Liverpool, Berharap Tidak Adu Penalti

Liverpool, Berharap Tidak Adu Penalti

AMBISI Juergen Klopp untuk meraih trofi pada musim perdananya bersama Liverpool, dan keinginan Sevilla untuk meraih trofi kelima, membuat final di St Jakob-Park dinihari nanti ada kans berakhir dengan adu penalti. Karena itu, kedua tim mulai mempersiapkan algojo terbaiknya ketika tiba waktunya babak tos-tosan itu datang. ”Aku sudah berlatih penalti. Namun, keputusan tetap di tangan manajer untuk memilih yang terbaik,” kata bek Liverpool, Kolo Toure, sebagaimana diberitakan Liverpool Echo. ”Aku tahu sebagai pemain profesional, ada waktunya Anda harus siap memutuskan apakah akan mengambil atau tidak,” lanjut pemain asal Pantai Gading tersebut. Berbicara mengenai statistik adu penalti, baik Liverpool sudah mendapat dua kali fase adu penalti. Sedangkan Sevilla baru satu pada musim ini. Adu penalti pertama The Reds, julukan Liverpool, didapat pasca menang 6-5 dari Stoke City setelah sempat dikalahkan 0-1 di leg kedua semifinal Piala FA (26/1), yang berujung pada agregat 1-1. Namun, pada final kontra Manchester City di Wembley 28 Februari lalu, Liverpool harus tertunduk setelah kalah 3-4, setelah sebelumnya di waktu normal, mereka seri 1-1.  ”Melawan City merupakan masa yang sulit,” lanjut Toure kembali. ”Kami sudah belajar sebagai sebuah tim. Namun, aku harap kami tidak membutuhkan penalti itu,” cetus bek 35 tahun tersebut. Sevilla sendiri merasakan adu penalti ketika dikalahkan Athletic Bilbao 1-2 di leg kedua perempat final Europa League (14/4) sehingga agregat menjadi 3-3. Saat itu, pasukan Unai Emery tersebut menang 5-4. Kemudian, dari statistik penalti, Liverpool menerima dua kali kesempatan di semua ajang melalui Christian Benteke serta James Milner. Keduanya pun sukses menjalankan tugasnya sebagai algojo sehingga rekor kesuksesan mereka 100 persen. Adapun Los Nervionenses, sebutan Sevilla, lebih banyak mendapat penalti dari Liverpool, yakni tujuh kali. Namun, dari tujuh peluang itu, hanya satu yang gagal melalui Kevin Gameiro. Lebih lanjut, kiper Simon Mignolet mengaku bahwa jika momen adu penalti datang, dia tidak bisa melakukan  gerakan spaghetti ala Bruce Grobbelaar yang dilakukan pada final Liga Champions kontra AS Roma, 1984. Maupun Jerzy Dudek ketika menang 3-2 dari AC Milan di Istanbul, Turki, 25 Mei 2005 silam. ”Aku sudah melihat apa yang Grobbelaar dan Dudek lakukan, dan aku tidak memiliki kaki yang lemas,” kelakar Mignolet, kepada Daily Telegraph. Karena itu, yang bakal dicoba kiper kedua timnas Belgia itu adalah menempatkan seluruh tekanan kepada sang penendang. ”Jadi, apapun yang bisa melemahkan mereka itu bakal membantu,” lanjut kiper 28 tahun tersebut. Mignolet kembali mengatakan, keberhasilannya dalam mengantarkan Liverpool menjadi kampiun bisa mengandaskan segala kritikan yang diterimanya sepanjang musim ini. Terutama soal blunder yang dilakukannya. Statistik Squawka pada April lalu sempat menyebut Mignolet sebagai pemain yang paling sering melakukan kesalahan dalam pertahanan, yang membuat gawangnya bisa kebobolan empat kali. Ini yang membuat fans Liverpool mendesak Klopp agar mendepaknya dari Anfield ketika bursa musim dingin lalu. ”Satu hal paling jelas adalah memenangkan final adalah segalanya. Menjadi pahlawan tidaklah penting bagiku,” tutur Mignolet. ”Jika terjadi adu penalti, maka tugasku adalah membantu tim semaksimal mungkin. Namun, semoga saja kami menang dalam 90 menit,” lanjutnya. (apu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: