JAKARTA, RADARCIREBON.COM – Gempa bumi yang mengguncang lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki, di Jepang Selatan atau zona Nankai Harus menjadi perhatian dunia, terutama Indonesia.
Pasalnya, gempa bumi yang berkuatan 7,1 magnitudo ini masuk kategori gempa megathrust.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, megathrust Nankai adalah salah satu zona seismic gap atau zona sumber gempa potensial tetapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir dan diduga saat ini sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan atau stres kerak bumi.
BACA JUGA:Partai Golkar Tetap Mengusung Dedi Mulyadi di Pilkada Jawa Barat Meski Airlangga Hartarto Mundur
BACA JUGA:Kakorlantas Cek Kesiapan Personel dan Kendaraan Lalu Lintas Jelang HUT RI ke-79 di IKN
BACA JUGA:Keberhasilan Pilkada Jabar 2024, Pj Gubernur Jabar: Kuncinya Soliditas
Dia melanjutkan, kekhawatiran terjadinya gempa yang disampaikan para ahli Jepang tersebut dia nilai wajar.
Hal tersebut akan terjadi gempa dahsyat yang tidak saja berdampak merusak tetapi juga memicu tsunami.
"Jika gempa dahsyat di megathrust Nankai tersebut benar-benar terjadi dan menimbulkan tsunami maka hal ini perlu kita waspadai, karena tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia," katanya, Senin 12 Agustus 2024.
Walau begitu, dia menegaskan, gempa besar di megathrust Nankai tersebut tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia karena jaraknya yang sangat jauh, dan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem Tunjaman Nankai.
BACA JUGA:Mengenang Jasa Pahlawan, Suhendrik Ziarah ke Tokoh Cirebon Sunaryo HW
BACA JUGA:Tim Wasev TNI AD Tinjau Progres TMMD ke-121 di Kabupaten Cirebon
Tapi, kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap seismic gap megathrust Selat Sunda 8,7 magnitudo dan megathrust Mentawai-Suberut 8,9 magnitudo.
BMKG menilai rilis gempa di kedua segmen megathrust tersebut dapat dikategorikan tinggal menunggu waktu karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.
Untuk itu BMKG terus memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis pelabuhan dan bandara pantai yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan pembentukan masyarakat siaga tsunami (tsunami ready community).
BACA JUGA:Awal Produksi Terbatas, Kini Jadi jadi Bakery Favorit di Sumenep, Manfaat KUR
BACA JUGA:Bandul Stang Sepeda Motor, Si Kecil yang Banyak Fungsinya
BACA JUGA:Petani Indramayu Meninggal Kesetrum 'Tikus Berlistrik'
"Kami berharap upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," ujarnya.
Walau begitu, Daryono memastikan masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, prosesing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.
BACA JUGA:Istri Acep Purnama Total Dukung Ridho Suganda di Pilkada Kuningan 2024
BACA JUGA:Sosok Baru Calon Bupati Majalengka 2024 Mulai Banjir Dukungan
BMKG memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang dapat digunakan untuk segera meyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia, termasuk memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai Jepang dan sekitarnya secara realtime. (*)