Solar Turun Rp200, Premium Tetap

Solar Turun Rp200, Premium Tetap

Listrik dan Gas Industri Ikut Turun JAKARTA- Momentum penguatan rupiah dimanfaatkan pemerintah. Pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid 3 yang rencananya digelar hari ini dipercepat satu hari dan diumumkan kemarin. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ada tiga tema dalam paket kebijakan jilid 3 ini. Pertama, penurunan harga BBM, listrik, dan gas. Kedua, perluasan kewirausahaan penerima kredit usaha rakyat (KUR). Ketiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan investasi. \'\'Untuk BBM, harga solar turun, sedangkan premium tetap,\'\' ujarnya di Kantor Presiden kemarin (7/10). Darmin mengatakan, berdasar kalkulasi Pertamina, harga solar subsidi turun Rp200 dari Rp6.900 per liter menjadi Rp6.700 per liter. Demikian pula solar nonsubsidi yang saat ini dijual di kisaran Rp8.200-8.450 per liter (sesuai wilayah distribusi), juga turun Rp 200 per liter. “Ini berlaku tiga hari setelah diumumkan (Sabtu, 10 Oktober pukul 00.00),” katanya. Darmin menyebut, beberapa komoditas energi lain yang selama ini sudah mengikuti mekanisme pasar, sudah turun sejak 1 Oktober 2015 lalu. Misalnya avtur atau bahan bakar pesawat untuk penerbangan internasional turun 5,3 persen, avtur untuk domestik turun 1,4 persen, Elpiji 12 kilogram (kg) turun dari Rp141.000 menjadi Rp134.000, Pertamax turun dari Rp9.250 per liter menjadi Rp9.000 per liter, serta Pertalite dari Rp8.400 per liter menjadi Rp 8.300 per liter. “Ini semua bagian dari upaya memberikan insentif bagi industri dan meningkatkan daya beli masyarakat,\'\' ucapnya. Terkait tidak ikut turunnya harga premium, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengakui jika saat ini harga keekonomiannya masih di atas harga jual Rp7.400 per liter (Jawa-Madura-Bali/Jamali) dan Rp7.300 per liter (luar Jamali). “Jadi saat ini belum bisa (diturunkan),\'\' ujarnya. Berdasar informasi yang dihimpun, opsi mengurangi atau menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen agar harga premium dan solar bisa turun di kisaran Rp500 per liter, ditolak oleh Presiden Jokowi. Alasannya, pemerintah ingin konsisten menjalankan reformasi subsidi energi. Pemerintah juga tak mau memaksa Pertamina menurunkan harga premium karena harga saat ini sudah di bawah harga keekonomian. Lantas, apakah penguatan tajam nilai tukar rupiah saat ini belum bisa menurunkan biaya impor BBM? Dwi mengatakan, dalam kalkulasi harga BBM saat ini, Pertamina masih menggunakan asumsi rata-rata nilai tukar rupiah dalam tiga bulan terakhir yang di kisaran Rp13.900 per USD. Karena itu, jika penguatan rupiah saat ini terus berlanjut, maka Pertamina membuka kemungkinan untuk menurunkan harga premium maupun solar. “Iya, tentu nanti kami hitung lagi. Pertamina kan sangat mendukung upaya pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap harga (BBM),\'\' katanya. Dwi mengakui, dalam skema Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini, pemerintah menetapkan akan melakukan penyesuaian harga BBM jenis premium dan solar tiap tiga bulan. Namun saat negara membutuhkan stimulus untuk menggerakkan ekonomi nasional, apalagi jika nilai tukar rupiah terus menguat, maka penyesuaian harga tidak harus menunggu tiga bulan. “Jadi bisa kita evaluasi kapan saja,\'\' ucapnya. Terkait penurunan harga gas industri, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan jika pemerintah akan menurunkan harga jual gas dari hulu kepada industri pupuk dan petrokimia sebesar USD 1-2 per juta british thermal unit (mmbtu). Demi menurunkan harga gas ini, pemerintah pun harus rela menurunkan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor migas sekitar Rp12 triliun ketika berlaku 1 Januari 2016 mendatang. “Istilahnya, kita share the pain (berbagi penderitaan dengan industri yang terkena krisis),\'\' katanya. Di sektor listrik, pemerintah juga menurunkan tarif listrik untuk pelanggan industri golongan I3 dan I4 sebesar Rp12-13 per kWh. Selain itu, ada pula diskon 30 persen untuk pemakaian malam di luar beban puncak, yakni pukul 23.00-08.00. Ada pula penundaan pembayaran tunggakan tagihan listrik bagi pelanggan industri yang mengalami kesulitan cashflow serta rawan PHK. Sehingga, tahun ini hanya diwajibkan membayar 60 persen dari tunggakan dan 40 persen lainnya bisa dicicil setahun ke depan. \'\'Ini akan sangat meringankan dan bermanfaat bagi perusahaan padat karya,\'\' ucapnya. Terkait poin relaksasi KUR, Darmin menyebut jika programnya sudah dimulai dengan menurunkan bunga dari 22 persen menjadi 12 persen. Selain itu, penerima KUR juga akan diperluas. Tujuannya, agar semangat kewirausahaan di masyarakat bisa terus didorong. Sebelumnya, keluarga yang memiliki penghasilan tetap, misalnya suami seorang pegawai, maka tidak boleh menerima KUR karena dinilai konsumtif. Padahal, lanjut Darmin, banyak sekali istri dari suami yang bekerja sebagai pegawai, juga membuka usaha seperti salon maupun toko kelontong atau warung kopi. Dengan skema yang baru, maka si istri tersebut berhak mendapat KUR. \'\'Jadi asalkan digunakan untuk kegiatan produktif, boleh menerima KUR,\'\' jelasnya. Poin ketiga dalam paket kebijakan jilid 3 ini adalah penyederhanaan izin pertanahan. Selama ini investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia harus mengurus izin dengan rumit dan memakan waktu sangat lama. Akibatnya, selain menurunkan minat investasi, juga menunda realisasi investasi. “Sekarang penyederhanaan besar-besaran,\'\' kata Darmin. (owi/dyn/wir/dee)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: