JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Akibat tingginya angka penyidap Tuberkulosis selama kuruan waktu 2022-2023,Indonesia bertekad mengeliminasi kasus tersebut.
Caranya yakni dengan melacak, menemukan, dan mengobati pasien Tuberkulosis di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, lebih dari 724.000 kasus Tuberkulosis baru ditemukan pada 2022.
Deteksi Tuberculosis mirip dengan deteksi Covid-19, yakni jika tidak dites, dideteksi, dan dilaporkan maka angkanya terlihat rendah sehingga terjadi under reporting, yang mengakibatkan pengidap Tuberkulosis berkeliaran dan berpotensi menularkan karena tidak diobati.
BACA JUGA:Jelang Ramadan dan Idul Fitri, Pemerintah Pastikan Stok Bahan Pangan Cukup
BACA JUGA:Jelang Laga Persib Bandung vs PSIS, Orang Mabuk Dilarang Nonton di SJH
“Sebelum pandemi, penemuan kasus Tuberkulosis hanya mencapai 40-45 persen dari estimasi kasus. Jadi, masih banyak kasus yang belum ditemukan atau juga belum dilaporkan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi di Jakarta, dalam keterangan resmi Kemenkes.
Jika lebih banyak lagi yang terdeteksi maka potensi pengidap dapat disembuhkan akan meningkat dan daya tular dapat ditekan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) dr. Imran Pambudi memaparkan upaya peningkatan deteksi dini dan perluasan layanan Tuberkulosis yang berkualitas.
Tujuannya, agar pengidap Tuberkulosis yang ditemukan lebih cepat diobati sehingga peluang kesembuhan meningkat.
Kemenkes melakukan upaya pendekatan public-private mix (PPM).
BACA JUGA:Peduli Bencana Angin Puting Beliung di Sumedang, Pertamina Patra Niaga Regional JBB Salurkan Bantuan
Pertama, pelibatan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), baik pemerintah maupun swasta secara umum di 34 provinsi, khususnya di 19 provinsi prioritas PPM.
“Kegiatan pelibatan menyasar kepada rumah sakit (RS), klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) dalam program Tuberkulosis,” papar Imran.
Kegiatannya mencakup advokasi dan in-house training menyediakan jejaring akses pemeriksaan laboratorium, yakn Tes Cepat Molekuler/TCM dan mikroskopis, dan logistik seperti obat melalui OAT (Obat Anti Tuberkulosis) program dan Bahan Habis Pakai (BHP), termasuk katrid, pot dahak dan lainnya, kepada fasyankes.