Kantor DPD di Daerah Mubazir

Kantor DPD di Daerah Mubazir

Kewenangan Terbatas, Minta Anggaran Rp1,29 T \"\"JAKARTA- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diam-diam menggenjot anggarannya untuk 2013. Kalau dalam APBN 2012 DPD mendapat anggaran Rp754,7 miliar, pagu anggaran yang dialokasikan untuk 2013 mencapai Rp1,29 triliun. Ada kenaikan Rp 540,4 miliar (41 persen). \"Kenaikan yang sungguh dahsyat,\" kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi kemarin (21/9). Menurut dia, di antara Rp1,29 triliun itu, anggaran terbesar dialokasikan untuk program peningkatan sarana dan prasarana aparatur DPD, yakni Rp763,6 miliar. Itu dibagi, antara lain, untuk kantor baru DPD di ibu kota provinsi (Rp699,7 miliar) dan fasilitas perkantoran (Rp8,3 miliar). \"Demi hati nurani rakyat, ini harus dihapus. Rakyat di daerah tidak butuh kantor-kantor baru DPD yang totalnya senilai Rp699,7 miliar,\" ujar Uchok. Rakyat di daerah, lanjut dia, lebih mengharapkan keberpihakan RAPBN 2013 untuk memperbaiki infrastuktur jalan rusak. Apalagi, DPD memiliki kewenangan yang relatif masih terbatas. Uchok menuturkan, dengan keterbatasannya, DPD tidak akan bisa memperjuangkan aspirasi rakyat daerah masing-masing. Dia mencontohkan, pemerintah selalu mengklaim anggaran transfer daerah semakin besar dan terus ditingkatan. \"Padahal, proporsi anggaran transfer daerah untuk setiap tahun sebetulnya tidak pernah naik. Tetap saja berkisar 30\"31 persen setiap tahun,\" ungkapnya. Dalam pantauan Fitra, ujar Uchok, kalau DPD memanggil pemerintah atau kementerian untuk \"rapat bersama\", kebanyakan yang datang dari pejabat kementerian atau lembaga bukan menteri atau pejabat strategisnya. \"Kasihan DPD ini. Lembaga negara yang nggak bergigi. Tapi, mengapa kok minta kantor ya,\" sindir Uchok. Sekjen DPD Siti Nurbaya menegaskan, pihaknya hanya menjalankan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam pasal 227 ayat 4 dinyatakan, anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya. Selanjutnya, pasal 402 menegaskan, penyediaan kantor DPD di setiap ibu kota provinsi dilakukan bertahap oleh pemerintah paling lama dua tahun sejak pengesahan UU. \"Masalahnya di situ. Selama UU berbunyi seperti itu dan Sekjen ingin mematuhi UU, anggaran untuk membangun kantor di 33 ibu kota provinsi itu harus tetap diusulkan. Kalau nggak, DPD yang salah,\" terang Siti. Dengan mengusulkan anggaran masuk dalam RAPBN 2013, menurut dia, berarti pemerintah tidak ingin melanggar UU. Siti mengakui, desain politik anggaran yang diusulkan DPD memang seperti itu. \"Kalau ada yang menilai itu (kantor DPD) tidak efektif atau bisa menilai macam-macam, silakan cek UU-nya,\" tegasnya. Usul anggaran pembangunan kantor di ibu kota provinsi itu memang mau tidak mau membuat kenaikan anggaran DPD terkesan dramatis. Kenyataannya, ujar dia, itu terjadi karena anggaran pembangunan kantor tersebut selama dua tahun terakhir ini memang belum pernah disetujui. \"Memang belum pernah ada anggarannya sama sekali. Kalau ada yang bilang DPD dapat sekian miliar untuk kantor di daerah, nggak ada itu,\" ujarnya. Bukankah Ketua DPD Irman Gusman beberapa kali meresmikan kantor perwakilan DPD di sejumlah ibu kota provinsi? \"Semua itu masih kantor-kantor sementara. Kebanyakan statusnya minjam dari pemda. Kami pindah-pindahin dana dari pusat untuk sekadar mengecat. Sama sekali belum ada anggaran untuk pembangunan,\" kata Siti. (pri/c5/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: