Sevilla, Monchi Tetap Sang Raja

Sevilla, Monchi Tetap Sang Raja

SEVILLA adalah pabrik pemain bertalenta. Bukan karena punya akademi semasyhur La Masia (Barcelona) atau La Fabrica (Real Madrid). Melainkan hanya karena satu sosok Ramon Rodriguez Vardejo alias Monchi. Direktur Olahraga Sevilla itu memang punya penglihatan setajam plus daya endus bakat pemain dengan luar biasa. Klub lain tak ada yang tahu siapa itu Dani Alves, Ivan Rakitic, Jesus Navas, hingga Carlos Bacca sebelum mereka ini bermain buat klub Andalusia tersebut. Kemarin (17/5), Sport360 menuliskan sejak Monchi bergabung dengan Sevilla musim panas 2000, Sevilla berubah drastis. Degradasi musim 1999/2000 ke kasta kedua, Monchi membawa Sevilla balik ke kasta teratas setahun kemudian. Bahkan lima tahun setelah masa \'pencerahan\' bersama Monchi, Sevilla menjuarai Piala UEFA, nama lawas Europa League, untuk pertama kalinya dalam sejarah klub. Musim 2005-2006, barisan pemain seperti Daniel Alves, Frederic Kanoute, Jesus Navas, dan Javier Saviola menaklukkan klub Inggris Middlesbrough 4-0 di final. Alves yang \'ditemukan\' Monchi dari klub Brasil Bahia dipatenkan Sevilla seharga GBP 413 ribu (Rp7,9 miliar) pada Januari 2003. Lima musim kemudian ketika berpindah ke Barcelona harganya berlipat-lipat jumlahnya. Yakni GBP 26 juta (Rp501 miliar). Terbaru, pasti masih ingat Bacca ditransfer AC Milan pada musim panas 2015 lalu dengan harga EUR 30 juta (Rp452 miliar). Padahal pemain 29 tahun yang sebelumnya pernah menjadi kernet bis di jalanan Barranquila itu dibeli dari klub Belgia Club Brugge EUR 7 juta (Rp105 miliar) pada 2012 lalu. “Sevilla adalah unit bisnis profesional di semua bagian. Semua divisi saling melengkapi dengan filosofi yang sejalan,” tutur Mochi kepada World Soccer. Pria berkepala plontos itu memiliki jaringan luas dengan talent scouting di berbagai pelosok dunia. Mulai Afrika, Amerika Latin, juga Amerika Tengah. Setoran data pemain berlatenta dari jejaringnya, tak semuanya langsung diterima. Monchi selalu meminta data statistik para pemain yang disetor oleh jejaringnya. Dari statistik itulah kemudian Monchi mulai memilah mana yang kira-kira layak buat tim. Keuntungan dengan menjaring talent scouting di luar negara Eropa adalah masalah finansial. Bukan rahasia umum lagi, hukum kapitalisme digunakan Monchi. Beli semurah-murahnya kemudian menjual semahal-mahalnya. Monchi mengatakan semua pemain yang masuk dalam kategorinya adalah yang sesuai pesanan pelatih. Mantan kiper Sevilla itu menggaris bawahi dirinya hanya menyediakan bahan. Tugas pelatih mengolah dan mematangkan pemain tersebut. “Jika seorang pelatih meminta kepada saya seorang bek kiri pendek dan lincah maka sangat konyol ketika di bursa pemain saya malah membelikan sebaliknya. Bek kanan tinggi dan kaku,” jelas Monchi. Karena itulah, pemain dan pelatih boleh datang dan pergi. Namun selama Monchi menjadi sosok di belakang meja Sevilla, maka klub berusia 126 tahun itu akan tetap berjaya. Sementara itu, entrenador Unai Emery sangat sadar seandainyan klubnya memang doyan jual beli pemain. Karena itu, Emery meresponsnya dengan tak pernah memakai skema dan pemain yang sama dalam dua laga berturut. Pria berusia 44 tahun itu paham benar jika finansial Sevilla tidaklah sekuat Real atau Barcelona. Maka keuntungan utama yang didapat klub pastinya dari jual beli pemain. Goal menulis, dalam periode sekitar 11 tahun, lima final turnamen berhasil dipersembahkan Sevilla kepada para fans. Yakni sekali Copa del Rey dan empat gelar Europa League. “Saya merasa fans Sevilla sudah sangat familiar dengan pemain yang datang dan pergi. Buat mereka prestasi klub melebihi segalanya,” ucap Emery. Karena itu tak heran jika pasca Euro 2016 mendatang, penggawa utama musim ini seperti Ever Banega, Kevin Gameiro, dan Grzegorz Krychowiak berpindah tim. Dan dengan cepat Sevilla akan menemukan pengganti mereka-mereka yang hengkang dengan kualitas sepadan. (dra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: