Capim KPK, DPR Ulur Waktu Lagi

Capim KPK, DPR Ulur Waktu Lagi

Kali Ini Permasalahkan Ketidakhadiran Busyro JAKARTA- Komitmen Komisi III DPR dalam menjalankan tugasnya melakukan seleksi calon pimpinan (capim) KPK makin dipertanyakan. Mereka kembali mengulur waktu pemilihan capim KPK. Kali ini mereka menggunakan modus pembahasan uji makalah dan mempermasalahan ketidakhadiran Busyro Muqoddas. Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengatakan pihaknya masih masih mempertimbangkan terkait status Busyro sebagai capim KPK. “Kami akan bahas di rapat pleno seusai pilkada nanti, sekitar tanggal 10-11 (Desember) nanti,” ungkapnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group), kemarin (6/12). Hingga kini, uji makalah yang dilakukan oleh 9 capim itu sudah dalam tahap penggandaan. Selanjutnya, akan dibagikan pada anggota fraksi dan diberikan waktu hingga pekan depan. Pihaknya belum bisa memprediksi terkair status yang nantinya akan diputuskan, terlihat dari beberapa anggota yang menyatakan gugur dan masih mempertimbangkan. “Pokoknya nanti kita lihat di 14-16 (Desember) nanti saja bagaimana hasilnya ya,” ungkapnya. Dari 10 calon yang ada, nantinya akan dipilih 5 orang untuk menjadi pimpinan baru. Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar mengapresiasi atas sikap Busyro untuk tidak datang dalam uji makalah tersebut. Begitu juga dengan Robby Arya Barata yang dimana keduanya sudah pernah menjalankan fit and proper test pada Desember 2014 lalu. Dia mengingatkan agar komisi III ini melihat persoalan ini dengan bijak. “Posisi keduanya disini tidak lagi layaknya pegawai yang mencari kerja,” jelasnya. Uji makalah ini juga dinilai tak efektif, prosesnya terjadi pengulangan secara substansi dan mengulur-ulur waktu. Sebelumnya dalam tahap wawancara, keduanya sudah mengikutinya dan kembali di undang dalam uji makalah ini. Seharusnya, DPR bukan lagi menguji tetapi menggali secara lebih dalam untuk melihat beberapa hal. Diantaranya terkait visi misi dan program para capim dalam lima tahun ke depan. “Lagipula kan standar keduanya yang telah menjalankan fit and proper test ini sudah layak. Apalagi Busyro yang sudah pernah menjadi pimpinan KPK. Apa lagi yang mesti dipertanyakan. Harusnya melihat arah apa yang mau dia bawa untuk KPK lima tahun ke depan,” tandas Aradila Caesar. Sementara itu, Busyro menyebutkan bahwa dirinya ikhlas dan siap apapun keputusan dari Komisi III. “Integritas itu adalah syarat utama masuk KPK,” imbuhnya. Sehingga, ini menjadi sebuah sikap dalam menjaga wibawa DPR yang hendak memerlukan pimpinan KPK yang berintegritas. Busyro pun mengelak dengan adanya surat undangan secara resmi dari pimpinan untuk datang ke komisi III DPR. “Hanya mendapat SMS saja dari Sekretariat Komisi III untuk hadir membuat makalah,” imbuhnya. Bukan terkait undangan, pilihan untuk tidak menghadiri uji makalah tersebut lantaran integritas yang dirinya tunjukkan. Yakni, integritas menuntut kejelasan sikap dimana jika dirinya datang dinilai sebagai pemburu kerja atau job hunter. “Saya sudah menempuh seluruh tes di Komisi III setahun yang lalu dan sudah selesai, maka jika saya datang, apa artinya dites lagi,” tanyanya. Terpisah, pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan DPR terkesan belum memiliki calon pimpinan yang sesuai kehendak mereka. Muncul dugaan DPR sebenarnya cocok dengan formasi pimpinan sementara KPK yang kini dikendalikan Taufiequrahman Ruki. Ray menilai KPK di bawah kepemimpinan Ruki justru berjalan mundur. Ruki bahkan terang-terangan mendukung revisi UU KPK. Hal itu tergambar dalam sikapnya saat mengikuti rapat gelar pendapat (RDP) bersama DPR. Saat itu Ruki mengungkapkan kesetujuannya agar UU KPK direvisi. Seperti diketahui, selama ini DPR ngebet merevisi UU KPK dengan poin-poin yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Ruki juga dinilai sengaja melakukan polisisasi KPK. Indikasinya sejumlah pos strategis kini diisi pejabat dari kepolisian. Mulai dari Deputi Penindakan, Direktur Penyidikan hingga Kabiro Hukum. Di era Ruki, sejumlah perkara yang melibatkan polisi juga tak diusut. Mulai dari kasus Budi Gunawan hingga polisi yang terlibat sebagai kurir suap dalam perkara Adriansyah (anggota DPR asal PDIP). “Di era Ruki, KPK jadi seperti polsek,” ujar Ray. (lus/gun/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: