Rusia Diam-diam Kirim Kapal Selam ke Indonesia
radarcirebon.com, SELASA, 16 JANUARI 1962. Sebuah siaran dari Radio Australia menyampaikan kabar mengejutkan bagi dunia petang itu. Disebutkan pada Senin malam (15 Januari 1962), sebuah kapal cepat torpedo milik Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) berhasil dihancurkan oleh kapal perang Marinir Belanda di Laut Aru, Papua.
Seperti kisah yang disadur dari historia.id, pernyataan DPA (Kantor Berita Belanda), sang penyiar menginformasikan bahwa dalam pertempuran laut itu Marinir Belanda berhasil menawan sekira 50 prajurit Indonesia.
“…kapal-kapal perang Belanda mulai menembak pada suatu formasi kapal-kapal Indonesia yang sedang bergerak di perairan territorial Belanda, di arah selatan pantai Papua Barat,” demikian laporan Radio Australia.
Berita tersebut ditanggapi langsung oleh salah satu sekutu Indonesia, Uni Soviet, yang sekarang menjadi Rusia. Dalam suatu pernyataan resminya, pemerintah negeri Beruang Merah itu mengecam aksi Belanda tersebut sebagai bentuk provokasi dan mengingatkan potensi bahaya perluasan konflik.
“Pada 9 Februari 1962, pemerintah Uni Soviet kembali menegaskan dukungannya terhadap posisi Indonesia…” ungkap sejarawan militer Uni Soviet Alexander Okorokov dalam Тайные войны СССР (Perang Rahasia Uni Soviet).
Jauh sebelum terjadinya Insiden Laut Aru, sejatinya Uni Soviet diam-diam telah mengirimkan enam kapal selam jenis Whiskey (W) dari pangkalan angkatan laut mereka di Vladivostok. Pertengahan November 1961, keenam kapal selam itu sudah berada di Pelabuhan Surabaya.
“Namun baru pada Maret 1962, bendera Uni Soviet diturunkan dan digantikan oleh bendera Indonesia. Maka sejak itu resmilah sudah kapal-kapal selam tersebut menjadi milik Angkatan Laut Indonesia,” ungkap Okorokov.
Selain kapal selam kelas W, sebelumnya Uni Soviet telah menghibahkan Ordzhonikidze. Kapal penjelajah yang memiliki nomor lambung 310 itu kemudian diganti namanya menjadi KRI Irian oleh ALRI. Kendati sudah menjadi milik Indonesia, namun saat itu sebagian besar awaknya masih berkebangsaan Uni Sovyet.
“Para sukarelawan Uni Soviet di kapal-kapal perang Indonesia itu dipimpin oleh seorang perwira tinggi bernama Laksamana Muda Grigory Chernobay,” tulis Okorokov.
Lima bulan kemudian, militer Indonesia merencanakan untuk menginvasi Papua Barat lewat Operasi Jayawijaya. Sebagai bentuk dukungan kongkret, Uni Soviet lantas mengirimkan kembali 6 kapal selam jenis W-nya ke Surabaya, yang diawaki langsung oleh orang-orang Rusia.
Sumber Uni Sovyet menyebut armada itu sebagai bagian dari Brigade ke-50 pimpinan Laksamana Muda Anatoly Rulyuka.
Begitu sampai di Surabaya, para sukarelawan Uni Soviet itu langsung menurunkan bendera merah-nya dan menggantinya dengan bendera merah-putih. Tak lupa mereka juga menanggalkan seragam Angkatan Laut Uni Soviet lalu secepatnya mengenakan seragam ALRI tanpa pangkat dan lencana apapun.
Namun penuturan Okorokov itu agak diluruskan oleh Laskmana Muda (Purn) I Nyoman Suharta, eks anggota Korps Hiu Kencana yang saat itu masih berpangkat letnan satu. Menurut Suharta, para sukarelawan Uni Soviet tersebut sama sekali tidak diberikan seragam ALRI.
“Yang saya ingat, mereka berseragam krem untuk bagian atas (sejenis jaket) dan celana abu-abu. Tapi itu jelas bukan seragam ALRI,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: