SBMI Sorot Lemahnya Penegakan Hukum TPPO Buruh Migran Indonesia, Nih Contohnya

SBMI Sorot Lemahnya Penegakan Hukum TPPO Buruh Migran Indonesia, Nih Contohnya

SBMI saat mendampingi korban TPPO ke Bareskrim Polri.-sbmi.or.id-

JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendorong Pemerintah Indonesia untuk lebih serius lagi dalam melakukan pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Pasalnya, SBMI melihat keseriusan Pemerintah dalam menangani kasus TPPO belum terlihat. Karena, sampai sejauh ini masih banyak kasus TPPO yang mandek di Kepolisian Republik Indonesia.

BACA JUGA:Peringati Bulan Bung Karno, Forki Kota Cirebon Gelar Kejuaraan Karate 2023

Sejak tahun 2012 sampai Mei 2020, SBMI menerima dan menangani 262 kasus Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang telah telah memenuhi tiga unsur perdagangan orang yakni Proses, Cara, dan Tujuan (Eksploitasi).

SBMI juga mencatat, dari 2020 sampai 2023 SBMI mendapatkan aduan kasus dugaan TPPO online scam sebanyak 267 kasus dan yang tertinggi dengan total 211 kasus online scam yang dikirim ke Kamboja.

BACA JUGA:Panji Gumilang Beberkan Alasan Indonesia Tidak Mau Membuka Hubungan Diplomatik dengan Israel

Sedangkan pengaduan kasus Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran yang melaporkan kasusnya ke SBMI dari tahun 2010 sampai dengan Bulan Mei 2022 sebanyak 696 kasus.

Kerentanan berlapis yang dihadapi ini telah menjadi permasalahan yang selama ini dihadapi oleh AKP Migran, seperti eksploitasi, perbudakan di atas kapal, dan tidak sedikit yang telah menjadi korban TPPO.

Dari jumlah kasus perdagangan prang yang ditangani oleh SBMI, sebanyak 18 laporan pengaduan Kepolisian dengan jumlah 109 korban mandek.

BACA JUGA:Pertamina Patra Niaga Regional JBB Salurkan Perdana Produk B35

Dalam hal ini, SBMI menyoroti lambatnya dan rendahnya komitmen Kepolisian dalam penyelesaian kasus perdagangan orang dengan melaporkan kasus yang mandek ke Inspektorat Pengawasan Umum Polisi Republik Indonesia (Itwasum Polri).

Salah satu korban TPPO yang melaporkan kasusnya ke ITWASUM bersama SBMI adalah Gimbal yang merupakan salah satu korban dari 74 korban TPPO yang dipekerjakan selama 19 bulan sebagai AKP Migran di bawah bendera Taiwan dan beroperasi di Cape Town, Afrika Selatan.

BACA JUGA:Sabtu Ganjar ke Cirebon, Sapa 8Ribu Kader PDIP di Stadion Bima

Kasusnya dilaporkan pada Maret 2014 dan hingga kini, sembilan tahun lamanya tidak ada kejelasan dari Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.

Gimbal dan korban lainnya mengatakan telah bosan diperiksa berulang-ulang oleh penyidik yang menangani kasusnya, tanpa adanya tindakan penangkapan pelaku.

Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno menegaskan minimnya penanganan kasus melalui jalur hukum disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya seringkali pelaku yang memperdagangkan adalah saudara dekat bahkan ada beberapa yang masih saudara kandung, seringkali korban dan keluarga mendapatkan ancaman dari pihak luar untuk tidak melanjutkan kasusnya ke ranah hukum, bahkan ada beberapa yang meminta untuk dicabut kuasanya dari SBMI.

BACA JUGA:Syekh Panji Gumilang Bilang, Pemimpin Tak Boleh Bodoh, Bisa Kacaukan Dunia

Selain itu korban kerap kali memilih penyelesaian kasus yang cepat, sementara proses penanganan melalui jalur hukum berbelit-belit dan lama.

Adanya oknum dari pihak penyidik yang tidak berperspektif korban dan cenderung menyalahkan korban juga menyebabkan korban untuk enggan melaporkan kasus perdagangan orang.

“Ada penyidik yang tidak memiliki kecukupan pengetahuan tentang pemahaman Tindak Pidana Perdagangan Orang dan dalam beberapa peristiwa dengan sengaja melemahkan bukti-bukti yang diberikan korban, sehingga laporan sering kali ditolak dan/atau dihentikan.Hal ini mengindikasikan adanya dugaan penyidik melakukan praktik kotor bermain dengan pelaku,” tegas Hariyanto.

BACA JUGA:Ketika Tim Sergap Mabes TNI Datang Tawarkan Bantuan, Begini Respons Panji Gumilang

Melalui momentum ini, SBMI mendesak Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri menyegerakan restrukturisasi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan dan Pencegahan TPPO agar kasus-kasus yang mandek dan kasus-kasus TPPO lainnya segera mendapatkan kepastian hukum.

Kepolisian harus meningkatkan kapasitas para penyidik yang menangani kasus TPPO, terutama kasus-kasus yang ada di Polda, Polres yang berada di wilayah kantong buruh migran.

BACA JUGA:AYA-AYA WAE, Ibu Hamil di Tasikmalaya Ngidam Dibonceng Polisi

SBMI juga mendesak Kejaksaan RI agar lebih berkomitmen dalam penuntutan terhadap pelaku TPPO, terutama memastikan hak restitusi korban terpenuhi.

SBMI juga mendesak Mahkamah Agung RI agar melakukan penguatan kapasitas terhadap Hakim yang menangani kasus TPPO, terutama sensitifitas saat melakukan pemeriksaan terhadap korban. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase