Kejari Siap Usut Penyelewengan BOS dan ADD
Bisa Dijerat dengan Undang-Undang Tipikor atau TPPU MAJALENGKA - Sesuai amanat Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Dana sebesar itu sebagian disalurkan kepada sekolah-sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tinggal penggunaannya saja yang perlu dikawal dan diawasi. Demikian hal tersebut dikemukakan Ketua Tim Penerangan Hukum Kejari Majalengka Noordien Kusumanegara SH MH, pada kegiatan sosialisasi Undang-Undang Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di aula Kecamatan Cigasong. Dia juga menekankan agar penggunaan dana BOS harus sesuai menurut petunjuk teknis (juknis) BOS tahun 2013 yang meliputi 13 komponen alokasi pembiayaan. “Karena bersumber dari APBN/APBD maka harus ada laporan penggunaannya. Penyimpangan apalagi penyelewengan terhadap anggaran tersebut, maka kami sebagai penegak hukum tak segan-segan akan mengusutnya,” kata Noordien kepada Radar, kemarin (15/12). Noordien menjabarkan pencucian uang atau money laundering dijelaskan secara yuridis melalui UU RI No 8 Tahun 2010. Intinya, kata dia, suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta Kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum. “Sehingga mereka dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” sahutnya. Sementara itu, untuk para kepala desa, Noordien mengingatkan kembali agar pengelolaan dan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) maupun bantuan lainnya diimbau untuk melibatkan elemen yang ada di desa. Seperti BPD, LSM, tokoh masyarakat dan selalu berkonsultasi dengan pihak kecamatan. Hal ini guna menghindari kesalahan atau penyimpangan yang disengaja maupun tidak. “Pasca diundangkannya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, tiap desa pada tahun depan akan mendapatkan ADD berkisar antara Rp800 juta sampai Rp1,4 miliar. Dana sebesar itu harus jelas penggunaan dan laporannya, karena sangat rawan penyelewengan. Sudah ada beberapa kepala desa yang divonis maupun sedang disidang karena terjerat Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tutur Noordien. Di tempat yang sama Camat Cigasong Hj Titi Siti Latifah SSos MM menyambut baik kedatangan tim kejari pada acara yang digagasnya. Penerangan hukum ini, kata dia, merupakan pencerahan yang positif terhadap implementasi gerakan open government. “Transparansi anggaran sudah dicanangkan oleh Bapak Bupati, oleh karenanya saya tegaskan agar setiap bantuan baik dana BOS di lingkungan pendidikan maupun ADD di desa harus jelas dan akuntabel penggunaannya,” ujar Titi. Acara penerangan hukum sendiri dihadiri oleh muspika, seluruh kepala desa, kepala sekolah, dan masyarakat Cigasong. Pada kesempatan itu tim kejari menyerahkan buku, brosur dan stiker tentang anti korupsi dan dibagikan kepada peserta acara. (gus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: