PM Belanda Mark Rutte Minta Maaf Atas Sejarah Masa Lalu Negaranya, Akademisi UGM Bilang Begini

PM Belanda Mark Rutte Minta Maaf Atas Sejarah Masa Lalu Negaranya, Akademisi UGM Bilang Begini

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte minta maaf atas sejarah kelam negaranya yang sudah melakukan tindakan tidak terpuji selama puluhan tahun-Pixabay-

DEN HAAG, RADARCIREBON.COM - Senin 19 Desember 2022 kemarin waktu setempat, pernyataan mengejutkan datang dari Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.

Atas nama Belanda, Mark Rutte meminta maaf, karena telah memiliki peran historis dalam perbudakan, dan konsekuensi yang diakuinya masih berlanjut hingga hari ini.

"Hari ini saya meminta maaf," kata Rutte dalam pidato di gedung Arsip Nasional Belanda, yang juga disiarkan ke seluruh negeri.

BACA JUGA:Jepang Jadikan Baterai dan Logam Jadi Prioritas Utama Pembangunan, Indononesia Apa?

"Selama berabad-abad negara Belanda dan perwakilannya telah mengaktifkan dan menstimulasi perbudakan dan mendapat keuntungan darinya," tambahnya

"Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan. Namun, negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak serta keturunan mereka."

Permintaan maaf muncul di tengah pertimbangan ulang yang lebih luas tentang masa lalu kolonial Belanda, termasuk upaya untuk mengembalikan karya seni yang dijarah, dan perjuangannya melawan rasisme saat ini.

BACA JUGA:Hasil Mediasi KPU dan Partai Ummat Disepakati: Verifikasi Ulang

Permintaan maaf yang disampaikan PM Rutte di Den Haag sempat mendapat tentangan dari kelompok-kelompok yang mengatakan permintaan maaf seharusnya dilakukan oleh Raja Willem-Alexander, di bekas koloni Suriname, pada 1 Juli 2023 atau peringatan 160 tahun abolisi Belanda di negara itu.

"Dibutuhkan dua orang untuk melakukannya supaya permintaan maaf bisa diterima," kata Roy Kaikusi Groenberg dari Yayasan Kehormatan dan Pemulihan, sebuah organisasi Afro-Suriname Belanda.

Dia merasa ada kesalahan, jika para aktivis yang merupakan keturunan budak sudah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengubah diskusi nasional, tetapi tidak diajak berkonsultasi secara memadai.

BACA JUGA:Besok, 21 Desember 2022 Akan Terjadi Fenomena Solstis, Apakah Itu?

Perdana Menteri Aruba, Evelyn Wever-Croes, mengatakan permintaan maaf disambut baik dan merupakan "titik balik dalam sejarah di dalam Kerajaan."

Namun, muncul pula kritik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase