Kestabilan Hᴠ ini menunjukkan bahwa aktivitas kometari 3I/ATLAS lemah namun konsisten, tanpa adanya peningkatan kecerahan mendadak. Hal ini menandakan sublimasi gas dan pelepasan debu berintensitas rendah, cukup untuk membentuk koma tipis tanpa fluktuasi besar. Sebagai perbandingan, 2I/Borisov (ditampilkan dengan lingkaran kosong) menunjukkan kecerahan lebih tinggi dan variasi yang lebih besar pada jarak yang sama, menandakan aktivitas yang jauh lebih kuat.
Dengan demikian, 3I/ATLAS kemungkinan merupakan komet tua antar bintang yang telah kehilangan sebagian besar volatilenya, menunjukkan aktivitas sisa yang stabil dan teredam akibat penuaan termal serta paparan radiasi kosmik selama perjalanan panjang di ruang antarbintang.
Sumber: Seligman, Darryl Z., et al. "Discovery and preliminary characterization of a third interstellar object: 3I/ATLAS." The Astrophysical Journal Letters 989.2 (2025): L36.
Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa spektrum pantulan cahaya (reflectance spectrum) 3I/ATLAS menunjukkan kemerahan moderat, di mana intensitas pantulan meningkat pada panjang gelombang lebih besar. Pola ini sejalan dengan 1I/‘Oumuamua dan 2I/Borisov, menandakan adanya komposisi permukaan kaya senyawa organik kompleks yang telah terproses oleh radiasi kosmik. Hasil fotometri multi-band (g, r, i, z) dari FTN juga konsisten dengan data spektroskopi SNIFS, menunjukkan kestabilan pengamatan. Dibandingkan dengan Centaur Pholus dan asteroid tipe D, warna 3I/ATLAS tergolong merah gelap alami, bukan logam atau buatan, memperkuat bahwa objek ini merupakan komet tua aktif antar bintang dengan koma lemah akibat sublimasi es oleh pemanasan Matahari.
Kombinasi semua bukti tersebut mengarah pada satu kesimpulan kuat, bahwa 3I/ATLAS bukanlah “batu steril” atau benda buatan seperti yang sempat diduga pada 1I/‘Oumuamua, melainkan komet aktif alami yang perlahan kehilangan gas dan debu selama melintasi Tata Surya kita.
Ukuran dan Kerapatan yang Tidak Masuk Akal?
Polemik utama dalam penelitian tentang 3I/ATLAS muncul ketika Loeb, A. (2025) pada artikel penelitianya yang berjudul 3I/ATLAS is smaller or rarer than it looks mencoba meninjau ulang keseimbangan antara ukuran fisik objek ini dan kerapatan populasinya di galaksi. Dalam pandangan awal, jika 3I/ATLAS memang memiliki ukuran sekitar sepuluh kilometer sebagaimana diperkirakan dari tingkat kecerahannya, dan jika objek dengan karakteristik serupa tersebar cukup umum di ruang antar bintang, yakni dengan kerapatan sekitar tiga per sepuluh ribu unit astronomi kubik, maka konsekuensinya menjadi sangat janggal dari sisi kosmologis. Jumlah total massa dari populasi benda semacam itu akan begitu besar hingga melampaui seluruh cadangan massa batuan yang secara teoritis dapat dihasilkan oleh sistem keplanetan di galaksi kita. Sehingga alam semesta tidak menyediakan cukup material padat untuk mendukung keberadaan begitu banyak objek besar antarbintang.
Ketidaksesuaian ini memaksa Loeb untuk mencari penjelasan alternatif yang tetap selaras dengan batasan fisika dan astrofisika yang diketahui. Ia kemudian mengajukan dua kemungkinan yang masuk akal. Kemungkinan pertama adalah bahwa 3I/ATLAS sebenarnya bukanlah benda berukuran besar, melainkan komet kecil dengan inti padat berdiameter kurang dari sekitar enam ratus meter. Dalam skenario ini, kecerahan yang tampak tidak berasal dari pantulan cahaya permukaan padat yang luas, melainkan dari gas dan debu yang terlepas akibat aktivitas sublimasi, yaitu suatu proses alami yang memperluas area pantulan cahaya dan membuatnya tampak jauh lebih besar daripada ukuran sebenarnya.
Kemungkinan kedua, yang lebih spekulatif namun tetap diperhitungkan, menyatakan bahwa 3I/ATLAS memang merupakan benda besar, mungkin berukuran beberapa kilometer, tetapi populasinya sangat jarang di galaksi. Dalam kasus ini, orbitnya mungkin tidak tersebar secara acak melainkan memiliki preferensi arah tertentu akibat pengaruh dinamika galaktik, yaitu seperti interaksi gravitasi dengan lengan spiral atau awan molekul raksasa. Namun, secara statistik dan fisik, penjelasan ini dianggap jauh kurang mungkin dibanding hipotesis pertama.
Sehingga Loeb menyimpulkan bahwa penafsiran paling konsisten secara ilmiah adalah bahwa 3I/ATLAS merupakan komet kecil yang tampak terang karena aktivitas permukaannya, bukan karena ukuran raksasa yang menyalahi anggaran massa galaksi. Pendekatan ini mempertahankan konsistensi dengan hukum konservasi massa dalam astrofisika, dan memperkuat pemahaman bahwa fenomena 3I/ATLAS dapat dijelaskan sepenuhnya melalui proses alami tanpa perlu mengandalkan asumsi luar biasa atau entitas non-alamiah.
Mengapa Bukan Teknologi Alien?
Isu bahwa 3I/ATLAS mungkin merupakan teknologi alien muncul tidak lepas dari bayang-bayang kontroversi ‘Oumuamua pada tahun 2017. Kala itu, Abraham Loeb dari Harvard University mengemukakan hipotesis bahwa objek pertama dari luar tata surya itu bisa saja merupakan “layar surya buatan”, atau sejenis artefak teknologi dari peradaban asing.
Pandangan itu memicu diskusi global tentang kemungkinan adanya teknologi cerdas di antara bintang-bintang. Maka, ketika 3I/ATLAS ditemukan dengan orbit yang sama anehnya, yaitu retrograde ekstrem, hampir berlawanan arah dengan tata suryadan kecerahan yang tampak tidak sebanding dengan ukurannya, wajar jika sebagian kalangan awam dan beberapa ilmuwan kembali bertanya, mungkinkah kita sedang menyaksikan kunjungan buatan makhluk lain?