini adalah memasukan pipa ke dalam tanah yang digali membentuk setengah lingkaran.
Kemudian setelah itu, dilakukan pengisian dengan grouting atau pengisi beton. Sehingga menjadi struktur yang kuat.
BACA JUGA:Bidan Cantik Asal Sumedang Pendukung Anies Baswedan Mengaku Diteror dan Diancam
Lebih lanjut lagi Fahmi menjelaskan alasan terowongan Tol Cisumdawu tersebut kemudian dibuat dua jalur atau kembar.
Menurutnya, pembuatan terowongan kembar ini didasarkan pada aspek kekuatan.
Sebab, Tol Cisumdawu memiliki 6 lajur yakni 3 ke arah Bandung dan 3 ke arah Cirebon. Bila hanya dibangun 1 terowongan, tentu akan rentan terjadi keruntuhan.
Membangun 2 terowongan dengan bentangan tertentu, secara struktur jauh lebih kuat baik saat pelaksanaan konstruksi maupun setelahnya.
BACA JUGA:Dukung Afrika Selatan, Komisi I DPR RI Desak Indonesia Tuntut Israel ke Pengadilan Internasional
Fahmi mengungkapkan, terowongan kembar atau twin tunnel Tol Cisumdawu didesain untuk bertahan selama 100 tahun lamanya.
Demikian cerita mitos terkait kuburan di atas terowongan kembar Tol Cisumdawu. (*)