CIREBON, RADARCIREBON.COM - Perkembangan ekonomi dan bisnis, terutama bisnis properti yang cukup masif di Cirebon berdampak terhadap resiko kebakaran yang juga meningkat.
Terlebih, dengan semakin padatnya pemukiman penduduk, setiap pelaku usaha dan pengelola gedung diharapkan dapat menerapkan standarisasi keselamatan kebakaran serta mengantongi surat layak fungsi atau SLF.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2021 tentang bangunan gedung, maka setiap gedung selain harus memiliki ijin mendirikan bangunan (IMB) juga harus memiliki SLF. Di mana SLF ini memiliki banyak kategori, seperti standarisasi instalasi listrik hingga standarisasi penanganan kondisi kedaruratan.
Kepala Seksi Kesiapsiagaan, Operasi, dan Penyelamatan Kebakaran di Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Cirebon, Nurjaman menuturkan bahwa selama tahun 2023, setidaknya ada 90 peristiwa kebakaran di Kota Cirebon. Dari angka tersebut, sebagian besar terjadi pada lahan kosong.
BACA JUGA:Harlah Ke-78 Muslimat NU, Pagi-pagi Presiden Jokowi Disambut Ratusan Ribu Emak-emak Berkostum Serba Hijau
Kendati begitu, terdapat pula peristiwa kebakaran yang terjadi di area pertokoan dan juga pemukiman penduduk. Sebagian besar disebabkan oleh kelalaian dan juga hubungan arus pendek listrik.
Nah, terkait dengan potensi kebakaran di tempat tempat publik, pihaknya mengimbau kepada para pelaku usaha pengelola gedung untuk mematuhi standarisasi instalasi listrik hingga standarisasi penanganan kondisi kedaruratan. Hal ini menyikapi terjadinya kebakaran di tempat Karaoke di Kota Tegal yang menewaskan 6 orang LC (Lady Companion), beberapa waktu lalu.
Menurut Nurjaman, ada beberapa aspek yang perlu dipenuhi dan dipatuhi oleh para pelaku usaha dan pengelola gedung terkait sistem proteksi bahaya kebakaran. Yakni, sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif dan manajemen kebakaran.
Sistem proteksi pasif meliputi pengaturan komponen arsitektur dan struktur bangunan, akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan. Lalu, sistem proteksi aktif meliputi sistem pemadam kebakaran, sisten deteksi, alarm kebakaran dan sistem komunikasi, pengendalian asap kebakaran dan pusat pengendali kebakaran.
BACA JUGA:Pj Walikota Ingatkan TPS Rawan Banjir
Adapun manajemen kebakaran meliputi pertimbangan fungsi, klasifikasi, luas hingga kapasitas pengunjung.
"Ada beberapa pelaku usaha dan pengelola gedung yang taat. Tapi ada juga yang masih belum (memenuhi standar). Ini tugas kita juga sebagai inspektur kebakaran," ungkapnya.
Nurjaman menambahkan bahwa penanganan kebakaran oleh petugas Pemadam Kebakaran Kota Cirebon sendiri sejauh ini berjalan dengan cukup baik. Hanya saja, jika dalam beberapa kali peristiwa, pihaknya kerap menemui kesulitan untuk memadamkan api disebabkan minimnya akses mobil pemadam.
"Di beberapa kampung, jalan masuknya terlalu kecil, diperparah dengan perilaku warga yang membangun pondasi yang sejajar dan mepet dengan jalan. Kemudian, banyaknya portal mati di kompleks perumahan juga membuat mobilitas mita terbatas," ungkapnya.
BACA JUGA:RSD Gunung Jati Hadirkan Layanan Neurologi Intervensi
"Sementara untuk di ketinggian, peralatan kita hanya sampai di ketinggian 26 meter. Jadi untuk gedung yang tingginya di atas itu, kemampuan peralatan kita belum disupport," pungkasnya. (awr)