Cerita Rakyat tentang Pangeran Kejaksan: Penegak Hukum yang Wafat di Tangan Preman

Cerita Rakyat tentang Pangeran Kejaksan: Penegak Hukum yang Wafat di Tangan Preman

Sebuah Alun-alun yang megah di jantung Kota Cirebon ini bernama "Alun-alun Kejaksan." Tentu saja nama itu terinspirasi dari sosok Pangeran Kejaksan. -Foto: ig/@cirebon.banget/@maldikivanhoeten07-radarcirebon.com

RADARCIREBON.COM - Dalam kategori urban legend kali ini, kami akan mengulas "Cerita Rakyat tentang Pangeran Kejaksan: Penegak Hukum yang Wafat di Tangan Preman." 

Ada kisah yang sangat emosional di balik kemegahan Plangon abad ke-15, karena di dalamnya terdapat jenazah seorang jaksa yang jujur ​​dan baik hati yang dijatuhi hukuman mati saat menjalankan tugas, yang disebut Pangeran Kejaksan. 

Pangeran Kejaksan merupakan anak kesembilan dari Pangeran Cakrabuana. Semasa hidupnya, Pangeran Kejaksan digambarkan sebagai kepala bagian hukum Kesultanan Cirebon. Hukum ada di tangannya. Ia juga dikenal sebagai orang yang pandai menindaklanjuti laporan pelanggaran hukum, terutama laporan pidana dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hukum dan ketertiban kerajaan.

Pada abad XIV, Pangeran Kejaksan dan kakak laki-lakinya Pangeran Panjunan tiba di Giri Toba dengan pasukannya yang berjumlah kurang lebih 60 orang. Sebelum datang ke Giri Toba, Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan terlebih dahulu melihat sekeliling dan memerintahkan pasukannya untuk membangun tempat peristirahatan, tempat peristirahatan tersebut dikenal dengan nama Plangon. 

Setelah pembuatan tempat peristirahatan tersebut, Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan mendirikan bengkel pembuatan alat-alat pertanian seperti parang, gergaji, golok, linggis, dan alat-alat lainnya. Bengkel ini kemudian dikenal dengan nama Pande Domas yang terletak di sebelah barat jembatan gantung kawasan Wanantara. 

BACA JUGA: Kisah Pilu Korban Pembunuhan di Susukan Cirebon, Dimakamkan dengan Identitas Wanita Bin Rabo

Di Pande Doma juga, Pangeran Panjunan menanam tujuh pohon beringin untuk mengenang kehadiran mereka semasa hidup. Masyarakat Babakan mengenal ketujuh beringin ini dengan sebutan "Beringin Pitu." Karena kawasan ini sering mengalami longsor dan erosi, Pande Domas kemudian dipindahkan ke lokasi lain yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya.

Setelah mendirikan Plangon dan Pande Domas, Pangeran Panjunan memerintahkan prajuritnya untuk segera mulai mendirikan pemukiman. Para prajurit Pangeran Panjunan membangun pemukiman dengan meratakan gundukan tanah dan menebang pohon untuk membuat ladang yang luas. 

Karena tempat yang dijadikan pemukiman dibuka dengan cara menebang pohon dan menghancurkan bukit, maka tempat itu dinamakan Babakan. Sekadar informasi, kegiatan menemabng pohon dan menghancurkan bukit untuk membuat suatu pemukiman dalam bahasa Cirebon disebut "Babak."

BACA JUGA: 5 Sayuran yang Bisa Mencegah Asam Urat dan Kolesterol Tinggi

Babakan dan orang-orang disekitarnya menyayangi Pangeran Kejaksan. Beliau adalah sosok yang adil, bijaksana, sekaligus menjaga ketentraman dan kenyamanan warganya. Hampir setiap hari, Pangeran Kejaksan mengabdikan hidupnya untuk penegakan hukum di berbagai wilayah Kesultanan Cirebon. 

Namun tragisnya, karena posisinya sangat ditakuti di dunia kriminal, ia pun meninggal karena tindakan kriminal seorang penjahat terhadapnya. Kisah terbunuhnya Pangeran Kejasan di tangan penjahat diceritakan dalam naskah Mertasinga pupuh LIV, 15-LIV, 20. Kisah keseluruhannya sebagai berikut:

Konon Pangeran Kejasan sedang memeriksa laporan terjadinya tindak kejahatan di Beringin Pitu. Penjahat diduga mengamuk dengan membawa pisau di tangannya.

Saat berusaha melumpuhkan penjahat tersebut, Pangeran Kejaksan rupanya ikut terlibat di dalamnya, namun sayang, dalam perjuangan menangkap penjahat tersebut, senjata yang digunakan penjahat tersebut rupanya mengenai sang pangeran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: