Pilkada 2024, Batu Uji Pemimpin Perubahan

Pilkada 2024, Batu Uji Pemimpin Perubahan

Pilkada 2024.-pexels.com -

Kekuasaan Absolut

Monarki absolut selama abad ke abad telah memperlihatkan pemusatan seluruh kekuasaan, baik dari kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif yang dipegang hanya dengan satu genggaman tangan raja, kini telah runtuh dan bergeser oleh munculnya sistem demokrasi yang mampu meletakkan seluruh kekuasaan kedalam pemisahan tiga poros cabang kekuasaan.

Pemikiran politik pemisahan kekuasaan melalui trias politica ini kemudian banyak dianut dan dikembangkan oleh negara-negara dunia, termasuk negara hukum Indonesia.

Negara dengan sistem demokrasi telah mengkontruksikan rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan. Bahkan kedudukan rakyat ditempatkan lebih tinggi daripada monarki absolut.

Munculnya adagium vox populi vox dei suara rakyat adalah suara tuhan sebagai doktrin penolakan terhadap kekuasaan monarki absolut kala itu.

BACA JUGA:Pegi Setiawan Menang Praperadilan, Bareskrim Polri Akan Melakukan Hal Ini

BACA JUGA:Luar Biasa! Pemerintah Kabupaten Sumedang Raih Dua Penghargaan di Ajang Anugerah Merdeka Belajar 2024

Bahkan John Locke dalam second treatises of civil government menolak bentuk negara yang dikuasai oleh raja-raja yang dianggap sebagai titisan para dewa, karena dengan alasan doktrin tersebut menjadikan abuse of power tirani kekuasaan menjadi semakin sewenang-wenang menghilangkan kebebasan suara rakyat untuk mengkontrol kekuasaan.

Demokrasi dan Pemilu

Dibangunnya sistem demokrasi telah mampu mengembalikan kekuasaan kepada tangan rakyat. Dan rakyat pulalah yang kemudian memiliki kekuasaan menunjuk wakil-wakilnya untuk duduk lembaga eksekutif maupun di lembaga legislatif.

Pelaksanaan mandat penunjukan wakil-wakil rakyat ini di negara hukum Indonesia dikenal dengan nama pemilu ataupun pilkada.

Pilkada merupakan syarat sah utama untuk mendapatkan periodeisasi pergantian kekuasaan di daerah sebagaimana telah digariskan konstitusi dan undang-undang.

Tanpa pelaksanaan pemilhan kepala daerah mustahil periodeisasi pergantian kekuasaan kepala daerah dapat diwujudkan didalam negara demokrasi.

BACA JUGA:Tiba-Tiba Pohon Besar Tumbang, Timpa 3 Mobil di Kuningan

BACA JUGA:Duel Adik-Kakak di Kuningan Pakai Senjata Tajam, Pemicunya Soal Sepele

BACA JUGA:Gotas Dukung Abe Jadi Bupati Cirebon

Sebagai instrumen utama pergantian periodeisasi kekuasaan, maka pemilihan kepala daerah sendiri sejatinya akan mampu menghadirkan checks and balanced bagi kekuasaan.

Pemimpin pemerintahan didaerah yang sudah memiliki legitimate kekuasaan tetap akan diberikan batu uji oleh rakyat untuk mampu mengemban amanah rakyat dalam membangun kemakmuran dan kesejahteraan salus populi suprema lex.

Momentum Pemilihan

Pemilihan kepala daerah menjadi golden moment tersendiri bagi setiap warga negara dalam mempergunakan hak konstitusionalnya untuk dapat memilih dan dipilih secara demokratis sebagaimana mandat konstitusi.

Begitupun bagi partai politik, sebagai pilar demokrasi di Indonesia memiliki peranan sangat penting, terutama dalam melakukan pendidikan politik, memberikan edukasi pemahaman tentang hak dan kewajiban bagi setiap warga negara untuk benar-benar mempergunakan aspirasi politiknya untuk memilih dan menentukan pemimimpin dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam momen ini, jangkar politik diterapkan bagi masing-masing partai politik, atau koalisi partai-partai politik yang secara leluasa telah diberikan tempat dan ruang untuk dapat mewadahi beragam kepentingan, menampung berbagai aspirasi politik, dan yang tidak kalah penting yakni menarik simpati para pemilih.

BACA JUGA:Syariah Adira Finance Gelar Green Expo

BACA JUGA:150 Hektare Sawah Terendam Banjir di Indramayu, Ternyata Ini Dia Penyebabnya

Oleh karena itu, adu kunci strategi masing-masing partai politik, atau koalisi partai-partai politik benar-benar diuji dan harus teruji dalam memberikan rekomendasi kemenangan kepada calon kepala daerah yang diusungnya untuk mampu tampil menjadi pemenang, hingga mendapatkan sah kekuasaan, menjalankan roda pemerintahan, dan melaksanakan program-program pembangunan yang mensejahterakan.

Pemimpin Panutan Hukum

Batang tubuh UUD 1945 bab pertama tentang bentuk negara dan kedaulatan didalam pasal 1 ayat (3) termaktub bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

Sebagai negara hukum mempunyai tujuan yang harus dicapai, dan upaya untuk mencapai tujuan itu dilakukan dengan menggunakan hukum sebagai alatnya (Mahfud, MD, 2019).

Sehubungan itu, pemimpin atau kepala daerah adalah golongan alat penegak hukum secara langsung (Soerjono Soekanto, 1986).

Artinya kepala daerah yang merupakan jabatan politik, sejatinya ia adalah salah satu bagian alat penegak hukum, sehingga ia harus mampu menjadi panutan hukum langsung dalam membangun budaya kesadaran hukum ditengah mayarakat.

Serta, berani memberlakukan penegakan hukum, kehadirannya memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat dengan menerapkan prinsip equality before the law.

Tanpa itu, jangan-jangan slogan-slogan pembangunan dan perubahan yang digaung-gaungkan akan hanya dinikmati oleh lingkaran dalam tertentu saja, dan kemudian menjadi bias dan memuai tanpa sedikitpun ada tapak jejak kebijakan yang benar-benar sampai dan dirasakan langsung oleh rakyat jelata dibawah.

Dengan demikian layaklah disampaikan Politiae legius non leges politii adoptandae. Meskipun kepala daerah merupakan jabatan politik, ia tetap harus mau tunduk kepada hukum, bukan pada sebaliknya.

Oleh : Slamet Supriyadi

Penulis adalah seorang akademisi dan praktisi kukum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: