Anak Korban Sodomi di JIS Bisa Bertambah

Kamis 17-04-2014,09:15 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

*Dua Petugas Kebersihan Jadi Tersangka Baru JAKARTA - Polisi harus berpacu dengan waktu untuk mengungkap secepatnya kasus kekerasan seksual sodomi yang dialami MAK alias MAR (6), anak Taman Kanak-Kanak (TK) Jakarta International School (JIS). Kasus yang mencuat ke publik sejak Selasa (15/4) itu kini disorot masyarakat, khususnya para ibu yang memiliki anak balita. Bukan hanya tempat kejadian perkara (TKP) yang di luar dugaan, yakni terjadi di sekolah internasional dengan fasilitas terbaik dan keamanan ketat, profil pelaku dan korban yang dipilih sangat mengejutkan. Kasus sodomi terhadap anak TK di JIS itu mengungkap ancaman baru. Yakni, pelaku pedofilia kini tidak hanya mengincar anak perempuan, namun juga bocah laki-laki. Para pelaku pun diduga tidak sendirian, namun keroyokan dan dibantu teman-teman terdekat. Perkembangan terbaru berdasar hasil penyidikan juga tidak kalah mengagetkan. Ada kemungkinan korban sodomi bukan hanya MAR. Diduga, masih ada korban lain, bahkan muncul kabar hingga empat murid. Dikonfirmasi tentang hal tersebut, Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Rikwanto tidak membantah dengan tegas. Dia justru mengimbau setiap orang tua siswa di JIS untuk memeriksakan dan mengecek secara medis anak masing-masing. Tes dalam bentuk tes darah serta tes lainnya itu ditujukan untuk memastikan apakah ada gejala sakit yang sama seperti yang dialami MAR. Selain itu, orang tua diharapkan memperhatikan gejala-gejala korban sodomi seperti yang terjadi pada korban MAR waktu itu. Yakni, korban merasa takut ketika hendak ke toilet sekolah. Jika ada perilaku dan tingkah siswa yang mirip dengan perilaku korban seperti itu, penyidik mengimbau orang tua segera melapor. \"Kalau memang memiliki gejala yang sama, diharapkan segera melapor ke polisi,\" tegas Rikwanto. Sementara itu, T, orang tua MAR, mengungkapkan, pelecehan yang menimpa anak pertamanya itu terjadi pada pertengahan Maret 2014. Saat itu T mendapati perilaku anaknya yang janggal. MAR tampak selalu berusaha buang air kecil sebelum berangkat sekolah. Dia juga sering mengompol dan mengigau ketika tidur. Namun, saat ditanya, MAR enggan menceritakan penyebabnya. \"Belakangan, korban tidak ingin kembali ke sekolah,\" ungkap T kepada media di Jakarta kemarin. Pada 21 Maret, MAR akhirnya mengaku pernah disodomi petugas cleaning service sekolah. Perbuatan bejat itu dilakukan awal Maret di toilet sekolah. Waktu itu MAR bermaksud kencing di toilet. Karena terburu-buru, air kencing MAR berceceran di lantai toilet.Saat itulah tiba-tiba seorang perempuan membekapnya dari belakang. MAR diancam dengan pisau agar tidak berteriak dan melawan. Pada saat bersamaan, datang empat pria yang memaksa untuk menyodomi MAR. Mendengar pengakuan tersebut, T membawa anaknya ke rumah sakit untuk divisum. Hasilnya, terdapat luka memar di anus korban yang diduga karena benda tumpul. T kemudian melaporkan kejadian itu kepada sekolah dan polisi. Dia juga memindahkan anaknya dari JIS. \"Kami sudah menyerahkan proses ini kepada polisi. Namun, kami berharap penyidik segera menangkap pelaku yang lain,\" ujar perempuan asli Surabaya yang bersuami warga Belanda itu. T kini mendesak kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut dengan menangkap otak pelaku, termasuk pelaku yang menularkan penyakit herpes kepada putra sulungnya itu. \"Saya hanya ingin semua pelaku yang terlibat ditangkap, termasuk yang menularkan herpes kepada anak saya. Sebab, sampai saat ini, yang ditangkap itu tidak berpenyakit herpes. Hanya, bakteri di kemaluan tersangka itu identik dengan bakteri di anus anak saya,\" ungkap T. Bagaimana respons polisi? Kemarin penyidik Polda Metro Jaya menetapkan dua tersangka baru. Hal itu dilakukan setelah penyidik memeriksa sembilan saksi. Dua orang itu adalah Agun dan Firziawan alias Wawan. Keduanya merupakan petugas cleaning service di JSS yang dipasok perusahaan penyedia tenaga outsourcing PT ISS Indonesia. Selain intensif menyidik keduanya di Polda Metro Jaya, penyidik memeriksa kesehatan dan pisikologis mereka di RS Kramat Jati, Jakarta Timur. \"Dari hasil laboratorium, kami menemukan bukti yang kuat untuk meningkatkan status keduanya menjadi tersangka,\" ujar Rikwanto di Mapolda Metro Jaya kemarin (16/4). Menurut dia, penyidikan kasus tersebut berlangsung sejak 4 April. Sebelum Agun dan Wawan, polisi menetapkan tiga tersangka. Yakni, Zainal, Anwar, dan Afriska. Ketiganya juga merupakan karyawan PT ISS. Namun, tidak seperti Agun dan Wawan yang langsung ditahan, Zainal dan Anwar masih diperiksa intensif. Bahkan, Afriska kemarin dilepas karena polisi tidak punya bukti kuat untuk menahan perempuan tersebut. Dari penyelidikan awal diketahui, Afriska hanya sempat bertemu korban setelah disodomi. Saat itu korban menangis. Ketika ditanya Afriska, korban diam saja sambil berlari menuju ruang kelas. Menurut Rikwanto, dua tersangka, yakni Agun dan Wawan, akan dijerat pasal 82 UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara. Dari penuturan beberapa wali murid dan sumber internal JSS kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin, diketahui bahwa kompleks JIS sebetulnya dijaga ketat. Selain puluhan anggota satpam, ada sekitar 400 kamera CCTV di berbagai sudut dan lorong sekolah tersebut. Sayangnya, tidak ada satu pun kamera CCTV yang dipasang di lorong menuju toilet siswa. Karena itu, penyidik tidak menemukan gambar tersangka ketika beraksi dan korban yang menangis. Sementara itu, dari penelusuran data diketahui, JIS merupakan sekolah internasional swasta terkemuka di Indonesia yang didirikan pada 1951. Sekolah internasional terbesar di Indonesia tersebut terdiri atas TK, sekolah dasar, dan menengah. Murid JIS tercatat mencapai 2.400 siswa yang berasal dari 60 negara. JIS sengaja didirikan untuk anak-anak ekspatriat yang tinggal di Jakarta. Karena itu, sekolah pimpinan Timothy Carr tersebut juga mengadopsi kurikulum model luar negeri, yaitu Amerika Utara. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menyatakan JIS sebagai sekolah dengan sistem kurikulum yang bagus dalam mempersiapkan siswa masuk universitas di AS. Sistem keamanan JIS terkenal sangat ketat. Tidak mudah untuk keluar masuk JIS seperti sekolah lain pada umumnya. JIS juga telah menerapkan confession on the right of the child versi United Nation dalam sistem keamanan sekolah. Dalam penerapan tersebut, JIS berkomitmen memberikan lingkungan yang aman kepada seluruh anak didiknya untuk berkembang tanpa memandang latar belakang anak didik itu. JIS juga menerapkan moto: sekolah merupakan rumah kedua bagi para siswa. Siswa diperbolehkan main ke mana saja, termasuk ke toilet sendiri tanpa diantar. Keluarga siswa juga tidak diperbolehkan masuk ke kompleks sekolah yang kebanyakan siswanya merupakan warga negara asing itu. Atas peristiwa memilukan di sekolahnya, Kepala JIS Tim Carr mendatangi kantor Kemendikbud kemarin. Dia datang untuk memberikan penjelasan kepada Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kemendikbud Lydia Freyani Hawadi terkait dengan peristiwa sodomi di sekolahnya. Setelah pertemuan, Carr mengadakan jumpa pers singkat tanpa tanya jawab. Dia menyatakan prihatin atas insiden tersebut. Dia pun berjanji bekerja sama dengan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah itu. \"Kami akan terus bekerja sama secara erat dengan Kementerian Pendidikan, kepolisian, dan institusi pemerintahan lainnya demi tercapainya jalan keluar yang terbaik,\" katanya. Tidak ada komentar lanjutan dari Carr soal masalah tersebut. Dia juga tidak berkenan menjawab pertanyaan para wartawan. Pertemuan di Kemendikbud kemarin mengungkap fakta lain selain kasus sodomi yang menjadi sorotan. Muncul fakta baru bahwa TK JIS ternyata tidak memiliki izin. Dirjen PAUD Lydia Freyani Hawad menyatakan, selama ini JIS hanya memiliki izin sekolah dasar (SD) hingga SMA. Kemendikbud sudah menegur pengoperasian TK atau setara PAUD di sekolah tersebut. Bahkan, sejak Januari lalu JIS diminta menyiapkan berkas perizinan untuk membuka TK. \"Alasan mereka, SD dan TK itu sama. Padahal, beda kan?\" ujarnya. Lydia pun tidak mengetahui alasan JIS yang hingga kini belum menyerahkan berkas perizinan TK. Dengan adanya kasus sodomi di sekolah tersebut, pihaknya akan mendesak JIS menyerahkan berkas perizinan itu. Jika tidak, Kemendikbud tidak akan segan menutup kegiatan belajar-mengajar di TK tersebut. Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menegaskan akan mengirimkan tim investigasi terkait dengan kasus sodomi terhadap anak TK JIS tersebut. \"Kami sangat sedih dan menyesalkan kejadian tersebut,\" katanya saat ditemui di gedung A Kemendikbud kemarin. Dia menilai, kualitas sekolah internasional di Indonesia sudah relatif bagus, baik fasilitas pendidikan maupun kualitas para gurunya. Namun, Kemendikbud tetap mengawasi kegiatan belajar-mengajar di semua sekolah, termasuk sekolah internasional. Nuh menyatakan, sekolah tidak hanya bertugas menjalankan belajar-mengajar, melainkan juga harus bisa memberikan perlindungan dan rasa aman kepada peserta didik dan pendidik serta tenaga kependidikan. (agu/fai/mia/c5/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait