4 Tahun, TKI Asal Kesambi Tanpa Kabar

4 Tahun, TKI Asal Kesambi Tanpa Kabar

CIREBON – Kabar ini semakin menunjukkan lemahnya tingkat perlindungan pemerintah terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Adalah Agus Syafei (43), warga Gg Galunggung RT 04 RW 01 Karang Anyar Kesambi Kota Cirebon, mengaku sudah hampir 4 tahun kehilangan kontak dengan Erni binti Bujang (31), istrinya yang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia. “Istri saya mulai berangkat April 2007, sudah hampir empat tahun tak ada kabar. Izinya sih waktu itu mau bekerja di Malaysia jadi PRT,” ujarnya, Selasa (23/11). Karena tidak kunjung ada kabar, Agus yang bekerja sebagai pengayuh becak, setiap saat selalu diliputi perasaan ingin tahu di mana keberadaan belahan jiwanya. Termasuk bagaimana kondisinya sekarang, apakah masih hidup, atau sudah tiada. Jika pun naasnya nyawa istri tercinta sudah berpisah dari jasad, Agus ingin tahu di mana jasadnya, dan apa sebab itu semua sampai terjadi. Sebaliknya jika masih hidup, maka segera antarkan Erni kembali bertemu dengan anak dan suami. “Kalau masih hidup antarkan, kalau sudah meninggal, di mana jasadnya, antarkan juga. Terus kenapa istri saya sampai meninggal,” ungkap pria yang terlihat berkaca-kaca di matanya. Agus menceritakan istrinya menjadi PRT setelah direkrut oleh H Nursela, perwakilan di Cirebon PJTKI PT Sendangdamar Semanggiagung Jakarta. Karena tidak kunjung ada kabar, dia pun mencari H Nursela, dan setelah bertemu, Agus dijanjikan segera mendapat kabar istrinya. Hanya rupanya janji tinggal janji. Kemudian, Agus berinisiatif mendatangi PJTKI. Menurut salah seorang pegawai PJTKI, diperoleh informasi Erni ada di Pontianak, di tanah kelahiran Erni dan orangtua tua Erni berada. Untuk memastikan kebenaran kabar tersebut, Agus mengajak perwakilan PJTKI pergi ke Pontianak menemui Erni. Dengan syarat yang menanggung biaya perjalanan adalah pihak PJTKI, karena Agus tidak memiliki uang. Hanya permintaan itu ditolak, PJTKI justru balik meminta Agus lah yang menanggung biaya perjalanan ke Pontianak. Padahal sebenarnya, alasan keberadaan Erni di Pontianak sulit diterima Agus, karena mertuanya justru menanyakan kabar anaknya yang menjadi PRT di Malaysia kepada Agus. “Justru keluarga mertua nanya ke saya, nasibnya anaknya yang di Malaysia bagaimana,” terangnya kepada Radar di sekretariat Pemuda Demokrat, samping Masjid Agung Kasepuhan. Meski diliputi rasa penasaran yang memuncak akan nasib istrinya, Agus mengaku sampai detik ini belum memutuskan melaporkannya kepada aparat pemerintah terkait. Karena, yang ada dalam benaknya, ketika melapor khawatir akan diminta biaya ini dan itu. Padahal secara kemampuan ekonomi, biaya-biaya itu sulit dipenuhi. Akhirnya, Agus hanya bisa pasrah, menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Perasaan Agus ini, juga dialami keempat anaknya. Mereka selalu bertanya kepada Agus, bagaimana nasib ibu. Dan yang membuat Agus lebih cemas adalah informasi passport Erni telah habis masa berlaku sejak April lalu. Keterangan ini diperoleh dari salinan passport Erni di tangannya. Koran ini pun mencoba mengetahui keberadaan Erni dengan menghubungi petugas informasi KBRI Malaysia, dan berhasil. Sayangnya jawaban yang diperolah, terdengar seperti menyederhanakan persoalan. Petugas yang notabene berprofesi sebagai diplomat itu hanya mempersilakan Agus mengisi keterangan selengkap-lengkapnya informasi seputar Erni di situs resmi KBRI Malaysia. BERTEMU DPR RI Setelah bertemu Perwakilan Departemen Luar Negeri RI dengan hasil yang tak memuaskan, rencananya hari ini Kajan, ayah Neneng Sunengsih, TKI asal Desa Gembongan, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon yang meninggal di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab tiga tahun lalu, akan bertemu dengan anggota Komisi 1 DPR-RI. Kajan bermaksud melakukan dengar perndapat terkait perjuangannya memulangkan jasad anaknya ke Indonesia. Rencana itu disampaikan oleh, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Sastra Aji Sarosa yang juga ketua tim pendampingan keluaraga Neneng Sunengsih, kepada Radar saat dihubungi via sambungan telepon, kemarin (23/11) dari kantor Migran Care, Pulo Asem, Jakarta. Sementara itu, Pemerintah Kecamatan Babakan melalui Sekretaris Camat Krisna Basuki mengaku tidak tahu betul data persis mengenai jumlah TKI yang berasal dari wilayah Kecamatan Babakan. Karena, pemerintah kecematan tidak punya database, sehingga menyulitkan pencarian data apabila ada TKI yang bermasalah di luar negeri. (hen/jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: