Kolaborasi Mafia Pajak dan Bisnis

Kolaborasi Mafia Pajak dan Bisnis

KPK Temukan Banyak Bukti Penting di Rumah James JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami keterlibatan dua tersangka kasus suap pegawai pajak KPP Sidoarjo Selatan Tommy Hendratno dan James Gunarjo. KPK pun yakin, dua orang tersebut hanya perantara. Pihak-pihak di belakang keduanya pun jadi incaran KPK. “Yang kami hadapi semakin riil, yakni mafia pajak yang telah berkolaborasi dengan mafia bisnis,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas kepada koran ini kemarin (10/9). Nah, karena itu, lanjut Busyro, pihaknya akan memaksimalkan proses pendalaman dan penyidikan dalam kasus ini. Tapi KPK tidak bisa gegabah dalam menuntaskan kasus ini. Komisi antikorupsi yang dipimpin Abraham Samad itu menegaskan, akan terus mengumpulkan bukti-bukti materil. “Dalam proses penegakan hukum pidana termasuk korupsi pajak, KPK harus taat asas hukum pembuktian,” tutur mantan Ketua Komisi Yudisial itu. Nah, dengan begitu, lanjut Busyro proses penggeledahan di beberapa tempat yang dilakukan para penyidik KPK adalah upaya untuk pengumpulan barang bukti tersebut. Dokumen-dokumen yang telah disita hasil penggeledahan nantinya akan dikaji, dan jika memang berhubungan dengan penyuapan Tommy dan James, maka itu akan digunakan sebagai barang bukti. Menurutnya, meski berhadapan dengan mafia pajak yang kini sudah semakin banyak menyeret para pegawai pajak, dan juga mafia bisnis yang memiliki kekuatan yang tidak bisa diremehkan, KPK tetap yakin bisa menuntaskannya. “Kami berkomitmen bekerja lebih keras lagi dan menjaga independensi dan profesionalitas KPK,” tegas mantan Dekan Fakultas Hukum UII. Seperti yang diberitakan, KPK Jumat (8/6) lalu menggeledah rumah James yang terletak di Jalan Tekukur Nomor 122B, Bukit Duri, Tebet. Selain itu KPK juga menggeledah kantor PT Bhakti Investama Tbk (BHIT) di MNC Tower Jakarta. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Jawa Pos (Radar Cirebon Group), ternyata penyidik menemukan bukti-bukti penting di rumah James. Jika dibanding dengan dokumen-dokumen yang disita dari kantor PT BI. James ternyata merupakan pegawai PT Agis Tbk yang merupakan salah satu anak perusahaan PT BI. Nah, dari penggeledahan barang bukti tersebut, KPK mencium bahwa James bukanlah orang yang awam soal suap menyuap di lingkungan pajak. Diduga, James adalah orang yang sudah biasa “bermain” dengan oknum-oknum petuas pajak. Dia diduga diminta membantu menguruskan pengembalian kelebihan pajak PT BI sebesar Rp3,4 miliar yang nyantyol di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (KPP WP) Jakarta. KPK pun akan menelusuri siapa sebenarnya pihak yang ada di balik peran James. Alasan Busyro menyebut yang dihadapi KPK adalah mafia pajak dan mafia bisnis sepertinya memang benar. Pasalnya, BHIT bukan perusahaan sembarangan. Perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo itu memiliki banyak anak perusahaan. BHIT memiliki bendera bisnis PT Global Mediacom Tbk yang mengelola grup media MNC seperti RCTI, MNCTV, Global TV, dan Seputar Indonesia . BHIT juga membawahkan lini bisnis jasa finansial, mulai dari sekuritas hingga asuransi, melalui PT Bhakti Capital Indonesia Tbk. Gurita bisnis Bhakti Investama juga menguasai sejumlah blok minyak dan gas di Papua, serta tambang batu bara di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Tak hanya James, Tommy juga diduga tidak bermain sendiri. Dia adalah mantan Kasubag Tata Usaha KPP WP Jakarta. Di sanalah dia mulai mengenal wajib pajak yang merupakan perusahaan-perusahaan pesar. Seorang sumber di Dirjen Pajak mengatakan, di posisi itulah Tommy banyak mengurus administrasi perpajakan para wajib pajak. “Jadi sejak dulu dia sudah berhubungan dengan wajib pajak besar,” imbuhnya. Diduga karena pengalamannya itu, Tommy masih menjalankan aksinya dan berhubungan dengan oknum-oknum petugas pajak lainnya di Jakarta. Perannya Tommy sebagai penghubung sekaligus konsultan BHIT. Peran oknum pajak yang lain inilah yang menjadi bidikan KPK. KOMISI III MINTA KPK BUKA KASUS RESTITUSI LAINNYA Terpisah, merespons tekad KPK membongkar jaringan mafia pajak, Komisi III DPR akan mendorong KPK membuka kembali, serta mendalami” kasus dugaan manipulasi restitusi pajak. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai, kasus dugaan manipulasi restitusi pajak pada periode 2009-2010 akan lebih membantu KPK memahami sepak terjang dari mafia pajak. “Kasus dugaan manipulasi restitusi pajak bisa ditelusuri bersama kasus dugaan suap Tommy,” ujar Bambang di Jakarta, kemarin. Menurut Bambang, mendalami modus operandi mafia pajak tidak cukup dengan kasus dugaan suap yg melibatkan Tommy. Sebab, modusnya relatif lebih sederhana. Karena itu, mengingat DPR gagal menggolkan Pansus Mafia Pajak, KPK sebaiknya membuka kembali dugaan manipulasi restitusi pajak yang kasusnya pernah dilimpahkan ke Panja Perpajakan Komisi III DPR. “Ajakan ini sekaligus untuk mengukur dan menguji kesungguhan serta keberanian KPK memerangi mafia pajak,” ujarnya. Menjelaskan dugaaan kasus restitusi pajak, Dirjen Pajak terdahulu pernah mengabulkan permintaan restitusi pajak Rp7,2 triliun rupiah yang diminta oleh PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA) milik Wilmar Group. Mayoritas atau 96 persen saham WNI-MNA itu dikuasai Tradesound Investment Ltd yang beralamat di PO BOX 71, Craigmuir Chamber Road Town, Tortola, British Virgin Island. Beberapa pejabat di lingkungan Ditjen Pajak mengendus dugaan pidana dalam pengajuan restitusi dua perusahaan itu. Pada Oktober dan November 2009, Kepala KPP Besar Dua mengajukan Usul Pemeriksaan Bukti Permulaan (penyelidikan) atas dugaan tindak pidana oleh WNI dan MNA. Usulan ini tidak digubris Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak maupun Dirjen Pajak. Bambang menilai, kasus dugaan restitusi pajak juga termasuk kasus besar. “Kalau KPK konsisten dengan tekadnya membongkar jaringan mafia pajak, kasus dugaan manipulasi restitusi pajak ini bisa mengantar KPK mendekati sosok-sosok yg mengendalikan jaringan mafia pajak,” tandasnya. (bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: