BACA JUGA:Kalahkan Nepal 9-0, Timnas Indonesia Melanjutkan ke Final Amputee Football Asian Championship 2025
Sementara itu, Marzuki Ahal selaku pembina sepak bola Api mengatakan, bahwa tradisi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga memiliki nilai sejarah yang erat kaitannya dengan perjuangan melawan penjajah Belanda.
"Kegiatan ini untuk menyambut bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah, sekaligus melestarikan budaya orang dulu saat melawan Belanda. Dulu itu menggunakan batu, kemudian api sebelum diterjunkan ke medan perang. Permainan ini sudah dilakukan sejak zaman Belanda, terutama di lingkungan pesantren," katanya.
Ia juga menyebutkan, bahwa sebelum mengikuti tradisi ini, para santri menjalani ritual khusus, termasuk puasa selama 21 hari.
"Sebelum acara, mereka wajib melaksanakan puasa Tarkhuruh, saat sahur dan berbuka tidak boleh mengonsumsi makanan yang memiliki ruh," sebutnya.