JAKARTA- Terdakwa kasus suap pembahasan APBD Soemarmo Hadi Saputro bisa bernapas lega. Meski majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan wali kota Semarang non aktif itu terbukti memberikan suap berupa uang senilai total nilai Rp344 juta kepada anggota DPRD Semarang, Soemarmo hanya dihukum ringan. Yaitu, pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. \"Menjatuhkan pidana penjara, selama 1 tahun enam bulan. Dan, pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan,\" ujar Marsudin saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
Vonis majelis hakim ini lebih ringan dibandingkan hukuman maksimal tiga tahun penjara yang diatur dalam dakwaan subsider. Putusan majelis hakim tersebut juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, tim JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana lima tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Hal tersebut mengacu dakwaan primer Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim menyatakan, terdakwa Soemarmo dinyatakan terbukti memenuhi dakwaan subsider mengacu Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa terdakwa Soemarmo mendapat desakan dari anggota DPRD Semarang Fraksi PAN, Agung Purno Sardjono untuk menggelontorkan uang pelicin. Pemberian uang tersebut dimaksudkan supaya anggota dewan tidak memperlambat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dalam APBD tahun anggaran 2012.
Agung meminta uang senilai Rp10 miliar untuk jatah 38 orang anggota dewan di Semarang. Setelah bernegosiasi akhirnya komitmen uang yang disepakati sebanyak Rp4 miliar. Terdakwa Soemarmo kemudian memerintahkan Sekda Kota Semarang, Akhmat Zaenuri untuk menyerahkan uang Rp304 juta kepada Agung sebagai uang muka. \"Terdakwa selaku wali kota Semarang telah didesak oleh Agung Purno Sardjono dari PAN,\" ujar Marsudin.
Namun, politikus PDIP tersebut dinilai tidak memerintahkan pemberian uang Rp40 juta kepada anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Semarang. Pemberian uang kepada anggota Banggar DPRD Semarang itu terkait pembahasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang diajukan dalam APBD Semarang 2012. \"Pemberian Rp40 juta ke anggota Banggar tidak dikehendaki terdakwa,\" lanjutnya.
Majelis hakim mengungkapkan hal-hal yang memberatkan terdakwa di antaranya perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan Soemarmo juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap program yang tengah giat-giatnya digalakkan pemerintah tersebut. Dan mengurangi kepercayaan masyarakat Semarang.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa berlaku sopan di persidangan, belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga. Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan karir Soemarmo sebagai pegawai negeri sipil selama 30 tahun dan penghargaan yang pernah diterima terdakwa dari pemerintah terkait tata kota Semarang, juga dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan hukuman. \"Terdakwa sudah 30 tahun jadi PNS dan dua tahun lagi pensiun,\" ujar Marsudin.
Dalam persidangan kemarin, hakim anggota Made Hendra berbeda pendapat atau dissenting opinion dalam putusan untuk Soemarmo. Dia menilai Soemarmo lebih tepat dijerat dengan Pasal 5 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Menurut Hendra, pemberian oleh Soemarmo dilakukan untuk menggerakkan anggota dewan melakukan pembahasan anggaran.
Atas putusan tersebut, majelis hakim memberikan waktu tiga hari bagi terdakwa Soemarmo untuk mempertimbangkan surat putusan. Jika keberatan, kedua pihak berperkara bisa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. \"Kami akan pikir dulu apakah menerima atau akan banding,\" ucap terdakwa Soemarmo di akhir persidangan. (ken/ttg)