Rini Tetap Kukuh Jual Aset BUMN

Kamis 18-12-2014,09:42 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

DPR Tak Setuju, Ancam Lakukan Pemanggilan JAKARTA - Rencana Menteri BUMN Rini Soemarno menjual gedung kementerian BUMN mendapat banyak sorotan tajam. Namun demikian, mantan menteri perdagangan dan perindustrian di era Presiden Megawati Soekarnoputri itu tetap kukuh. Hingga kemarin (17/12), Rini belum menunjukkan tanda-tanda akan menggeser rencananya. Dia bahkan menegaskan bahwa mereka yang mengkritik rencananya untuk menjual gedung Kementerian BUMN untuk lebih dulu mendalami seluk-beluk kementerian yang dipimpinnya saat ini. Menurut dia, rencananya tersebut bukan semata-mata persoalan penjualan gedung. Namun, di kementeriannya ada pula persoalan anggaran yang diberikan pemerintah hingga operasional pembiayaan gedung yang terletak di Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta tersebut. “Silakan saja, saya tidak mempersoalkan orang yang mempunyai komentar itu, entah ingin memberikan masukan-masukan atau apa, tapi harus dilihat sebabnya dulu kenapa,” kata Rini saat ditemui di komplek Istana Negara, Jakarta, kemarin (17/12). Dengan wajah dingin, dia menyatakan kalau rencana penjualan gedung 25 lantai tersebut memiliki tujuan untuk efisiensi. Pasalnya, komposisi total sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki dengan keberadaan gedung dinilai tidak proporsional. “Gedung itu terlalu besar, dan saya sudah hitung efisiensi yang bisa dilakukan nantinya (jika dijual),” tuturnya. Namun demikian, dia tidak menjelaskan lebih lanjut perhitungan yang telah dibuatnya. Dia hanya menyatakan, kalau nilai efisiensi akan bisa tercapai lewat banyak alternatif. Termasuk, beber dia, ketika BUMN nanti mengontrak gedung sebagai pengganti yang ada saat ini. “Sistem tersebut akan lebih murah dibandingkan dengan biaya perawatan kantor setiap tahun,” tandasnya. Meski masih ngotot meneruskan rencana penjualan gedung, rencana Rini rupanya belum mendapat lampu hijau dari istana. Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan mengaku belum mengetahui rencana tersebut. “Siapa yang bilang mau dijual? Nanti saya cek dulu,” kata JK. Alasan efisiensi yang disampaikan Rini memang patut dipertanyakan. Pasalnya, wacana efisiensi terkait keberadaan gedung sebenarnya bukan hal baru. Menteri BUMN sebelumnya, Dahlan Iskan, juga sempat menggulirkannya. Hanya saja, saat itu, Dahlan tidak mewacanakan penjualan gedung. Namun, dia sempat merencanakan agar beberapa BUMN yang masih sewa gedung di tempat lain untuk menempati gedung BUMN. Misalnya, dia sempat memerintahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang masih sewa di gedung Sampoerna Strategic Square, Jakarta, untuk pindah. Hingga saat ini, dari ratusan BUMN yang ada, masih banyak yang belum memiliki gedung sendiri. Sementara itu, dari parlemen, Politisi Golkar Misbakhun termasuk yang menyatakan langkah Kementerian BUMN menjual kantornya tidak masuk akal. Pasalnya sesuai dengan aturan bahwa di sekitar monas merupakan wilayah ring satu. Sehingga tidak boleh ada perusahaan swasta yang berkantor di dekat monas. Misbakhun mengaku, awalnya gedung itu bukan milik negara. Namun milik PT Garuda Indonesia tbk. Karena ada aturan penataan kantor di ring satu, pemerintah langsung membeli gedung tersebut. “Lah ini kok mau dijual. Kan pemerintah seakan lupa aturannya sendiri,” jelasnya. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh Rini seperti penghematan dan mengurangi space kosong tidak bisa dibenarkan. Sebab, pemerintah bisa meminta perusahaan plat merah untuk mengisi kekosongan itu. “Misal ada perusahaan A BUMN belum punya kantor atau kantornya tidak representative. Bisa menyewa gedung itu,” ujarnya. Rini berencana menjual kantor itu ke Pemprov DKI Jakarta. Lantaran letak kantor bersebelahan dengan Gedung Pemprov DKI Jakarta yakni di Jalan Medan Merdeka Selatan. Sehingga sangat strategis. Menanggapi itu, juga menolak jika kantor itu dijual pada Pemprov DKI Jakarta. Menurut dia jika yang menggunakan pemprov DKI sama saja uang negara berputar di kantor itu. Dia melanjutkan, jika usulan penjualan itu dilakukan, maka pihaknya akan meminta pada pimpinan DPR untuk memanggil Rini. Pria yang dulunya legislator PKS itu mengaku Menteri BUMN tidak bisa semena-mena menjual aset. “Ada aturannya. Harus persetujuan DPR dan pemerintah,” tuturnya. Senada dengan Misbakhun, Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid menolak penjualan aset tersebut. Menurut dia, Kementerian BUMN harusnya menjaga kantor tersebut. “Ini kan sejarah. Dulunya bukan kantor BUMN lalu dibeli oleh negara. Jadi harus dijaga,” ucapnya. Menurut dia, efisiensi tidak bisa langsung diartikan dengan menjual ruangan. Ada solusi lain yang lebih tepat sasaran. Misalnya ruangan itu diberikan pada Kementerian baru yang belum mendapatkan tempat. Semisal Kementerian Koordinator Kemaritiman yang selama ini menumpang di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Kan semakin bagus jika letaknya berdekatan. Koordinasi antar kementerian semakin cepat,” ujarnya. Dia menambahkan, dalam tiga bulan pertama ini dia belum melihat kerja dari kabinet kerja Jokowi-JK. Masih banyak kekurangan di berbagai sektor. Bahkan yang ada hanya membuat sensasi seperti penjualan kantor. Dia mengusulkan Jokowi sebagai presiden untuk menindak tegas menterinya yang tidak bekerja sesuai standar. “Harus dievaluasi. Menteri-menteri yang tidak perform harus diingatkan,” jelas mantan ketua umum PKS itu. Terpisah, Pengamat BUMN Said Didu mengatakan tidak sepakat dengan rencana Rini menjual gedung BUMN. Ada sejarah panjang hingga gedung itu digunakan oleh kementerian, salah satunya saksi bisu penyelesaian krisis garuda pada 2006. Gedung tersebut dibeli pemerintah supaya asset garuda yang sangat strategis tersebut tidak jatuh ke tangan swasta. “Saat itu, disiapkan dana melalui APBN yang dicicil selama 3 tahun. Pemerintah saat itu membeli gedung dengan sedikit memaksa, hanya dibeli sedikit di atas NJOP. Tidak melalui lelang tapi appraisal, “ katanya. Dia ingat betul, saat itu Garuda sempat keberatan menjual aset ke pemerintah. Bahkan, beberapa kali karyawan melakukan demo agar transaksi batal. Selain dibeli murah, Garuda tidak mau kehilangan aset yang strategis. BPK ketika itu iku dilibatkan supaya memberikan persetujuan karena awalnya Kementerian BUMN sudah membayar uang muka untuk membeli Gedung Danareksa. Pertimbangan menyela­matkan aset Garuda membuat Menteri BUMN saat itu, Sofyan Djalil menyetujui pem­batalan pembelian Gedung Danareksa. Sebagai gantinya, gedung milik Garu­da berhasil dibeli dengan persetujuan dari BPK. Lebih lanjut dia menjelaskan, Kementerian BUMN sejak awal menyadari bahwa kantor tersebut terlalu besar untuk operasional. Itulah kenapa, beberapa lembaga ikut menggunakan kantor tersebut. Sebut saja KPK yang sejak 2008 menempati 1 lantai. Lantas, ada juga Dewan Perubahan iklim yang menempati 1 lantai. “Sangat setuju upaya untuk meningkatkan efisiensi. Tapi bukan dengan cara menjual Kantor Kementerian BUMN yang lokasinya berada di lingkaran 1,” jelasnya. Dia menyebut, cukup gedung Indosat yang menjadi satu-satunya aset negara milik swasta di ring 1. Said Didu mengusulkan agar gedung itu disewakan ke lembaga lain seperti SKK Migas atau perwakilan BUMN yang sampai saat ini masih menyewa kantor di berbagai tempat. (dyn/owi/aph/dim)

Tags :
Kategori :

Terkait