Daerah Bingung Terapkan KKS, KIP dan KIS

Daerah Bingung Terapkan KKS, KIP dan KIS

Indramayu Klaim Punya Program Lebih Dulu Ketimbang Jokowi CIREBON - Pemerintah pusat mulai menyalurkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai sarana penyaluran bantuan langsung tunai bagi masyarakat kategori miskin. Oleh pemerintah pusat, program ini diklaim sudah bisa diakses 15 juta warga miskin di berbagai penjuru daerah. Namun faktanya, di daerah belum menerima petunjuk resmi mengenai program ini. Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Cirebon, Drs Ferdinan Witoyo MSi mengaku belum mendapatkan surat edaran pemberitahuan mengenai pemberlakukan dan penerapan program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). “Terus terang kami belum mengetahui pemberlakuan program itu, sebab belum ada surat edaran atau pemberitahuan dari pusat ke daerah, jadi saya tidak bisa bicara apa-apa karena saya juga tidak punya data,” ujarnya kepada Radar Cirebon, kemarin (4/11). Namun demikian, berkaca dari pengalaman program pembagian bantuan pemerintah haruslah disertai dengan data yang valid. Ferdinan meminta seharusnya program KIP, KIS dan KKS ini diawali dulu dengan survei dan pendataan. Hal ini agar program tersebut bisa tepat sasaran dan tidak menjadi polemik di tengah masyarakat. “Program bantuan seperti ini yang selalu menjadi masalah adalah keakuratan data. sedangkan pemerintah pusat biasanya menggunakan data dari BPS, yang merupakan hasil survei tahun 2011. Nah ini kan data di lapangan pasti banyak yang berubah. Jadi saya khawatir ini bisa jadi polemik lagi di tengah masyarakat,” ungkapnya. Sementara itu, Ketua Forum RW Kota Cirebon, Untung Mulyadi mengungkapkan adanya pemberlakuan program KIP, KIS dan KKS ini terkesan seperti terburu-buru. Walaupun demikian, dia menyebut program tersebut merupakan program yang bagus untuk membantu masyarakat. “Hanya saja memang terkesan sedikit terburu-buru dan tidak ada persiapan,” katanya. Kalaupun program ini sudah dipersiapkan dengan baik, pastinya harus ada pendataan terlebih dahulu terhadap masyarakat penerima bantuan. “Data yang sekarang ini masih bermasalah, seharusnya bisa dimutakhirkan dulu. Supaya tidak ada lagi warga miskin yang tidak bisa mendapatkan bantuan karena tidak ada dalam data itu.” jelasnya. Namun demikian, dia berharap saat program ini diluncurkan, pemerintah bisa juga ikut memverifikasi warga miskin yang harus mendapatkan bantuan. “Artinya dalam pembagian program ini nanti, data tidak saklek dari BPS, jadi warga miskin yang berhak menerima bantuan tapi tidak tercantum itu, agar juga bisa dimasukkan dan harus ada jaminan, kalau tidak sepert itu bisa menjadi polemik,” jelasnya. Ia menyebutkan, data BPS yang hasil survei PPLS 2011 banyak harus divalidasi. Hal ini karena banyak perubahan di tengah masyarakat, misalkan, adanya warga yang meninggal atau pun warga yang miskin yang belum tercantum. Hal sama dirasakan Kuningan. Hingga kini, tiga kartu untuk jaminan sosial baik itu Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) mekanismenya belum diketahui. “Hingga saat ini kami belum menerima regulasi mengenai KIS. Kami terus mencari agar diketahui pasti bagaimana sebe­narnya,” ucap Kadinkes Kuningan H Raji K Sarji Mkes kepada Radar, kemarin (5/11). Sementara itu, dengan semakin gencar pemberitaan di berbagai media membuat banyak warga bertanya. Mereka tidak memperolah jawaban pasti dari program ini ketika bertanya kepada pihak desa. “Saya baca di koran jangankan pihak desa, kepala dinas kesehatan pun tidak. Seharusnya ketika meluncurkan program sudah mengetahui data pasti,” ucap Sulaeman yang mengaku warga Desa Pasayangan, Kecamatan Lebakwangi. Bagi warga yang pekerjaannya tidak tentu adanya, bantuan sangat dibutuhakan, terlebih akan ada kenaikan harga BBM. Ia sendiri dengan memiliki tiga anak cukup kewalahan dengan biaya hidup baik itu pendidikan dan kesehatan. Seblumnya, Kades  Gunungaci Kecamantan Subang, Emon Rukman berharap pemerintah memberikan informasi yang jelas sehingga para kades bisa memberikan keterangan pasti kepada warga. Sebab, masalah seperti ini sensitif kalau tidak terbuka. Terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Majalengka Drs H Abdul Gani MSi menuturkan, pihaknya masih belum mendapatkan instruksi maupun petunjuk resmi dari pemerintah pusat, mengenai langkah dan upaya apa yang mesti dilakukan pemerintah di daerah untuk suksesi program ini. “Sampai saat ini, saya juga baru mengetahui informasinya sekilas melalui media massa. Ke dinas, belum ada perintah dan instruksi yang memerintahkan agar kita mesti berbuat apa untuk menyukseskan program ini,” kata Gani, kemarin (5/11). Jika melihat jenis programnya, dia mengira-ngira bahwa program ini hampir sama dengan program penyaluran bantuan langsung sementara miskin (BLSM) yang pernah digulirkan pemerintahan sebelumnya. Karena berbasis pada penyaluran bantuan langsung kepada masyarakat miskin melalui lembaga yang ditunjuk untuk menyalurkanya, yakni Kantor Pos. “Sepertinya sama (dengan program BLSM, red), tapi saya belum bisa memastikan apakah itu bentuknya atau tidak. Pokoknya, selama masih belum ada petunjuk resmi, kita di daerah belum bisa melangkah apa-apa,” kata Gani. Mengenai database dari program KKS tersebut, Gani juga belum tahu sasaran penerimanya bakal diambil dari mana. Namun, untuk persiapan, pihaknya telah menyiapkan arsip database penerima BLSM, sebagai antisi­pasi kalau nanti sasaran pene­rima program KKS itu sama de­ngan penerima BLSM. Sehingga, ketika turun instruksi resmi, tinggal menjalankanya saja. Yang jelas, Gani berharap petunjuk atau instruksi resmi dari pemerintah pusat itu, mesti segera diturunkan ke daerah. Mengingat program ini dicanangkan sudah harus berjalan efektif di bulan November ini. Karena yang akan disalurkan adalah dana bantuan kepada warga miskin untuk periode mulai bulan November 2014 ini. LEBIH DULU DARI JOKOWI Program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) baru saja diluncurkan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi). Bagi Kabupaten Indramayu, kebijakan tersebut sudah tidak asing lagi. Karena Bupati Indramayu, Hj Anna Sophanah, sudah lebih dahu­lu meluncurkan program Kartu Sehat dan Kartu Pintar (Kasep) sejak tahun lalu. Pro­gram ini digulirkan dalam rang­ka meningkatkan derajat keseha­tan masyarakat yang akan berim­bas pada peningkatan indeks pem­bangunan manusia (IPM). Data yang diperoleh Radar, sebanyak 40.000 warga Kabupaten Indramayu berhak mendapatkan Kartu Sehat yang dibiayai APBD Kabupaten dengan anggaran mencapai Rp18,3 miliar. Kartu Sehat tersebut merupakan jaminan bagi warga untuk berobat di delapan rumah sakit yang telah bekerja sama dengan Pemkab Indramayu. Yaitu RSUD Indramayu, RSUD Pantura MA Sentot, Rumah Sakit Bhayangkara, RSUD Gunung Jati Cirebon, RS Hasan Sadikin, RS Jiwa Bogor, RS Jiwa Cisarua dan RS Mata Cicendo. “Kami minta agar warga pemilik Kartu Sehat juga dilayani dengan baik seperti pasien lainnya. Karena tujuan pemberian Kartu Sehat ini adalah untuk membantu masyarakat miskin, agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah,” kata Wakil Bupati Indramayu, Drs H Supendi MSi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dr H Dedi Rohendi menjelaskan, Kartu Sehat tersebut merupakan kebijakan Bupati Indramayu untuk membantu masyarakat miskin memperoleh jaminan kesehatan. Menurutnya, tahapan pelaksanaan program Kartu Sehat mulai dilaksanakan sejak Bulan Oktober 2013 dengan melakukan validasi data masyarakat miskin yang belum memiliki Kartu Jamkesmas. Data tersebut bersumber dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Berdasarkan data awal, ujar Dedi, jumlah masyarakat miskin yang harus divalidasi sebanyak 36.709 jiwa. Namun hasil validasai diperoleh data masyarakat miskin yang berhak mendapat Kartu Sehat sebanyak 40.000 jiwa. Sementara untuk Kartu Pintar, Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu terus melakukan pendataan terhadap siswa tak mampu yang berhak untuk mendapatkan Kasep. Berdasarkan data sementara dari Dinas Pendidikan, jumlah siswa tak mampu sebanyak 49.905. Jumlah ini terdiri dari siswa SMP sebanyak 24.600 siswa, SMK 18.022 siswa, dan SMA 6.783 siswa. “Jumlah sementara memang hampir mencapai 50 ribu. Meskipun demikian kami masih terus melakukan verifikasi, agar data siswa miskin yang akan menerima aksep benar-benar akurat,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, DR H Odang Kusmayadi MM, didampingi Sekretaris DR M Ali Hasan MPd. Dikatakan Odang, data siswa miskin diambil berdasarkan usulan orangtua siswa, dan diketahui oleh RT/RW, kuwu dan camat. Selanjutnya diverifikasi wali kelas, guru BK dan diketahui komite sekolah untuk kemudian disahkan kepala sekolah. Dari kepala sekolah, setelah ditandatangani di atas materai selanjutnya diserahkan ke Dinas Pendidikan. Odang mengatakan, masing-masing kelas atau sekolah juga harus menempel pengumuman “daftar siswa tidak mampu” atau “daftar siswa mampu”. Tujuan dengan diumumkannya data tersebut diharapkan akan ada masukan dari siswa yang bersangkutan, apakah mereka memang layak masuk daftar siswa tidak mampu atau siswa mampu. “Kalau mereka yang mampu ternyata masuk dalam daftar tidak mampu tentunya akan malu. Sebaliknya kalau ada yang tidak mampu tapi masuk dalam daftar siswa mampu, tentunya akan protes,” tambah Odang. Anggota Komisi B DPRD Indramayu, Ruswa MPdI, berharap agar pendataan siswa miskin calon penerima KIS, KIP, dan KKS benar-benar akurat. Menurutnya, program tersebut akan berhasil apabila diawali dengan pendataan yang akurat, sehingga tujuan pemerintah untuk membantu siswa miskin akan tepat sasaran. “Kami berharap program pusat tidak tumpang tindih dengan program yang sudah ada di daerah. Hal ini tentu harus segera diantisipasi pihak pemkab Indramayu,” ujarnya. Sementara itu, jika daerah lain masih bingung dengan penerapan program terbaru Jokowi, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, H Mustofa SH justru meminta semua daerah untuk tidak berdebat soal itu. Menurutnya, nama program BPJS Kesehatan tidak akan diubah oleh pemerintah, sementara KIS itu nama kartu peserta BPJS Kesehatan. Data penerima KIS ini menggunakan data penerima Jamkesmas yang sudah dikaver BPJS Kesehatan dengan anggaran yang berasal dari pemerintah pusat. “Jadi, mereka yang sudah menjadi peserta Jamkesmas yang dilebur menjadi BJPS Kesehatan, secara otomatis akan mendapatkan KIS,” tuturnya. (jml/mus/azs/oet/jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: