Lapas Majalengka, Napi Teroris Miliki 10 Nama

Lapas Majalengka, Napi Teroris Miliki 10 Nama

Domisili 3 Tempat, Dikunjungi Kerabat dari Kota Berbeda MAJALENGKA - Lembaga pemasyarakatan (Lapas) kelas II Majalengka tiga bulan ini menampung narapidana kasus tindak pidana terorisme. Napi tersebut berinisial BR, yang merupakan napi limpahan dari Lapas Kebonwaru Bandung dan divonis atas kasus terorisme selama 4 tahun 6 bulan. Informasi tersebut disampaikan Kepala Lapas Majalengka Mulyadi. Dalam kesehariannya, BR ditempatkan satu sel dengan napi kasus narkoba, tipikor, dan pencurian serta penipuan. “Dari riwayatnya, dia punya tiga domisili  di kota-kota yang berbeda di Jawa Tengah. Bahkan inisial nama samarannya ada 10 alias,” ujar dia. Napi kasus terorisme ini, dari identitasnya dilahirkan di Semarang tahun 1969. Domisilinya yang pertama di rumah orang tuanya di Semarang Barat. Domisili lain di Kutoarjo Kabupaten Purworejo, di tempat tersebut dia tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Kemudian domisili ketiga di Kabupaten Klaten. Selama mendekam di Lapas Majalengka, napi tersebut telah mendapatkan kunjungan dari beberapa orang yang mengaku kerabatnya. Untuk para penjenguk BR, pihaknya menerapkan standar ekstra dengan pengawasan khusus untuk aktivitas para tamunya. Mulai dari pemeriksaan identitas, pemeriksaan barang bawaan, dan pemeriksaan standar lainnya. “Untuk para penjenguknya juga kita terapkan standar ekstra, karena ngakunya kerabat tapi asalnya berbeda-beda Ada yang dari Bekasi, Tangerang bahkan dari Sumatera. Jadi kita dokumentasikan identitasnya, karena dari penampilannya satu tipe dengan yang bersangkutan,” paparnya. Kepala Pengamanan Lapas Rohendi menambahkan, selama menjalani masa hukuman di Lapas Majalengka BR cenderung menutup diri dan pendiam serta jarang ngobrol dan bergaul bersama napi lainnya. Hanya sesekali berada di masjid terutama saat Salat Jumat. Pihaknya juga belum melibatkan BR dalam kegiatan-kegiatan pemasyarakatan yang menjadi program Lapas Majalengka, seperti kursus menjahit, menganyam, dan sebagainya karena masih dalam tahap observasi dan adaptasi. Kalau BR sudah mau membuka diri dan ada perubahan sikap yang dinilai sudah waktunya untuk mengikuti kegiatan pemasyarakatan, maka pihaknya akan melibatkannya. “Aktivitas sehari-harinya lebih banyak di dalam sel dan sesekali keluar kalau sholat atau makan. Kelihatannya masih menutup diri, jadi belum bisa kita libatkan dalam kegiatan pemasyarakatan. Mungkin kalau perilakunya sudah berubah dan kita anggap sudah waktunya, baru dilibatkan. Di kita ada beberapa program pemasyarakatan seperti kursus-kursus, agar para napi punya bekal life skill ketika bebas nanti,” ujar Rohendi. Sejauh ini BR juga belum berbuat onar. Tapi yang lebih diharapkan adalah napi terorisme bisa bermasyarakat dengan para warga binaan lainnya, selanjutnya bisa dibina mental dan psikisnya lalu diberi bekal keahlian untuk persiapan bebas. Karena warga binaan dihukum agar selama menjalani hukuman bisa timbul efek jera, dan ketika bebas tidak mengulangi perbuatannya. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: