Awas, Menteri Kotor Masuk Kabinet
Jika Nama-nama Pengganti Tanpa Screening KPK-PPATK JAKARTA - Presiden Jokowi sudah memastikan ada delapan nama calon menteri yang diberi tanda merah KPK. Namun, sampai saat ini belum ada tanda dari pasangan Jokowi-JK untuk kembali melibatkan KPK dan PPATK dalam proses screening delapan nama pengganti. Kalau tidak melalui cara yang sama, itu bisa menjadi lubang bagi masuknya menteri yang kotor. Menurut Jubir KPK Johan Budi SP, hingga semalam tidak ada lagi komunikasi antara pimpinan dan Jokowi. Bisa dipastikan presiden asal Solo itu belum menyampaikan delapan nama pengganti yang diberi catatan merah oleh lembaga antirasuah itu. “Sampai saat ini belum ada. Tapi, kami tidak dalam posisi meminta. Terserah Pak Presiden,” ujarnya. Yang pasti, lanjut Johan, apa yang sudah disampaikan ke Jokowi sudah final. Catatan yang muncul dari pendalaman KPK terhadap laporan hasil kekayaan pejabat negara (LHKPN) dan kasus yang ditangani itu tidak bisa diubah. Kalau Jokowi mengikuti rekomendasi KPK, berarti tidak ada cara selain mengganti delapan nama itu. Kemarin pagi, Ketua PPATK M Yusuf sempat menyambangi gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Namun, saat keluar dia mengatakan kedatangannya tidak untuk membahas nama-nama baru. “Kan ada 42 nama, itu sudah ditelusuri dan kita berikan,” jelasnya. Angka yang disebut Yusuf memang berbeda dengan penyerahan nama calon menteri KPK. Seperti diberitakan sebelumnya, nama yang diminta untuk dilacak mencapai 43 orang. Ada dugaan kalau perbedaan satu nama itu disengaja. Nama yang hilang adalah M Yusuf, sang Ketua PPATK. Kabarnya, dia termasuk salah satu kandidat pengisi kabinet Jokowi menjadi Kejagung. Itulah kenapa, namanya tidak termasuk yang ditelusuri PPATK. Mungkin, agak aneh kalau PPATK menelusuri jejak bosnya sendiri. Jadi, penelusuran rekam jejak Yusuf cukup diwakilkan ke KPK. Selain itu, M Yusuf tidak terlalu banyak bicara. Dia enggan menjawab berbagai pertanyaan soal calon menteri Jokowi. Entah serius atau hanya formalitas menjawab, saat ditanya soal ada tidak temuan PPATK yang mencurigakan, dia menjawab tidak ada rekening gendut. “Nggak ada, nggak ada,” jawabnya. Padahal, pada 2010 lembaga yang dipimpinnya pernah menyampaikan laporan mengenai rekening gendut pejabat Polri. Nah, salah satu nama yang dicurigai adalah Budi Gunawan. Kebetulan, dia saat ini juga disebut-sebut bakal masuk dalam formasi kabinet Jokowi. Terpisah, Wakil Ketua Busyro Muqoddas menambahkan, selain soal screening nama calon menteri, ada beberapa yang perlu dilakukan Jokowi. Dia berharap presiden ketujuh itu bisa mengevaluasi total warisan kementerian yang lama. “Temukan kelemahan dan akar penyebab korupsinya,” tegasnya. Menurutnya, paradigma lama harus dibongkar dan dikonstruksi ke paradigma nasionalisme inklusif yang pro rakyat sebagai subyek hukum berdaulat. Kalau keberadaan Jokowi-JK hanya meneruskan yang lama, tidak akan ada transformsi. Kalau perlu, staf khusus dihapus dan ganti ekspert yang teruji egaliterianismenya. “Presiden dan para menteri saatnya mempertegas sikap dan kepribadiannya sebagai “pelayan rakyat”. Politik yang bermarwah perlu ditampilkan kepada DPR. Orientasi kementerian lembaga (KL) bukan lagi pada proyek, tetapi transformasi ekonomi sosial. Pimpinan KL harus teruji kepribadiannya sebagai leader,” imbuhnya. DELAPAN KEMENTERIAN RENTAN DISUSUPI MAFIA Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Jokowi-JK agar mewaspadai menyusupnya mafia dalam penyusunan kabinetnya. ICW mencatat setidaknya ada delapan kementerian yang rentan disusupi mafia. Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho mengungkapkan, mafia itu berkaitan dengan bidang hukum, energi, pajak, hutan dan mafia pertambangan. Ada delapan kementerian yang rentan disusupi orang-orang pesanan mafia, yakni Kementerian Hukum dan HAM, ESDM, Kemenkeu, Kemen BUMN, Kemenhut, Kemenko Perekonomian, Kementrian Maritim, Kemenko Maritim dan SDA. “Termasuk juga yang harus diwaspadai ialah pemilihan Jaksa Agung dan Kapolri,” ujar Emerson. Para mafia itu berupaya memasukan orang kepercayaannya dalam kabinet untuk memastikan agar kegiatan bisnisnya selama ini tak terganggu kebijakan pemerintah baru. “Kepentingan lainnya ialah para mafia tersebut tak tersentuh hukum,” ucapnya. Kekhawatiran ICW itu muncul setelah mempelajari beberapa figur calon menteri atau pejabat setingkat menteri yang diusulkan Jokowi-JK ke KPK. “Presiden harus berhati-hati dan menolak diintervensi kepentingan mafia,” ujar pria yang akrab disapa Econ itu. Jika Jokowi tak hati-hati maka mustahil pemerintahan Jokowi-JK bisa mewujudkan pemberantasan mafia dan mewujudkan pemerintahan yang berpihak kepada rakyat serta bebas dari korupsi. (dim/gun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: