SBY Ingatkan Presiden Joko Widodo

SBY Ingatkan Presiden Joko Widodo

Soal Pasal Penghinaan, Minta Penguasa Tidak Salahgunakan Wewenang JAKARTA- Munculnya pasal penghinaan terhadap presiden dalam usul revisi UU KUHP memantik reaksi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pasal tersebut dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada era kepemimpinan dia tahun 2006. SBY pun sepakat bahwa pasal penghinaan terhadap presiden sangat subjektif. Dalam keterangan persnya kemarin, SBY menyatakan bahwa tindakan menghina dan mecemarkan nama baik orang lain, termasuk presiden, merupakan perbuatan yang tidak baik. Namun, di sisi lain, tidak baik juga seseorang menggunakan kekuasaan untuk memperkarakan orang yang dinilai menghina, termasuk presiden sekalipun. Dia menuturkan, selama 10 tahun menjabat sebagai presiden, ada ratusan perkatan dan tindakan yang menghina dan mencemarkan nama baiknya. “Foto resmi presidendibakar dan diinjak-injak, mengarak kerbau yang pantatnya ditulisi “SBY”, maupun kata-kata kasar lain di ruang publik,” kenangnya. Namun, apabila semua penghinaan itu dia perkarakan satu persatu, maka akan ada ratusan orang yang ditersangkakan. Selain itu, dia sendiri tidak akan konsentrasi bekerja karena sibuk mengadu ke polisi. Rakyat pun tidak akan berani mengkritik dan bebricara keras karena takut dipidanakan. Karena itu, dia mengingatkan agar semua pihak berhati-hati menyikapi pasal penghinaan terhadap presiden. “Pasal penghinaan, pencemaran nama baik, dan tindakan tak menyenangkan tetap ada “karetnya”, artinya ada untur subjektivitas,” ucap mantan Menkopolhukam itu. SBY pun meminta para pemegang kekuasaan tidak menyalahgunakan kekuasa­annya. Baik Presiden, penegak hukum, pers, maupun rakyat. Demokrasi dan kebebasan penting, sambung dia, namun jangan melapaui batas. “Demokrasi juga perlu tertib, tapi negara tidak perlu represif,” tambahnya. Sementara itu anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menjelaskan DPR belum membahas pasal penghinaan presiden tersebut. Sebab sampai saat ini anggota DPR masih menjalani masa reses dan baru masuk pada tanggal 14 Agustus 2015. “Kami belum membahasnya,” ucapnya. Namun dia menegaskan, meski belum memeriksa pasal tersebut, Arsul memastikan akan mencermati betul usulan itu. Jika pasal yang diajukan ternyata sama dengan tahun 2006 lalu, maka politisi PPP kubu Romahurmuziy itu akan tegas menolaknya. “Kami akan tolak jika sama karena pada tahun 2006 MK sudah menyatakan inkonstitusional,” terangnya. Kemungkinan, pemerintah akan mengajukan pasal penghinaan yang sama seperti tahun 2006. Hanya saja diganti deliknya. Yang dulu deliknya umum kini berganti delik aduan. Sehingga orang yang menghina presiden bisa diproses hukum jika ada laporan dari presiden. Pria yang kini menjabat wasekjen PPP itu mengatakan, meskipun menjadi delik aduan, belum tentu pasal itu akan bermanfaat. Sebab, bisa jadi pasal itu digunakan untuk menjatuhkan kelompok yang memang mengkritisi presiden. “Kami akan periksa lagi,” paparnya. (byu/aph/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: