Kolam Ukraina

Kolam Ukraina

PERANG di Ukraina akhirnya sampai di Turki —dengan harapan baru. Tentu itu karena modal untuk perundingan di Turki minggu ini lebih kuat: Ukraina bersedia menjadi negara netral dan bebas nuklir. Itu diucapkan sendiri oleh Presiden Volodymyr Zelenskyy kemarin —diberitakan secara luas di seluruh dunia.

Memang Zelenskyy masih mensyaratkan dua hal. Salah satunya: itu harus direferendumkan —harus minta persetujuan rakyat secara langsung.

Referendum itu diperlukan karena Ukraina harus mengubah konstitusi. Tidak cukup diputuskan lewat perwakilan rakyat di legislatif.

Konstitusi Ukraina, sejak 2019, mengatakan bahwa negara itu harus menjadi anggota NATO —organisasi pertahanan Amerika-Eropa. Hanya sedikit negara Eropa yang tidak menjadi anggota NATO —seperti Swiss atau Finlandia.

Kenetralan Ukraina itulah yang memang sejak awal dituntut Rusia: tidak mau Ukraina menjadi anggota NATO. Rusia tidak keberatan Ukraina menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi Eropa —asal itu tadi.

Bagi kita —yang sangat merasakan langsung ”sakitnya tuh di sini”— tentu berharap perang segera selesai. Lebih tepatnya: Rusia segera menghentikan serangan dan menarik mundur pasukannya dari Ukraina. Kita ikut sakit sekali di sini: harga-harga kebutuhan hidup naik sekali —pun sampai ke soal harga tempe.

Turki memang sangat aktif ikut  berusaha mencari jalan keluar. Turki bisa diterima di dua pihak. Ia anggota NATO, tapi menjalin hubungan ekonomi dan militer dengan Rusia.

Dalam banyak hal, Turki dianggap ”nakal” oleh NATO. Soal Syria dan Afghanistan, misalnya, Turki berbeda langkah dengan NATO. Juga soal Iran. Turki justru bekerja sama dengan Rusia —dan Tiongkok.

Kadang ”anak nakal” memang banyak gunanya. Setidaknya Turki bisa memecahkan kebuntuan perang. Sudah empat kali perundingan dilakukan di Belarus. Hanya berhasil sedikit sekali —disepakatinya jalur bantuan ke penduduk di daerah perang.

Konon ada peran konglomerat di balik rencana perundingan Turki itu: Roman Abramovich —Anda lebih tahu siapa pemilik klub sepak bola Inggris, Chelsea, itu.

Ia itu masuk kategori orang kaya yang hidupnya di jepitan. Di Rusia ia dianggap antek Barat —bisnisnya banyak sekali di berbagai negara Barat. Di Barat sendiri ia dianggap antek Vladimir Putin —sehingga aset-asetnya di Barat dibekukan, termasuk klub kebanggaan Inggris itu.

Tidak selamanya posisi kejepit — Gambit H-1982 akan mengoreksi kata itu menjadi terjepit— tidak enak. Turki dan Abramovich ternyata bisa banyak bermanuver dari posisi jepitannya itu.

Tentu Indonesia bisa kirim full doa: semoga berhasil. Dan Putin bisa hadir di Bali untuk KTT G20 enam bulan lagi. Siapa tahu bisa juga mampir ke Tuban —Presiden Jokowi ingin banget proyek petrochemical dengan investor Rusia tersebut segera berjalan.

Itu adalah proyek yang diimpikan Presiden Jokowi sejak awal masa jabatan yang pertama dulu. Ketika di awal masa jabatan kedua belum juga bergerak, Jokowi begitu marahnya kepada Pertamina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: