Kalla: Din Lebih Pantas Jadi Menlu

Kalla: Din Lebih Pantas Jadi Menlu

MAKASSAR - Muktamar ke-47 Muhammadiyah dan seabad Aisyiyah kemarin (7/8) diakhiri dengan manis. Sekitar 4.500 peserta muktamar tumpah ruah di gedung Balai Sidang Universitas Muhammadiyah Makassar. Sejak kemarin, duet Haedar Nashir dan Siti Noordjannah Djohantini resmi menagkodai dua organisasi dengan jumlah jamaah 35 juta jiwa itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla kemarin secara resmi menutup perhelatan yang sudah berlangsung selama seminggu tersebut. Dia mengapresiasi gelaran Muktamar yang berlangsung mulus dan relatif tanpa konflik yang mencuat. “Muktamar yang sangat tenang, dan memberi contoh yang baik dalam berdemokrasi,” ujarnya. Secara khusus, JK mengapresiasi kinerja Din Syamsuddin yang memimpin Muhammadiyah 10 tahun terakhir. Dia menyebut Din sebagai sosok yang aktif di dalam maupun luar negeri. Bahkan, menurut JK, Din lebih banyak berada di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Saat pidato, JK sempat mengeluarkan pernyataan menarik pasca lepasnya Din dari PP Muhammadiyah. “Pak Din lebih pantas menjadi menlu daripada yang lainnya,” ucap JK yang langsung disambut gemuruh tepuk tangan para muktamirin. Dengan pergantian tersebut, Din saat ini tidak punya jabatan apapun di PP Muhammadiyah. JK meminta Muhammadiyah lebih banyak berkontribusi bagi bangsa. Tantangan bangsa Indonesia saat ini adalah kemajuan. Ukurannya adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan negara, jumlah pengangguran, hingga tingkat kemiskinan. Muhammadiyah bisa mengambil peran dalam bidang-bidang tersebut. Dalam Islam, ukurannya juga bisa dilihat dari jumlah orang yang berhaji dan mustahiq. “Bagaimana kita memperbanyak Muzakki dan mengurangi mustahiq zakat, itu tanggung jawab saya dan Presiden,” lanjutnya. Namun, akan lebih baik apabila seluruh elemen bangsa ikut andil dalam meningkatkan kemajuan negara dan mengurangi kemiskinan. Menurut JK, ciri khas utama negara-negara mau yang membedakannya dengan negara lain adalah semangat untuk maju. Muhammadiyah memiliki modal itu, dan tinggal dikelola agar bisa berdampak langsung bagi masyarakat.  Salah satu modal besar itu adalah pendidikan. Muhammadiyah sudah sangat sering mencetak pendidik, sehingga kemudian organisasi itu identik dengan dunia pendidikan. JK menambahkan, dia membe­rikan apresiasi atas terpilihnya duet Haedar-Noordjannah di Muhammadiyah dan Aisyiyah. Menurut dia, Nama Muhammadiyah merupakan representasi penghargaan terhadap Nabi Muhammad. Sedangkan, nama Aisyiyah mirip dengan nama istri Nabi Muhammad, Aisyah. “Jadi kalau suami istri pimpin Muhammadiyah dan Aisyiyah, itu sunnah nabi,” tambahnya seraya tertawa. Sementara itu, Haedar mengakui tidak mudah menjadi penerus Din, karena 10 tahun terakhir organisasi Muhammadiyah berkembang pesat. “Di belakang saya ada bayang-bayang pak Din, Buya Syafii Maarif, mengemban bayang-bayang itu tidak mudah,” tuturnya. Sejak kemarin, dia menge­palai Pimpinan Pusat Muham­madiyah, tujuh organisasi otonom, 34 pimpinan wilayah, 488 pimpinan daerah, 3.655 pimpinan cabang, dan 13.540 pimpinan ranting. Itu belum termasuk puluhan ribu amal usaha Muhammadiyah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Haedar menuturkan, Muhammadiyah akan memperluas area dakwah bersama kelompok-kelompok lain, termasuk kelompok yang berasal dari agama berbeda. Sebuah agama harus didalami betul substansinya sehingga melahirkan kesalehan, perilaku damai, kecerdasan, dan toleran, dan konstruktif. Sehingga, tidak sampai mencetak paham radikal dan konflik. Muktamar sudah mengha­silkan banyak rekomendasi, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam, aset negara, hingga menumbuhkan budaya cinta ilmu. Rekomendasi itu akan dipilah satu persatu dan dibagi pengerjaannya oleh para anggota PP Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyatakan, pihaknya belum menentukan apakah struktur PP Muhammadiyah akan ditambah seperti pada saat era Din Syamsuddin. Pada periode sebelumnya, anggota PP memasukkan tambahan lima orang di struktur PP. “Nanti tergantung rapat pleno yang kami lakukan, tentunya sesuai dnegan kebutuhan,” ucapnya. Acara penutupan berlangsung singkat, hanya sekitar satu jam. Sejak kemarin, para muktamirin secara bertahap mulai meninggalkan Makassar dan kembali ke wilayah masing-masing. Muktamar selesai tanpa ada ganjalan, bahkan melahirkan era baru kepemimpinan di awal abad kedua Muhammadiyah dan Aisyiyah dengan terulangnya sejarah Ahmad Dahlan dan Siti Walidah yang memimpin kedua organisasi itu di masa-masa awal terbentuknya. Di luar arena, Din Syamsuddin menanggapi pidato JK dengan santai. “Beliau sudah sering bercanda,” ujarnya usai penutup­an muk­tamar. Dia menutur­kan, usai melepas jabatan di PP Muham­madiyah, dia akan lebih sering berada di luar negeri ka­rena dia menjadi anggota dari sejum­lah organisasi internasional. Hanya, kalau memang pernyataan JK serius, dia akan mem­pertimbangkan. Di anta­ranya, apakah bakal bentrok dengan ke­giatannya yang lain. “Kalau itu (tawaran menteri) mewakili Muham­madiyah, harus minta ke PP Muhammadiyah, dan PP yang menentukan,” terangnya. (byu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: