Divonis Lebih Ringan dan Bebas Bayar Uang Rp32 M

Divonis Lebih Ringan dan  Bebas Bayar Uang Rp32 M

JAKARTA - Karir kepolisian yang telah dibangun Djoko Susilo selama 29 tahun bisa dibilang tamat. Alumnus Akpol 1984 ini akhirnya mendapatkan vonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim. Vonis itu dinilai lebih ringan karena kurang dari dua pertiga dari tuntutan jaksa. Putusan hakim juga membebaskan Jenderal kelahiran Madiun itu dari hukuman uang pengganti Rp32 miliar. Pembacaan vonis terhadap perkara korupsi Simulator SIM dengan terdakwa Djoko Susilo itu kemarin (3/9) menyita perhatian banyak pihak. Bahkan pengamanan yang dilakukan pun cukup ekstra. Puluhan petugas kepolisian dari Brimob tampak siaga di luar maupun di luar gedung Pengadilan Tipikor. Begitu pula kendaraan baracuda dan metal detector juga disiapkan. Majelis hakim membacakan putusan Djoko lebih dari tiga. Dalam putusannya, Majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda 500 juta, subsider 6 bulan kurungan. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang didakwakan jaksa penuntut umum KPK. Vonis tersebut lebih ringan, bahkan kurang dari dua pertiga tuntutan jaksa. Seperti diketahui Jaksa menuntut Djoko, 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider setahun kurungan. Jaksa juga menuntut Djoko harus membayar uang pengganti Rp32 M yang harus dibayarkan dalam satu bulan setelah ada keputusan hukum tetap. Jaksa juga menuntut agar hak berpolitik Djoko dicabut. Namun oleh majelis hakim, dua tuntutan tersebut digugurkan. Anggota Majelis Hakim Anwar mengatakan tidak adil jika Djoko diharusnya tetap membayar uang pengganti sebanyak Rp32 miliar. Sebab sejumlah aset dan harta Djoko telah disita negara. \"Oleh karena itu terdakwa dibebaskan dari pembayaran uang pengganti seperti yang tertuang dalam tuntutan,\" ujar Anwar. Hakim memang mengabulkan penyitaan sejumlah harta Mantan Kakorlantas tersebut sesuai tuntutan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Total ada 46 item harta dan aset Djoko yang dikabulkan untuk disita negara. Namun dalam vonisnya hakim menyatakan ada tiga barang penyitaan yang harus dikembalikan. Antara lain, tanah dan bangunan di Perumahan Tanjung Mas Raya atasnama Bunyani. \"Aset itu dikembalikan lagi ke istri pertama Djoko Susilo, Suratmi,\" papar Anwar. Aset lainnya ialah Mobil Toyota Avanza B 197 SW atas nama Sonya Mariana Ruth, dan Mobil Toyota Avanza B 1029 S0A atas nama Zaenal Abidin. Mengenai pencabutan hak politik yang dibatalkan, Hakim Anwar menilai tuntutan itu terlalu berlebihan. \"Akibat perkara secara otomatis terdakwa akan tersaring peraturan dan persyaratan partai politik,\" ujar hakim. Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo memaparkan ada beberapa pertimbangan yang meringankan putusan. Yakni, Djoko belum pernah dihukum, sopan di persidangan, dan dinilai berprestasi selama mengabdi di Kepolisian. Satu-satu yang dinilai hakim sebagai hal yang memberatkan Djoko ialah dia tidak mendukung pemerintah yang tengah giat-giatnya memberantas korupsi. Dalam perkara korupsi, Djoko dinilai melanggar dakwaan primer kesatu. Yakni Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Sementara untuk pencucian uang, Djoko terbukti melanggar dua dakwaan. Yakni Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, untuk pencucian uang mulai 2011. Untuk pencucian pada periode 2003 hingga 2010, Djoko terbukti melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, untuk tindak pencucian uang pada 2003-2010. Meski vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa, namun Djoko tetap mengajukan banding. Kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang memastikan kliennya akan banding. \"Kami lakukan banding karena ada hal-hal yang tidak termuat jelas dan sesuai fakta dipersidangan,\" ujar Juniver. Hal-hal yang termuat jelas itu menurut Juniver antara lain terkait penyitaan aset, penerapan pasal, dan analisi terhadap keterangan saksi. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) mengungkapkan, ada tiga hal yang menarik dari sidang pembacaan putusan kali ini. Yakni, konstruksi hukum, sanksi, dan apa yang akan dilakukan KPK pascaputusan tersebut. \"Kami punya waktu tujuh hari untuk menyatakan banding atau menerima,\" ujarnya di KPK kemarin. Dari segi konstruksi hukum, pihaknya mengapresiasi hakim yang membuat terobosan dalam konstruksi hukum. Rumusan dakwaan, menurut BW telah mengintegrasikan tiga hal. Yakni, menggabungkan tipikor dengan TPPU, lalu menggabungkan tiga UU TPPU sejak 2002, dan mengabulkan hampir semua permohonan sita aset. BW mengungkapkan, keputusan yang diambil hakim kali ini bisa menjadi role model untuk pengadilan kasus tipikor selanjutnya. Meskipun, menurut pihaknya ada beberapa permohonan JPU yang tidak dikabulkan. Seperti hukuman 18 tahun, uang pengganti, dan penghapusan hak politik. Dari perhitungan KPK, Djoko layak mendapat hukuman maksimal, termasuk dengan uang pengganti. Jika tidak mampu membayar uang pengganti, bisa diganti dengan hukuman penjara lima tahun. Uang pengganti dalam rumusan KPK adalah harta yang dinikmati Djoko secara langsung. Berbeda dengan TPPU yang merupakan pendapatan tidak wajar di luar penghasilannya sebagai aparatur Negara. Lalu, penghapusan hak politik sudah dipikirkan masak-masak oleh pihaknya. Hal itu didasarkan beberapa pengalaman KPK dalam menangani kasus korupsi. Ada terpidana korupsi di Papua yang tetap bisa mengikuti pemilihan kepala daerah bahkan menang. Tentunya hal itu mencederai rasa keadilan masyarakat. Di luar semua itu, pihaknya mengapresiasi putusan tersebut. Untuk kali pertama, sita aset mencapai nilai Rp120 miliar. \"Itu nilai buku lho, seperti NJOP. Harga pasarannya bisa mencapai Rp200 miliar lebih,\" lanjutnya. Untuk saat ini, pihaknya fokus mempelajari putusan selama tujuh hari untuk menentukan apakah pihaknya akan banding atau tidak. Namun, dia tidak menampik adanya kebiasaan JPU untuk banding jika hukuman yang dijatuhkan kurang dari dua pertiga tuntutan. Normalnya, jika berdasar tuntutan, seharusnya Djoko dihukum minimal 12 tahun penjara. Namun, Majelis hakim memilih menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara. Dikonfirmasi terpisah, Wakapolri Komjen Oegroseno menyatakan tidak akan mencampuri urusan hukum yang menimpa Djoko. Terkait kelanjutan karir Djoko, pihaknya akan menunggu hasil akhir proses hukum. \"Mekanismenya masih ada banding, kasasi, PK,\" ujarnya di STIK Jakarta kemarin. Hak-hak Djoko sebagai anggota kepolisian masih diberikan sampai saat ini. namun, hanya berupa gaji pokok. Tunjangan maupun remunerasi telah dihapus. Dia berharap, kasus serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.(gun/byu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: