Suryana Sempat Minta Diborgol

Suryana Sempat Minta Diborgol

\"\"Sidang Perdana di Tipikor, Terdakwa Didampingi 12 Pengacara BANDUNG - Terdakwa kasus APBDgate tahun 2004, mantan Ketua DPRD Kota Cirebon H Suryana dan Wakil Wali Kota Cirebon Sunaryo HW SIP MM, kemarin (8/9) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Bandung. Agendanya mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU). Pendukung kedua terdakwa tampak mulai berdatangan dari Cirebon sejak pukul 8 pagi hingga pukul 9.  Terlihat hadir pendukung Suryana antara lain Herman, Bakri, Dewi, Lukman Hakim, Jujun. Sedangkan pendukung Sunaryo yang hadir antara lain Wakil Ketua DPRD Lili Eliyah SH MH, terpidana APBDgate Drs Ade Anwar Sham, Sekretaris DPD Partai Golkar Kota Cirebon Ir Toto Sunanto, Wakil Ketua DPD Ali Rahman SE, terpidana APBDgate Citoni, Ketua LSM Gapura H Teguh Prayitno, Ketua PK Golkar Pekalipan, Kurnia Rustandi. Suryana dan Sunaryo datang ke pengadilan Tipikor  tepat jam 09.30 WIB  dengan mobil tahanan jenis Kijang dari Kejaksaan Tinggi dengan pengawalan ketat. Massa simpatisan kedua terdakwa yang sudah menunggu langsung berhamburan begitu mendengar suara sirine mobil. Petugas kejaksaan langsung menghentikan mobil tahanan tepat di depan ruang sidang Kresna  lantai II. Keduanya sempat beristirahat sekitar 30 menit di ruang khusus. Setelah itu tepat jam 10.00 WIB majelis hakim yang diketuai Eka Saharta SH MH dan hakim anggota Daniel Panjaitan SH MH dan Yanuar Anadi SH MH masuk ruang sidang. Setelah hakim membuka sidang keduanya langsung masuk ruang sidang dengan dikawal ketat kepolisian. “Jaya!!,”  teriak Sunaryo didepan pendukungnya saat memasuki ruang sidang. Sedangkan Suryana dengan gaya khasnya bahkan sempat meminta polisi untuk memborgolnya  jika dianggap akan melarikan diri. Tapi polisi tidak merespon ucapan Suryana. Terdakwa selama persidangan didampingi 12 pengacara terdiri dari pengacaranya Suryana sebanyak 5 orang yang dikoordinatori Gunadi Rasta SH MH dengan anggota antara lain Fauzan TZ SH. Sedangkan Sunaryo didampingi 7 pengacara yang dikomandoi Kuswara S Taryono SH MH. Dengan JPU yang menbacakan dakwaannya sebanyak 3 orang, yakni Ronald Paseru SH MH, Rahman Firdaus SH MH dan Sunoto Sumpena SH MH. Sebelum membacakan dakwaan, JPU sempat meminta izin majelis hakim untuk membacakan dakwaan secara garis besarnya saja. Namun permintaan itu langsung diinterupsi Fauzan TZ SH selaku anggota tim pengacara Suryana. Fauzan secara tegas meminta JPU untuk membacakan dakwaan secara keseluruhan, baik primer maupun subsider dengan alasan kronologis kedua dakwaan itu berbeda waktu dan tempatnya.  “Kami meminta dakwaan dari JPU dibacakan semua, karena dakwaan primer dan subsider tentu berbeda,”  tegasnya. Atas permintaan kuasa hukum terdakwa akhirnya JPU membacakan dakwaan secara keseluruhan secara bergantian. Dalam dakwaan primer, JPU  menilaI Suryana saat itu sebagai ketua DPRD Kota Cirebon dan Sunaryo HW sebagai Wakil  Ketua DPRD  Kota Cirebon dengan masa jabatan 1999-2004, baik sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan bersama Achmad Junaedi  dan Haries Sutamin Cs  (berkas terpisah dan sudah putusan, red) telah melakukan beberapa perbuatan  melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Perbuatan yang dilakukan terdakwa, kata JPU, “mengakali” anggaran belanja DPRD dipindahkan ke pos anggaran sekretariat dewan. Para terdakwa melakukan hal tersebut setelah muncul surat edaran dari  Mendagri No 161/3211/SJ tertanggal 29 Desember 2003 yang melarang anggota dewan menggunakan anggaran yang bukan haknya. SE Mendagri tersebut, kata JPU, sempat dibahas bersama antara tim anggaran eksekutif bersama panitia anggaran (panggar) DPRD. Tetapi eksekutif tinggal menyetujui usulan yang diajukan oleh panggar untuk memindahkan pos belanja dewan ke pos setwan. Dan selanjutnya ditetapkan pada perda perubahan anggaran. JPU juga menilai kedua terdakwa bersama anggota dewan lainnya secara tidak sah telah menerima pembayaran berasal dari anggaran belanja barang dan jasa karena pertanggung jawabannya hanya berupa daftar pemerima uang (kuitansi) tanpa didukung bukti pendukung lain. Bahkan JPU membeberkan untuk terdakwa I H Suryana telah menerima uang secara tidak sah sebesar Rp312,7 juta.  Sedangkan terdakwa II Sunaryo HW menerima pembayaran secara tidak sah sebesar Rp180,31 juta (lihat grafis). “Berdasarkan laporan hasil audit BPKP Jabar Nomor LAP-6124/PW10/5/2006 tertanggal 29 Juni 2006, perbuatan terdakwa  bersama anggota DPRD telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4,983 miliar,” ungkapnya. Atas perbuatan terdakwa, diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam dakwaan subsider keduanya diancam pidana pasal 3 jo pasal 18 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Seusai pembacaan dakwaan, ketua tim kuasa hkum Suryana, Gunadi  Rasta SH MH mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang telah dibacakan JPU. Selain itu Gunadi juga mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya dengan berbagai alasan, antara lain persamaan proses hukum, kliennya merasa terdholimi karena terdakwa dengan perkara yang sama dan sudah divonis ternyata tidak ditahan. Kondisi ini menunjukkan ada proses hukum yang dilanggar, untuk itulah kliennya mengajukan penangguhan penahanan. “Jelas sekali, kasus hukum yang sama  dan sudah vonis hakim, ternyata tidak ditahan, kliennya kami justru malah ditahan, kami meminta pengalihan penahanan kepada yang mulai majelis hakim supaya pak Suryana penahanannya dialihkan. Karena dalam perkara yang sama  justru terpidana APBDgate tidak ditahan,” tegasnya. Gunadi juga meminta waktu kepada majelis hakim selama sepekan untuk menyusun eksepsi. Pengacara vokal ini juga menganggap proses penahanan terhadap Suryana unsur politisnya lebih kental, rujukan penahanan tertanggal 18 November 2011, ternyata 18 Agustus 2011 sudah ditahan. Fauzan TZ SH juga menjelaskan, ada beberapa poin yang akan diajukan dalam eksepsi mendatang, karena saat dakwaan dibacakan, ternyata dakwaan primer dan subsider tidak jelas. Padahal unsur melakukan dan turut serta melakukan  itu pengertiannya berbeda, dalam putusan APBD ada unsur kesepakatan tapi tidak ada unsu melakukan. Terlebih lagi keputusan itu bersifat kolegial yakni kehendak bersama-sama. “Audit BPKP secara undang-undang tidak sah, karena yang sah melakukan audit adalah BPK, seharusnya dengan kehadiran BPK, mestinya BPKP melaporkan  dulu ke BPK,” tegasnya. Kuasa hukum Sunaryo HW, Kuswara SH juga mengajukan penangguhan penahanan atas nama Sunaryo. Kuswara beralasan, penangguhan penahanan ini terkiat dengan kondisi kliennya yang sedang sakit. “Pak Naryo  sedang sakit, khususnya sakit bagian dalam. Untuk itu kami mohon supaya  hakim mempertimbangkan penangguhan penahanan,” pintanya Majelis hakim memutuskan melanjutkan sidang Kamis 15 September 2011 dengan agenda pembacaan eksepsi dari penasehat hukum masing-masing terdakwa. Secara umum persidangan yang dihadiri juga satgas PDIP Jawa Barat  ini berlangsung aman di bawah penjagaan ketat aparat kepolisian. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: