Sejarah Desa Dompyong, Terbentuk lewat Sayembara Pembuatan Bedug
Desa Dompyong terbentuk tidak lepas dari sejarah pembuatan bedug oleh Pangeran Sutajaya.-Tangkapan Layar Video-YouTube Kang Odoy Channel
Dalam waktu yang tidak lama, akhirnya Pohon Widasari mulai miring, kemudian tiba-tiba tumbang.
Setelah Pohon Widasari itu roboh, tiba-tiba tatal (serpihan) kayu yang tadinya berwarna putih berubah menjadi seperti warna pelangi dan mengeluarkan cahaya.
BACA JUGA:Hidup di Pulau yang Sama, Ini Alasan Kenapa Bahasa Jawa dan Sunda Beda (Bagian-2)
Sejak kejadian itu, lokasi tersebut yang termasuk Desa Gembongan diberi nama Warnasari.
Kayu yang sudah roboh itu, diseretnya untuk dihanyutkan ke sungai yang kemudian dibuat seperti rakit untuk dibawa ke Keraton Pagebangan.
Namun dalam perjalanan, keajaiban terjadi pada sungai, airnya yang keruh tiba-tiba berubah menjadi jernih.
Setelah sampai di Keraton Pagebangan, kayu dipotong menjadi dua bagian, akan tetapi Raden Gentong kebingungan saat akan memasang kulit kerbau pada bedug.
Hingga seorang penduduk setempat memberikan saran, pemasangan kulit bedug itu harus menggunakan jarum perunggu.
BACA JUGA:Danau Purba Majalengka, Sekitar 7 Ribu Tahun Lalu, Cikijing adalah Hamparan Perairan
Hingga akhirnya, bedug yang diinginkan Pangeran Sutajaya jadi, disimpan untuk menjadi tanda panggilan adzan.
Bedug tersebut sudah bisa digunakan dan membawa keramaian dalam masyarakat untuk beribadah.
Adapun jarum yang digunakan, dalam bahasa jawa disebut Dom, dan keramaian pada saat itu diistilahkan Pyong.
Dengan kedua kata tersebut, terciptalah Dompyong yang mengandung arti keramaian yang luar biasa adalah dialog Bahasa Sunda pada waktu itu.
Kata Dompyong kemudian dijadikan sebuah nama pedukuhan atau sebuah desa yang akan ditempati oleh Raden Gentong, sebagai hadiah dari Pangeran Sutajaya atas sayembara itu.
BACA JUGA:Tradisi Yu Sheng Hidangan Filosofis Khas Imlek, Bisa Dinikmati di Cirebon, Ada di Tempat Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: