Ancaman Alam di Sumatera Utara antara lain Gempa dan Banjir Menjelang Megathrust 2025
Ilustrasi-ilustrasi-radarcirebon
RADARCIREBON.COM - Sumatera Utara kembali berada di titik panas perhatian publik dan ilmiah pada November 2025, tidak karena ketidaksengajaan, tetapi karena pola bencana alam yang semakin mengkhawatirkan.
Data terbaru dari Infogempa dan BNPB memperlihatkan serangkaian gempa tektonik yang disertai banjir dan tanah longsor, mengakibatkan korban jiwa, luka-luka, dan kerusakan infrastruktur yang signifikan.
Fenomena ini bukanlah sekadar “kecelakaan alam”, melainkan manifestasi dari kombinasi faktor geologis, hidrometeorologis, dan perencanaan tata ruang yang buruk, bahwa faktor-faktor yang telah diperingatkan para ahli selama bertahun-tahun, namun seringkali diabaikan oleh kebijakan mitigasi yang lamban dan setengah hati.
Aktivitas seismik di Sumatera Utara pada akhir November 2025 menunjukkan tren yang sangat mengkhawatirkan. Pada 27 November, tercatat gempa signifikan 6,3 M di Laut, 62 km baratlaut Sinabang, Aceh, dengan kedalaman hanya 10 km, yang terasa hingga Medan.
BACA JUGA:Malang Century Journey 2025: Event Perdana yang Sukses Dongkrak Sport Tourism Kota Malang
Sebelumnya, Nias Barat diguncang gempa 5,1 M. Rentang magnitudo gempa lain di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya berkisar antara 5,1–6,2 M.
Fakta ini memperlihatkan bahwa zona subduksi Sumatera, yang juga adalah pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia sedang menumpuk energi seismik dalam skala yang berpotensi mengarah pada gempa megathrust (Bilek and Lay, 2018; Supendi et al., 2023).
Kajian seismologi (Kramer and Stewart, 2024; Spence and So, 2021) menegaskan bahwa gempa dangkal dengan kedalaman <30 km cenderung lebih merusak, karena energi yang dilepaskan langsung diteruskan ke permukaan, membuat bangunan dan infrastruktur yang tidak tahan gempa menjadi korban.
Banyak gempa yang tercatat pada kedalaman 10–20 km, yang menunjukkan bahwa wilayah ini menghadapi risiko kerusakan serius, bahkan jika tsunami tidak terjadi (Løvholt et al., 2012; Supendi et al., 2023). Perbandingan historis dengan gempa Nias 2005 (8,6 M) yang menimbulkan ribuan korban dan tsunami, menunjukkan betapa akumulasi energi di zona subduksi Sumatera bisa berujung pada bencana besar (Sosdian et al., 2024). Aktivitas seismik November 2025 dapat dikategorikan sebagai “foreshock”, yang secara statistik mengindikasikan potensi gempa besar di masa depan.
BACA JUGA: Lestarikan Budaya Lokal, Batik Siger Terus Berkembang Bersama Pemberdayaan Rumah BUMN BRI
Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa tampak potongan melintang skematis A–A yang menggambarkan proses subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia.
Gambar ini menyoroti lokasi aktivitas seismik utama sepanjang zona subduksi Sumatra dan zona sesar terkait, memperlihatkan bagaimana energi tektonik terakumulasi di kedalaman dan titik-titik kritis yang berpotensi memicu gempa signifikan, termasuk gempa 6,3 M di Laut baratlaut Sinabang, Aceh.
Namun, ancaman alam di Sumatera Utara tidak berhenti pada gempa. Pada 24–26 November 2025, curah hujan ekstrem memicu banjir dan tanah longsor yang menelan 24 korban jiwa, 43 luka-luka, dan puluhan warga terdampak. Kabupaten Tapanuli Selatan tercatat paling parah dengan 12 korban jiwa.
Total kejadian mencapai 86 peristiwa, termasuk 59 tanah longsor, 21 banjir, serta beberapa pohon tumbang dan puting beliung. Analisis hidrometeorologi (Mutton and Haque, 2004) menunjukkan bahwa kombinasi curah hujan tinggi, topografi berbukit, dan pemukiman di tepi sungai meningkatkan risiko bencana.
BACA JUGA:Kantongi Sertifikat SNI Baru, DAIKIN Siap Dorong Pertumbuhan Industri Berbasis Mutu
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


