Durian Kemauan

Sabtu 02-05-2020,05:00 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Bahkan tidak mau pupuk kandang. Kalau bisa pupuknya dari campuran sisa-sisa ikan yang dihancurkan. Djohan memang sudah bertauhid di bidang perkebunan. Pabrik smelter timahnya sudah ia tutup. “Begitu menerima kalpataru dulu, pabrik smelter saya tutup,” katanya. “Saya tidak mau mencemari lingkungan. Masak penerima kalpataru punya smelter timah,” katanya.

Ternyata Djohan ini pemenang Kalpataru tahun 2008. Itulah penghargaan tertinggi untuk orang yang berjasa di bidang pemeliharaan lingkungan hidup. Ia tidak mengira. Ia tidak pernah merasa berusaha mendapatkan kalpataru. Djohan awalnya hanya mengagumi Pulau Phuket. Di Thailand itu. Yang daya tarik wisatanya luar biasa. Padahal Phuket itu dulunya tambang timah -- seperti Bangka.

Djohan lantas memelopori penanam pohon di areal tambangnya. Berpuluh-puluh ribu pohon. Siapa tahu kelak bisa jadi daerah wisata. Itulah yang membuatnya menerima Kalpataru. Sekaligus membuat ia malu memiliki pabrik smelter. Kebetulan pabrik kelapa sawitnya hampir jadi. Karyawan pabrik smelter itu ia alihkan ke pabrik kelapa sawit.

Djohan kini juga menanam jeruk. Sudah lebih 100 hektare. Durian dan jeruk akan menjadi masa depannya. Bukan lagi kelapa sawit. “Saya sudah sarankan agar rakyat jangan didorong terus tanam kelapa sawit,” ujarnya. ”Hasilnya sangat minim.”

Djohan pun memberi gambaran konkret: sama-sama punya tanah satu hektare hasilnya begitu berbeda. Ditanami sawit hanya mendapat Rp10 juta. Ditanami jeruk bisa dapat Rp100 juta. Ditanami durian bisa dapat Rp500 juta. “Ibaratnya seperti itu,” ujar Djohan. Peluang ternyata ada di mana-mana. Kemauan yang masih tetap langka. (dahlan iskan)

Tags :
Kategori :

Terkait