BACA JUGA:Agus Sukmanjaya: Hasil Rapat Sepakat Nama Kejaksan Tetap Muncul di Stasiun Cirebon
Bagi Umar, political branding tersebut dapat memberikan sugesti. Sehingga ketika orang datang ke Cirebon yang ada dipikirannya hanya BT Batik Trusmi.
"Perspektif kami sebagai wakil rakyat adalah memberikan perlindungan seutuhnya kepada masyarakat," tandasnya.
Silang pendapat tersebut, kemudian terus memanas. Pada akhirnya, owner BT Batik Trusmi, Ibnu memilih untuk walk out dari ruang sidang.
Kondisi tersebut tidak lepas dari tuntutan Gerakan Rakyat Cirebon (GRC) yang meminta agar Ibnu Rianto untuk meminta maaf di media sosial.
BACA JUGA:Soal Penundaan Identitas Baru Stasiun Cirebon, M Noupel: Jangan Hilangkan Kata Kejaksan-nya
Permintaan maaf tersebut tidak lepas dari pernyataan Ibnu yang menyatakan bahwa batalnya naming rights tersebut tidak lepas dari intervensi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon.
Wakil Ketua DPRD, Harry Saputra Gani kemudian meminta agar peserta rapat dengar pendapat untuk menurunkan tensi.
Sebab, hal tersebut bisa berdampak tidak baik. Padahal apa yang ingin disampaikan justru bermaksud positif.
"Sekali lagi mohon teman-teman di sini agar kita masih punya adab. Tolong, tolong, kita yang punya niat betul. Tolong hari ini rekan-rekan yang di sini bisa kembali turun tensinya lagi," tuturnya.
Pasca aksi walk out tersebut, rapat dengar pendapat dilanjutkan namun tanpa pihak BT Batik Trusmi.
Peserta rapat yang tersisa di ruangan menyisakan anggota DPRD Kota Cirebon, GRC, pemerhati sejarah, akademisi dan PT KAI.
Kepala PT KAI Daop III Cirebon, Mohamad Arie Fathurrokhman mengungkapkan bahwa arahan dari pimpinan pusat adalah ditinjau ulang.
"Pada prinsipnya ini masih dalam kajian ulang. Hasil RDP ini bahwa ada dinamika, keputusan kantor pusat mengkaji ulang adalah hal yang tepat," tuturnya.