Anak Dicabuli, Ortu Lapor Polisi

Anak Dicabuli, Ortu Lapor Polisi

KUNINGAN - Langkah Popon (60), penduduk Desa Sakerta Barat, Kecamatan Darma, sudah bulat membuat laporan kepada penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kuningan. Laporan itu dimaksudkan untuk mencari keadilan lantaran anak keduanya berinisial S yang belum genap berusia 18 diduga menjadi korban pelecehan seksual. Karena itu, kemarin (25/11), Popon dan anak pertamanya, Haryadi mendatangi Unit PPA untuk membuat pengaduan tertulis. Petugas dengan sigap menerima kedatangan Popon, Haryadi dan S. Beberapa polwan langsung melakukan pemeriksaan terhadap S yang diduga menjadi korban pelecehan seksual. Bertempat di ruang pemeriksaan Unit PPA yang sempit, korban ditanyai sekitar kejadian yang menimpanya. Hanya saja, pertanyaan dari anggota polwan itu terpaksa harus diulang berkali-kali lantaran S mengalami keterbelakangan mental. Pernyataannya, gadis bertubuh bongsor itu kerap berubah di hadapan penyidik. Sementara di ruang lainnya, masih di Unit PPA, Popon dan Haryadi menceritakan kronologis kejadian yang dialami S. Menurut Popon, kejadian pencabulan yang menimpa anaknya sudah berlangsung beberapa waktu lalu. Karena buta soal hukum, Popon tak tahu harus melaporkan kemana untuk menyelesaikannya. “Anak saya itu menjadi korban pelecehan seks oknum aparat desa dan penjaga sekolah. Kata anak saya, ada tiga orang yang mencabulinya dalam waktu yang berbeda,” tutur Popon kepada Radar di sela menunggu pemeriksaan, kemarin (25/11). Haryadi membenarkan jika adiknya menjadi korban pencabulan oleh oknum aparat desa dan penjaga sekolah. Itu setelah dia menanyakan langsung kepada S, beberapa waktu lalu. Namun Haryadi enggan menjelaskan siapa oknum yang dimaksud tersebut. “Saya dan ibu sudah memberikan keterangan kepada pak polisi terkait kejadian yang menimpa S. Saya melapor ke sini yakni untuk mencari keadilan. Sebab, adik saya menjadi korban. Usia adik saya belum genap 18 tahun, dan agak terganggu mentalnya,” ujarnya. Kanit PPA, Aiptu Dahroji membenarkan pelaporan dari orang tua S terkait dugaan tindak pencabulan terhadap korban. Pihaknya sampai saat ini masih memeriksa keterangan korban, yang harus didukung bukti valid. Dari hasil pemeriksaan sementara, keterangan dari S sering berubah-ubah. Hal ini menyulitkan penyidik untuk mengembangkannya. Termasuk ketika penyidik wanita memperlihatkan alat kontrasepsi pria. S mengaku tahu bentuk alat kontrasepsi tersebut. “Korban kami bawa ke rumah sakit untuk divisum. Visum itu diperlukan untuk mengecek apakah S memang menjadi korban pencabulan atau tidak. Tapi sebelumnya, korban sudah dimintai keterangan oleh penyidik polwan. Hanya saja keterangannya belum bisa dijadikan pegangan lantaran berubah-ubah. Kami mencari bukti lainnya yakni dengan memvisum korban dan meminta keterangan dari saksi-saksi. Untuk saat ini, laporannya kami tindaklanjuti,” kata Dahroji. (ags) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: