Pengusaha Masih Membandel
Tak Lengkapi Izin, Komisi II Sidak ke Stockfield Batubara SUMBER – Berlarut-larutnya persoalan keberadaan stockfield batubara di Kabupaten Cirebon, memaksa anggota komisi II DPRD bertindak cepat. Kemarin (27/7), komisi yang diketuai Aan Setiawan SSi itu langsung melakukan sidak ke sejumlah stockfield yang ada di wilayah Pangenan dan sekitarnya. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi poin-poin apa saja yang dihasilkan dari kunjungan kerja ke lokasi tersebut. “Nanti saya kontak balik mas,” kata Aan ketika dihubungi Radar terkait hasil kunjungan kerja tersebut. Komisi II menengarai tidak sedikit pengusaha batubara yang belum melengkapi dokumen perizinan. “Hasil temuan sementara dari kami, masih banyak pengusaha yang membandel dengan tidak melengkapi izin,” timpal anggota Komisi II, Hj Yunungsih SAg. DPRD, kata politisi asal PKB ini memberi batas waktu hingga satu minggu kedepan kepada para pengusaha untuk segera melengkapi dokumen usaha tersebut. “Kalau tidak, kita akan lakukan penutupan bersama instansi terkait,” imbuhnya. Selain stockfield batubara, komisi II juga melakukan inspeksi ke beberapa stockfield pasir yang terdapat di wilayah Pangenan. Hasilnya pun tidak jauh berbeda. Terkait adanya perbedaan data jumlah stockfield antara BLHD dengan BPPT, Kasubid Kajian Tatakomunikasi Lingkungan (KTL) BLHD, Slamet mengaku perlu ada komunikasi yang lebih baik lagi antara BLHD dengan BPPT. Sebab, dokumen pengolahan yang diterbitkan BLHD harus dimiliki oleh setiap pengusaha batubara. “Banyak pengusaha yang belum melengkapi dokumen Amdal maupun UKL/UPL. Padahal pada saat heregistrasi setiap enam bulan sekali, kelengkapan dokumen ini harus ditunjukkan,” paparnya. Kalau memang ditemukan ada stockfield yang melebihi bakumutu, maka perlu dilakukan pembinaan atau dikenakan sanksi. Sayangnya, sejauh ini belum ada sanksi tegas yang diberikan kepada para pengusaha yang tidak melengkapi dokumen perizinan itu. Padahal sesuai UU No.32/2009, pengusaha nakal bisa diberikan sanksi mulai dari teguran sampai penghentian. SEGERA DIBUAT MoU Terpisah, Ketua Divisi Kajian dan pengkaderan LKBH Brigade Bintang Timur (Bibit) menyatakan, payung hukum yang paling tepat untuk mengeluarkan uang debu adalah MoU antara pengusaha dengan masyarakat sekitar stockfield. MoU yang dibuat antara pengusaha stockfield batubara dengan masyarakat juga tidak ada kausalitas atau hukum sebab-akibat dengan MoU antara pengusaha stockfield dengan Pelindo. “Sebelum bulan puasa MoU tersebut harus segera dibuat, karena kalau pengusaha tidak segera membuat MoU dengan masyarakat masalahnya akan panjang,” tuturnya. Rencana pengusaha untuk menyediakan sarana ambulan bagi kepentingan masyarakat juga harus segera direalisasi. “Jangan sampai hanya sekadar lips service,” cetus Baron. Anggota LKBH Bibit, Bayu Tresna Adiyaksa menambahkan, payung hukum bisa berjalan bila ada itikad baik dari Pelindo. Jadi, payung hukum jangan dijadikan alasan untuk tidak mencairkan kompensasi uang debu. Pihaknya mengancam menutup akses jalan bagi para pengusaha batubara di seluruh wilayah Kab Cirebon maupun Kota Cirebon apabila Pelindo tidak segera melakukan itikad baik tersebut. (dik/jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: