31 per ATLAS, Bukan Teknologi Alien: Bukti Astrofisika dari Analisis dan Review Ilmiah Ruben Cornelius Siagian
Professor Abraham Loeb -Istimewa-radarcirebon
Sehingga 3I/ATLAS bukanlah benda yang “datang dengan tujuan” atau dikendalikan oleh entitas cerdas, melainkan saksi bisu dari kekacauan kreatif di wilayah pembentukan planet jauh di pusat galaksi. Ia membawa jejak material dari sistem keplanetan asing, menjadi duta kosmik yang secara kebetulan melintasi orbit Bumi, yaitu sebuah fragmen kecil dari proses besar pembentukan dunia-dunia lain di seluruh Bima Sakti.
Kesimpulan dan Langkah Selanjutnya?
Kesimpulan dari berbagai pengamatan dan analisis teoretis terhadap 3I/ATLAS menegaskan bahwa objek ini bukanlah artefak buatan atau teknologi dari peradaban asing, melainkan komet kecil antarbintang yang aktif secara alami. Kecerahan yang diamati bukan berasal dari refleksi permukaan logam atau bahan artifisial, melainkan dari aktivitas gas dan debu yang terlepas ketika permukaannya dipanaskan oleh radiasi Matahari. Fenomena ini sepenuhnya sejalan dengan proses fisika yang sudah dikenal dalam studi komet di Tata Surya.
Permasalahan teoretis mengenai “massa galaksi berlebih” yang muncul jika 3I/ATLAS dianggap berukuran besar kini dapat dijelaskan dengan lebih sederhana. Adapun mempertimbangkan batas massa total yang realistis bagi populasi benda antarbintang, ukuran inti 3I/ATLAS yang kecil sekitar 0,6 kilometer atau kurang menjadi solusi yang konsisten dengan data pengamatan sekaligus tidak melanggar keseimbangan massa galaktik. Artinya, populasi benda seperti 3I/ATLAS bukan anomali, melainkan bagian wajar dari hasil proses pembentukan dan pelepasan planetesimal dari sistem keplanetan di seluruh galaksi. Setiap bintang muda yang membentuk planet kemungkinan juga melemparkan sisa materialnya ke ruang antarbintang, menciptakan miliaran puing kecil yang sesekali melintasi Tata Surya kita.
Sehingga kesimpulan ilmiah yang paling rasional mengikuti prinsip Occam’s Razor, yaitu ketika hukum fisika yang telah kita pahami mampu menjelaskan fenomena yang diamati secara lengkap, tidak ada kebutuhan untuk melibatkan hipotesis luar biasa seperti teknologi alien. Ilmu pengetahuan bekerja dengan kesederhanaan yang efisien dan menjelaskan keanehan melalui hukum alam, bukan melalui spekulasi yang tak teruji.
Langkah berikutnya kini diserahkan kepada observasi. Teleskop luar angkasa James Webb Space Telescope (JWST) dan observatorium canggih Vera C. Rubin (LSST) dijadwalkan untuk melakukan pengamatan lanjutan terhadap 3I/ATLAS pada akhir tahun 2025, ketika objek ini kembali berada dalam posisi yang memungkinkan untuk diteliti secara mendalam. Pengukuran langsung terhadap ukuran inti, reflektivitas, serta komposisi butiran debu dan gasnya akan memberikan konfirmasi akhir terhadap asal usul alaminya. Bila hasil observasi tersebut konsisten dengan karakter komet kecil yang aktif, maka perdebatan mengenai apakah 3I/ATLAS merupakan hasil teknologi alien atau fenomena alam akan berakhir. Dalam hal itu, 3I/ATLAS akan berdiri sebagai bukti konkret bahwa bintang-bintang lain di galaksi kita bukan hanya memiliki planet, tetapi juga melepaskan sisa-sisa material yang kini mengembara bebas melintasi ruang antarbintang dan sesekali menyapa dunia kita.
Referensi
- Bannister, Michele, Asmita Bhandare, Piotr Dybczynski, dkk. “The natural history of’Oumuamua.” Nature astronomy, Nature Publishing Group, 2019.
- Bolin, Bryce T, Matthew Belyakov, Christoffer Fremling, dkk. “Interstellar comet 3I/ATLAS: discovery and physical description.” Monthly Notices of the Royal Astronomical Society: Letters 542, no. 1 (2025): L139–43.
- Del Popolo, Antonino. Extraterrestrial Life: We are Not Alone. Springer, 2025.
- Kareta, Theodore Richard. Activity and the Evolutionary State of Small Bodies. The University of Arizona, 2021.
- Lee, Chien-Hsiu, Hsing-Wen Lin, Ying-Tung Chen, dan Sheng-Feng Yen. “Infrared observations of 2I/borisov near perihelion.” The Astronomical Journal 160, no. 3 (2020): 132.
- Loeb, Abraham. “3I/ATLAS is smaller or rarer than it looks.” Research Notes of the AAS 9, no. 7 (2025): 178.
- Micheli, Marco, Davide Farnocchia, Karen J Meech, dkk. “Non-gravitational acceleration in the trajectory of 1I/2017 U1 (‘Oumuamua).” Nature 559, no. 7713 (2018): 223–26.
- Rivkin, Andrew S. Guide to the Universe: Asteroids, Comets, and Dwarf Planets. Bloomsbury Publishing, 2009.
- Seligman, Darryl Z, Marco Micheli, Davide Farnocchia, dkk. “Discovery and preliminary characterization of a third interstellar object: 3I/ATLAS.” The Astrophysical Journal Letters 989, no. 2 (2025): L36.
Profil Penulis
Ruben Cornelius Siagian dikenal sebagai seorang peneliti muda di bidang fisika dan komputasi dengan fokus utama pada astrofisika teoretis, fisika relativistik, dan sains komputasi modern. Karya-karyanya banyak mengintegrasikan pendekatan fisika komputasi, pembelajaran mesin (machine learning), dan analisis data statistik untuk menjawab persoalan mendasar dalam kosmologi, termodinamika lubang hitam, serta fenomena alam semesta lainnya.
Sebagai seorang peneliti, Siagian telah berkontribusi dalam berbagai publikasi ilmiah nasional maupun internasional, menunjukkan keluasan dan kedalaman pemahamannya terhadap fisika teoretis dan aplikatif. Salah satu tema besar dalam penelitian-penelitiannya adalah termodinamika lubang hitam, di mana ia mengeksplorasi hukum pertama dan kedua termodinamika serta formulasi persamaan entropi untuk sistem relativistik ekstrem. Kajian ini tidak hanya bersifat konseptual, tetapi juga didukung dengan analisis numerik dan simulasi komputasi tingkat lanjut, yang memperlihatkan perpaduan antara teori fisika dan teknologi komputasi modern.
Ruben aktif meneliti hubungan antarparameter kosmologis dan pengamatan astronomi, dengan pendekatan statistik dan numerik untuk menyingkap keterkaitan antara fungsi energi kosmik dan laju ekspansi alam semesta (fungsi Hubble). Dalam bidang astrofisika observasional dan komputasi, ia turut berperan dalam pengembangan metode retrieval data statistik astronomi dan analisis orbit bintang di sekitar lubang hitam supermasif Sgr-A, memberikan pemahaman baru tentang dinamika benda langit ekstrem di pusat galaksi.
Ruben juga menaruh perhatian pada penggunaan pembelajaran mesin dalam fisika dan astronomi, terbukti dari penelitiannya tentang klasifikasi galaksi spiral dan non-spiral menggunakan model decision tree dan random forest, serta penerapan algoritma Naive Bayes dan SVM dalam analisis data nuklir. Pendekatan multidisiplin ini memperlihatkan keahliannya dalam menggabungkan teori fisika, pemrograman ilmiah, dan kecerdasan buatan.
Kiprahnya tidak hanya terbatas pada ranah teoretis, tetapi juga pada fisika lingkungan dan terapan, seperti analisis hubungan antara fluks matahari dan aktivitas bintik matahari, studi indeks UV permukaan bumi, serta pengaruh perkembangan kota terhadap paparan sinar ultraviolet menggunakan metode klasterisasi dan machine learning.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


