Anang Jamin Tak Gaduh Lagi

Anang Jamin Tak Gaduh Lagi

Perbaiki Hubungan dengan KPK untuk Berantas Korupsi JAKARTA- Drama pergantian kabareskrim diharapkan mengubah wajah penegakan hukum di Indonesia. Dari penegakan hukum yang garang menjadi lebih teduh, namun tetap mencapai tujuannya untuk memberikan rasa keadilan. Untuk mencapai tujuan itu, calon Kabareskrim Komisaris Jenderal (Komjen) Anang Iskandar memastikan perlu untuk melakukan audit organisasi di Bareskrim sebelum bisa melangkah. Ditemui di kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) Kepala BNN Komjen Anang Iskandar menyebutkan bahwa penegakan hukum harus memperhatikan ketertiban masyarakat. Hal itu yang akan diterapkan dalam memimpin Bareskrim nantinya. “Teori itu yang nanti akan dilaksanakan secara teknis,” paparnya, kemarin. Apakah itu berarti akan meninggalkan cara Komjen Budi Waseso yang kerap sensasional, seperti saat menggeledah Pelindo II? Dia menuturkan bahwa penindakan hukum, seperti penggeledahan yang dilakukan di Pelindo II memang harus seperti itu. Namun, nantinya seninya penggeledahan akan berbeda. “Cara setiap orang berbeda, begitu juga gayanya tidak akan sama. Semua itu akan terlihat saat tugas teknis di lapangan,” ujarnya. Ibaratnya, lanjut dia, seperti memancing ikan tapi tidak membuat airnya keruh. Penanganan sebuah kasus bisa dilakukan senyap dan teduh, namun tujuannya bisa tercapai. “Tapi, kalau memang diperlukan ketegasan, tentu saja saya bisa berubah menjadi lebih tegas, seperti harimau atau macan,” canda lulusan Akabri Kepolisian seangkatan dengan Kapolri tersebut. Salah satu contoh nyatanya adalah pengungkapan 862 kg sabu-sabu di Bandara Soekarno Hatta beberapa bulan lalu. Penanganan kasus narkotika terbesar se-Asia Tenggara itu awalnya tidak diketahui siapapun. Tapi, begitu semuanya terungkap akhirnya jelas. “Awalnya, kasus ini terasa begitu sulit, tapi begitu dapat, ternyata gampang,” ujar arek Suroboyo tersebut. BNN dengan Bareskrim memiliki kerumitan yang berbeda, bila di BNN hanya menangani kasus narkotika. Bareskrim bisa menangani bermacam-macam kasus, dari kasus pidana umum hingga tindak pidana narkotika. Terkait itu, Anang menuturkan, akan dibangun tim yang kuat dari setiap direktorat di Bareskrim. “Semuanya harus maju bersama-sama,” ujarnya. Untuk membuat tim yang kuat, sebagai Kabareskrim harus mengetahui bagaimana kondisi dari lembaga tersebut. Dengan itu diperlukanlah sebuah audit organisasi pada Bareskrim. “Saya perlu adaptasi dan tentu perlu mengetahui kondisi dari Bareskrim,” paparnya. Apakah akan melihat keseimbangan antara jumlah kasus dengan penyidik yang ada di Bareskrim? Dia mengaku belum sejauh itu, namun yang pasti semua harus dipelajari. “Kita akan rencanakan langkah terbaik ke depan,” tuturnya. Langkah utama lainnya, Bareskrim yang selama ini dipandang kerap berbenturan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentu harus diperbaiki. Caranya, dengan merangkul komisi anti rasuah itu untuk bersama memberantas korupsi. “Semua akan dirangkul, termasuk KPK,” jelasnya. Soal berbagai kasus yang terkait dengan pimpinan KPK non aktif, dia menyebutkan, tentunya sudah ada proses yang berjalan. Hal tersebut harus dihormati. “Semua kasus tidak bisa dihentikan secara sembarangan, kecuali dengan cara-cara yang sah,” ujarnya. Agar bisa berlari lebih cepat, rencananya dalam waktu dekat Anang akan berkomunikasi dengan Budi Waseso. Ada berbagai program di BNN yang harus diselesaikan. “Ya, bicarakan soal penanganan narkotika,” paparnya. Pertukaran posisi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Budi Waseso (Buwas) dengan Komjen Anang Iskandar yang menjabat Kepala BNN menimbulkan berbagai pertanyaan. Mulai dari dugaan bernuansa politis hingga intervensi kekuatan tertentu ikut membumbui kabar pergantian orang nomor satu di reserse itu. Namun Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membantah kabar tersebut. Jenderal bintang empat itu menegaskan, pergantian kabareskrim murni bentuk penyegaran organisasi. Bahkan dia menyebut prosesnya sudah lama. “Itu prosesnya sudah lama, melalui proses wanjak, asesmen juga,” ujarnya usai melaksanakan salat Jumat di Mabes Polri Jakarta kemarin. Lantas, ketika ditanya kenapa lulusan 84 diganti lulusan 82, Badrodin mengatakan itu sebagai hal biasa. Baginya, meski diganti dengan yang sosok yang lebih senior, pergeseran itu sebagai upaya penyegaran. “Kan kalau udah lama perlu ada penyegaran,” imbuhnya. Badrodin membantah, jika pergeseran tersebut merupakan intervensi istana. Untuk diketahui, Anang Iskandar merupakan lulusan Akpol (Akademi Polisi) tahun 1982. Sementara Komjen Budi Waseso yang baru menja­bat Ka­bareskrim mulai 19 Januari 2015 itu lulusan Akpol tahun 1984. Sementara terkait pe­nunjukkan Komjen Buwas menjadi Kepala BNN, Jenderal ke­lahiran Jember itu menye­but sebagai kewenangan Presiden Jokowi. Sebab, secara institusi, BNN berada di bawah kewena­ngan presiden. “Kita di sini melaksanakan saja,” tuturnya. Sementara Komjen Buwas tampak tak terpengaruh dengan pertukaran posisi tersebut. Bahkan dia terkesan lebih semringah dari biasanya. Buwas yang saat itu mengenakan batik warna coklat kombinasi kuning tetap lincah dalam menjawab berbagai pertanyaan dari sejumlah wartawan. Buwas menjelaskan bahwa mutasi merupakan hal yang ditujukan untuk penyegaran dan kepentingan institusi. ”Saya kira tidak perlu untuk dipersoalkan,” tuturnya. Dia merasa sudah berupaya sekuat tenaga untuk memimpin Bareskrim. Nantinya, di jabatan yang baru Buwas akan menar­getkan bekerja lebih baik lagi. “Sebenarnya, Kepala BNN itu be­kerja langsung dibawah pre­siden, ini malah bisa dipan­dang se­bagai penghargaan,” ucapnya. Untuk transfer pemahaman lebih cepat, rencananya Budi menyampaikan dengan detil semua kasus yang ditangani Bareskrim pada Anang. Terutama puluhan kasus korupsi, pidana umum hingga pidana tertentu lembaga tersebut. “Saya akan sampaikan pada pengganti saya,” jelasnya lagi. Soal langkah awal di BNN, dia mengaku akan melakukan pemetaan internal serta harus lebih tegas lagi dalam menin­dak para mafia narkotika. “Tan­tangan terberatnya ya mela­wan mafia narkotika inter­nasio­nal. Ini sama dengan kejaha­tan luar biasa, seperti korup­si,” tegas Buwas. Buwas Langsung Tebar Ancaman Belum sepenuhnya resmi menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), ancang-ancang untuk melakukan langkah besar sudah disiapkan Komjen Budi Waseso. Rencananya, pende­katan dekriminalisasi dan de­penalisasi dengan cara mela­kukan rehabilitasi yang selama ini dilakukan bagi pengguna narkoba akan dihapus. “Nanti tidak ada lagi istilah memakai-memakai,” ujar pria yang akrab disapa Buwas itu sebelum menunaikan Salat Jumat di Mabes Polri, kemarin (4/9). Buwas yang mengenakan batik berwarna coklat dengan kopiah di kepalanya itu menilai rehabilitasi merugikan negara dua kali. “Duit negara keluar, generasi muda rusak,” imbuhnya. Buwas beralasan, tindakan tegas harus diberikan kepada pengguna narkoba. Sebab, semakin hari, jumlah penggunanya di Indonesia terus bertambah. Bahkan  Buwas mengendus, peredaran narkoba tumbuh dan berkembang dengan berlindung pada pemakai. Oleh karenanya, perlindungan yang diberikan undang-undang terhadap para penggunanya dinilainya tak tepat. Dia mencontohkan, apa yang dilakukan presiden dengan memberikan hukuman mati bagi para pengedar narkoba. Menurutnya, upaya penindakan yang tegas dirasa cocok jika melihat massifnya kejahatan narkotika. Lebih lanjut lagi, ke depan pihaknya akan mendesak percepatan hukuman mati bagi pengedar narkoba yang sudah divonis. Buwas beralasan, penun­daan eksekusi sama dengan pem­berian kesempatan bandar untuk membuat jaringan baru. Sebagai langkah utamanya, jenderal bintang tiga itu berencana akan mengubah UU yang memayungi upaya rehabilitasi bagi pengguna. Yakni UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. “Putusan manusia bisa diubah, kecuali putusan Tuhan,” paparnya. Meski gagasannya tersebut berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Anang Iskandar, mantan Kapolda Gorontalo itu mengaku tidak khawatir. Baginya, evaluasi bisa dilakukan jika memang kebijakan yang ada justru merugikan negara. Ketika ditanya, apakah pembasmian narkoba akan dilakukan dengan cara gaduh, Buwas menampiknya. Dia berjanji akan lebih lembut. “Pelan-pelan saja seperti lagunya Kotak (grup band Kotak, red),” tuturnya diimbuhi dengan senyum khasnya. Selain pengguna narkoba, salah satu lembaga yang akan mendapat dampak dari gagasan Buwas adalah lembaga pemasyarakatan (Lapas). Dengan diterapkannya pendekatan pidana, peningkatan jumlah narapidana di lapas akan bertambah. Padahal, sebagaimana rahasia umum, mayoritas lapas di Indonesia sudah over kapasitas. Kepala Sub Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Akbar Hadi Prabowo mengaku pasrah dengan hal itu. Menurutnya, pihaknya hanya pelaksana UU. “Jika itu sudah diputuskan, tentu akan kita terima,” ungkapnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group). Terkait bagaimana cara menyikapi bertambahnya jumlah anggota lapas, Akbar belum bisa berkomentar. Pihaknya masih menunggu detail regulasinya seperti apa. Sementara terkait keinginan Komjen Budi Waseso merevisi UU Narkotika, Komjen Anang Iskandar menanggapinya dengan sangat bersahabat. Menurutnya, saat ini Buwas sama sekali belum mendapatkan penjelasan terkait kondisi penanganan narkotika dari BNN. “Nanti saya akan jelaskan sendiri, dia kan belum ke sini (BNN),” paparnya. (far/idr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: