Pesimis KPU Tepat Waktu
** KPU Beralasan Banyak Temuan dalam Proses Rekapitulasi Penghitungan Suara JAKARTA - Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) 2014 memperkirakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat menetapkan rekapitulasi hasil pemilu legislatif nasional tepat waktu pada Jumat (9/5). Dengan sisa ini, KPU harus menyelesaikan rekapitulasi dari 18 provinsi. Sementara pada 12 hari rapat pleno yang berlangsung sejak Sabtu (26/4) lalu, KPU hanya bisa menyelesaikan rekapitulasi dari 14 provinsi. \"Logikanya, tidak mungkin dalam waktu tiga hari (Rabu-Kamis-Jumat) KPU bisa menyelesaikan 18 provinsi,\" ujar salah seorang relawan GSRPP, Toto Sugiarto pada konferensi pers yang digelar di sekretariat GSRPP di Jakarta, Rabu (7/5). Apalagi, kata dia, beberapa provinsi yang belum diselesaikan merupakan provinsi besar dengan berbagai masalah yang sangat rumit. Seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kondisi ini, sangat berpotensi mengakibatkan munculnya kompromi politik yang melibatkan Bawaslu, pemerintah, partai politik dan Komisi II DPR RI. Artinya hanya dengan alasan penyelamatan pemilu, pihak-pihak tersebut mengesampingkan segudang permasalahan yang mengemuka dari pelaksanaan pemilu. Padahal dalam rapat pleno saja, mengemuka banyaknya kecurangan dan pelanggaran pemilu. GSRPP merekomendasikan agar penegak hukum tidak hanya mensinkronkan kesalahan-kesalahan dengan cara pembetulan data secara adminitratif. Tapi harus benar-benar memerhatikan tindak lanjut bagi yang melakukan kesalahan. \"GSRPP meminta KPU dan Bawaslu memberhentikan aparaturnya yang tidak memegang prinsip netralitas dan independensi dalam menyelenggarakan pemilu, katanya. Di tempat yang sama, Koordinator GSRPP, Yusfitriadi, juga menyatakan pihaknya meminta Bawaslu mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), jika rekapitulasi suara pemilu legilatif tingkat nasional tidak selesai ditetapkan 9 Mei mendatang. \"GSRPP juga meminta kepada seluruh rakyat Indonesia dan semua pihak untuk mengawal rekapitulasi, agar terhindar dari hal-hal yang bisa mencederai pemilu 2014 dalam bentuk konspirasi dengan alasan menyelamatkan pemilu legislatif,\" Yusfitriadi. Komisioner KPU Ferry Kurniawan beralasan, keterlambatan penetapan hasil pileg disebabkan banyaknya temuan dalam proses rekapitulasi penghitungan suara. Laporan itu, kata dia, merupakan konsekuensi penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan rekapitulasi. KPU membuka ruang yang sangat luas kepada para saksi partai politik dan calon anggota DPD untuk menyampaikan keberatan, asal disertai dengan bukti. \"Kami mengupayakan ada sinkronisasi data, sehingga hasilnya dapat diterima semua saksi partai politik dan calon anggota DPD,\" ujar Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Rabu (7/5). Ferry mengatakan, di beberapa daerah memang ditemui sejumlah data yang tidak sinkron. Misalnya, daftar pengguna hak pilih DPR berbeda dengan daftar pengguna hak pilih DPD. Selain itu, terdapat perbedaan data surat suara yang digunakan antara surat suara DPR dengan surat suara DPD. Ada juga perbedaan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dengan surat keputusan KPU Nomor 354 Tahun 2014 tentang Perubahan Rekapitulasi DPT. Perbedaan data juga terjadi pada daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang tercatat dengan yang menggunakan hak pilih. Di daerah tertentu, pengguna DPKTb melebihi yang tercatat, tetapi di daerah lain, pengguna DPKTb lebih kecil dari yang tercatat. \"Hal-hal semacam itu tidak kami biarkan, tetapi kami diskusikan dengan saksi parpol dan Badan Pengawas Pemilu. Kita upayakan kroscek data ke basis data di bawahnya dengan mengecek rekap provinsi, rekap kabupaten/kota bahkan di sejumlah tempat kami lakukan pencermatan ulang terhadap C1 dan C1 plano,\" ujarnya. Dari sejumlah hasil kroscek yang dilakukan, kata Ferry, ternyata tidak semua keberatan yang disampaikan partai politik terbukti. Contohnya seperti pemeriksaan ulang yang dilakukan di 54 TPS di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan rekomendasi Bawaslu atas aduan partai, tidak terbukti di 53 TPS dan hanya terbukti di 1 TPS dengan selisih satu suara. Begitu juga di Lampung, rekomendasi Bawaslu untuk membuka C1 plano di 7 TPS sudah ditindaklanjuti. Tetapi tidak terbukti ada manipulasi suara. \"Tetapi kami berupaya bersikap akomodatif. Kami ingin menunjukkan bahwa tidak ada proses yang ditutupi di KPU. Semuanya dilakukan secara terbuka dan transparan. Data apapun bisa dikroscek kebenarannya,\" ujar Ferry. Ferry mengatakan, partai politik dapat mengajukan berbagai keberatan karena memiliki bukti berupa salinan sertifikat hasil penghitungan suara di TPS atau formulir C1. Hal tersebut menunjukkan bahwa hak-hak saksi untuk mendapat salinan C1 dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di setiap TPS terlayani dengan baik. \"Kalau ada yang bilang sulit dapat salinan C1, itu hanya terjadi di sebagian kecil daerah. Secara umum KPPS memberikan salinan C1 kepada semua saksi parpol sepanjang saksi parpol tersebut berada di TPS sampai penghitungan selesai dilakukan petugas,\" ujarnya. Ferry menambahkan, publik dapat mengoreksi kinerja penyelenggara mulai dari KPPS, PPS dan PPK sampai ke KPU dalam hal penghitungan dan rekapitulasi suara karena adanya kebijakan menampilkan hasil scaning salinan C1 di website KPU. \"Memang tidak sampai 100 persen salinan C1 itu berhasil di scan dan di upload ke website KPU, tetapi sebagian besar sudah ada di website KPU dan dapat diakses publik. Kalau memang ada data-data yang berbeda, dari hasil scaning itu juga bisa dilakukan pengecekan,\" ujarnya. Menurut Ferry kebijakan menampilkan hasil scaning salinan C1 itu bentuk transparansi hasil penghitungan suara yang belum pernah dilakukan sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. \"Jadi tidak hanya saksi parpol dan saksi anggota DPD yang dapat melakukan kontrol terhadap hasil penghitungan dan rekap. Publik juga dapat melakukannya dengan mengakses hasil scaning C1 di website KPU. Memang apa yang kami lakukan belum sempurna, tetapi itu sebagai bentuk upaya serius dari penyelenggara dalam melaksanakan asas transparansi dan akuntabilitas,\" ujarnya. (gir/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: