Ok
Daya Motor

Dari 25 Jadi 7.000 Ekor, Kasadi Sukses Bangun Kemitraan dengan Warga Sekitar

Dari 25 Jadi 7.000 Ekor, Kasadi Sukses Bangun Kemitraan dengan Warga Sekitar

Kasadi, peternak ayam kampung asal Indramayu sukses menjaga ketahanan pangan lokal sekaligus meningkatkan perekonomian warga sekitarnya.-Burhannudin-Radarcirebon.com

Akan tetapi, realitas berkata lain. Lelenya tidak berkembang, biaya pakannya tinggi, sedangkan ayam-ayam kecil itu justru tumbuh dengan cepat. Dari modal awal 25 ekor ayam seharga Rp25.000, Kasadi mulai menghitung prospeknya.

Setelah masa pemeliharaan, ayam tersebut bisa dijual Rp47.000 per ekor, menyisakan laba sekitar Rp10.000. “Dari situ saya mulai melihat ada peluang,” katanya.

BACA JUGA:Pemkab Majalengka Salurkan Bantuan Tunai Rp300 Ribu dari DBH Cukai Tembakau 2025

Ia menambah jumlah menjadi 100 ekor. Semua dikerjakan sendiri: memberi makan, membersihkan kandang, memanen, hingga menjual langsung ke rumah makan dan ibu-ibu sekitar.

Setiap pesanan ia antar sendiri. Tidak ada ayam yang tersisa, semuanya selalu habis. Dalam waktu singkat, jumlah ternak mengalami peningkatan menjadi 200, lalu 600 ekor.

Pada masa itu, Kasadi masih bekerja sebagai honorer di sebuah dinas pemerintah. Namun ketika jumlah ayam mencapai 600 ekor, dia mulai kewalahan. Tahun 2021, ia mengambil keputusan besar: resign dan fokus penuh pada usaha ayam kampung.

Keputusan itu terbukti tepat. Dua tahun kemudian, populasi ayamnya melonjak drastis menjadi sekitar 7.000 ekor, berkat sistem kemitraan dengan warga di wilayahnya.

Di kandang utama miliknya hanya ada sekitar 600 ekor; sebagai shelter dan stok pemotongan. Sisanya berada di kandang-kandang mitra. Setiap hari, Kasadi memotong 100–150 ekor ayam.

Usaha Kasadi tidak berhenti pada ayam hidup atau ayam potong. Ia mulai membaca pasar. Terutama kebutuhan ibu rumah tangga yang ingin proses memasak lebih praktis. Dari situlah produk ayam ungkep atau ayam bumbu kuning lahir.

“Sekarang ibu-ibu banyak yang sibuk, malas ke pasar, malas bersihin ayam. Nah, kita bantu dengan menyediakan ayam yang sudah bersih, sudah diungkep, ready to cook, tinggal goreng saja,” ujarnya.

Lima karyawan membantunya. Tiga di bagian produksi dan pemotongan, dua di bagian pengolahan. Produk olahan beku itu kini telah menembus pasar di Bandung, Bogor, Bekasi, hingga Jakarta.

Saat ini, penjualan ayam olahan mencapai 1.000 ekor per bulan, sementara total pemotongan ayam mencapai 3.500 ekor per bulan.

Dengan harga rata-rata Rp40.000 per ekor, omzet dari ayam potong saja mencapai sekitar Rp140 juta per bulan, belum termasuk produk olahan.

Semua berawal dari modal Rp625.000. “Alhamdulillah, dari modal ratusan ribu itu sekarang bisa berkembang seperti ini,” ucapnya.

Perjalanan ini bukan tanpa hambatan. Menurutnya, tantangan terbesar ialah penyakit ayam. Karena, satu ayam sakit bisa menular cepat dan menyebabkan kerugian besar.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait